37 - Sebenarnya

132 12 2
                                    

Oke jangan lupa baca bismillah ya.

Tarik nafas lagi, karna banyak fakta-fakta yang terungkap di part ini hoho, mon maap kalo konfliknya kurang seru,

btw aku punya cerita baru loh judulnya Lucky Me, yang belum baca langsung cek aja ya di lapak sebelah.

Thankyou!

Happy reading

____

Kelopak mata Jihan perlahan terbuka, ia kerjapkan beberapa kali guna menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk lantas melihat sekeliling dengan saksama, ia saat ini tengah terbaring di kasur beralaskan sprei putih, sinar surya berusaha menelisik gorden seolah hendak memamerkan kilauannya.

"Ka..kak.." panggil Jihan pelan. El yang tadinya sedang meletakkan makanan di nakas langsung menoleh ke arah Jihan.

"Alhamdulillah, sudah bangun..." respon El sambil berjalan mendekati Jihan.

"Makan dulu yuk, pasti lapar kan?"

"Hm,"

"Ana tadi ga sempat masak jadi beli nasi uduk aja di depan kompleks.." tutur El sambil mengambil nasi uduk yang sudah ia siapkan di piring.

"Mau ana suapin atau makan sendiri?"

Tanpa pikir panjang Jihan langsung memilih antara dua opsi yang diberikan suaminya. Jarang-jarang Jihan di suap El membuat dia begitu antusias.

"Suapin.." tukas Jihan dengan nada manja. El pun menuruti, ia rela menahan perutnya yang lapar demi menyuap Jihan, padahal tadinya El hanya berniat basa-basi saja.

"Kak, Jihan semalam habis ngapain sih? Kok tiba-tiba udah di kasur? Perasaan semalam Jihan lagi... mm apa ya?" Jihan bergumam sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya di dagu.

"Seriusan lupa?" Tanya El tak percaya.

"Oh iya, Jihan ingat.." pekiknya sambil mengingat dari awal kejadian.

* * *

Flashback on

Di vila

"Oke, aku tahu kalian pasti tak percaya begitu saja dengan cerita ini, tapi plis, aku minta kalian untuk jangan beritahu siapa-siapa dulu sampai si brengsek itu benar-benar di penjara." Pinta Haidar dengan raut wajah memohon. Tak ada jawaban, suasana hening dan sangat mencekam.

"Yang melakukan semua itu adalah Faruq." Ucap Haidar pelan namun tetap terdengar oleh lawan bicaranya. Jihan terlihat biasa saja karena ia juga sudah menduga dari whatsapp yang dikirim Farah beberapa hari yang lalu, namun berbeda dengan El, ia sangat terkejut. Bagaimana tidak? Sedangkan sahabatnya tengah menjadi tersangka sebuah kejahatan seperti ini?

"Apa maksudmu!?" Kali ini El angkat suara, nada bicaranya seolah tak menerima kenyataan.

"Dia sudah satu tahun setengah menyandang status buronan." Lanjut Haidar, tatapannya menerawang keluar jendela.

Bak di sambar petir, ulu hati El mendadak sesak, kenyataan macam apa ini!? El sama sekali tak percaya, dia pikir kehidupan sahabatnya itu baik-baik saja.

"Sebenarnya aku sudah menduga sejak awal pertemuanku dengannya, saat itu, aku berpikir bahwa aku pernah melihatnya di salah satu poster yang tertempel di tiang listrik, namun, aku berusaha berkhusnudzon, mungkin saja aku salah liat.." Haidar menarik nafas. Jihan tetiba mengingat beberapa kalimat yang di bilang oleh Ayahnya.

"Jangan pernah bergaul dengannya, tidak aman." Itulah kalimat yang di katakan Ayahnya yang baru hari ini dia mengerti. Jihan menebak bahwa Ayahnya pasti telah melihat poster yang sama seperti yang dilihat Haidar.

Black VeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang