35 - Memastikan

103 10 2
                                    

Oke, harusnya dan sebenernya aku dilarang publish part ini, kenawhy? Ya karna kemaren kan udah janji mau publish lagi kalo udah 600 readers, dan sekarang masih kurang 100 lagi, lama bgt ya? Wkwk namanya pemula.

Jadi, berhubung karena kuota aku dalam waktu dekat akan habis, jadi aku mutusin buat publish satu part buat hari ini, dan ga tau kapan bisa publish lagi. Bisa jadi bakal lama, bisa jadi bakal cepat. Yaudah lah ya, lagian siapa juga yang nungguin cerita ini? Iya kan? Wkwk

Bodo amat ah, authornya banyak cinchong

Okeoke

Happy reading😘

____

Angin sore menerpa wajah kedua insan yang tengah memandangi gundukan tanah di depan mereka, guratan jingga mulai menyembul keluar menghiasi langit yang terlihat hampa.

"Ayah, Jihan kangen.." lirih Jihan yang sedang berjongkok itu.

"Ayah udah ketemu Bunda sama dede belum? Ayah pasti senang kan?" Jihan bermonolog dengan dirinya sendiri.

"Ayah tau ga? Jihan sekarang sudah jadi istri orang, doain ya, biar Ayah cepat-cepat punya cucu.."

"Han.." panggil El, ia sama sekai tak kuat melihat pemandangan itu.

"Jihan kesini cuma mau ngasih tau, kalo Jihan udah nemuin orang yang.." lagi-lagi ucapan Jihan tercekat, mulutnya seolah ada batu besar yang mengganjal. Mengapa rasanya susah sekali ketika menyebut Haidar yang sudah menjadi tersangka?

"Jihan.. ayo. Kita tidak punya waktu lagi.." tegur El. Jihan pun menuruti.

"Yasudah, Jihan pulang dulu ya, Assallamu'alaikum.." ucap Jihan dengan berat hati sambil berdiri dan pergi.

* * *

"Ini rumah Haidar.." ucap Jihan saat mobil El sudah berada di depan rumah yang terlihat sangat mewah.

"Em, tapi kok, gelap ya?" Sambung Jihan bingung.

"Kita coba salam aja dulu.." respon El yang langsung di beri anggukan oleh Jihan.

___

Ting tong!

"Assallamu'alaikum..." salam Jihan dan juga El. Belum ada jawaban.

"Assalamu'alaikumm.." masih sama. Tak ada jawaban.

"Sekali lagi." Gumam El

"Ass.."

Klik!

"Idar..." sapa Jihan begitu melihat Haidar sang pemilik rumah.

"H-halo Lean.. ada apa?" Balas Haidar tampak gugup.

"Masa iya kita ngobrolnya di luar?" Sindir Jihan terang terangan, El disebelah hanya memutar bola mata jengah, ia seperti cemburu melihat keakraban keduanya.

"Oh, i-iya.. silahkan.." kata Haidar sambil membuka lebar pintunya dan menyalakan saklar lampu rumahnya.

"Kok lampunya di matiin Dar? Tadinya Jihan kira Haidar pindah loh.." cerocos Jihan sambil menduduki sofa. Ia bersikap seperti biasanya agar Haidar tak curiga dan kabur, ya itulah pikiran Jihan.

"Hehe iya..soalnya kalo nyala lampu jadi banyak nyamuk," alibi Haidar, wajahnya tampak kaku, ia seperti menyembunyikan sesuatu. Jihan mengangguk- angguk sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

"Tumben kesini? Ada apa?" Lanjutnya.

"Hm, mobil Idar mana?" Alih-alih menjawab pertanyaan Haidar, Jihan malah bertanya dengan ekspresi polos bin begonya.

"Mobil? Em, itu.. udah aku jual.." terlihat sekeping kebohongan kala Haidar mengucapkan beberapa kalimat tadi, Jihan semakin dibuat penasaran, rahasia apa yang Haidar sembunyikan sampai rela berbohong seperti ini? Pasalnya Jihan tau betul, bahwa mobil sport milik Haidar itu adalah mobil kesayangan yang dibeli dari hasil keringatnya sendiri. Tak mungkin Haidar menjual mobil itu dengan gampang.

"Haidar..gak bohong kan?" Tanya Jihan penuh selidik.

"Ya ngga lah.. ehehe oh iya, kamu tuh ya, masa udah punya suami ga di kenalin sama aku? Mentang-mentang suaminya ganteng.." gurau Haidar sekalian mengalihkan pembicaraan.

"Hehehe kenalan sendirilah, betewe Jihan mau ke kamar mandi dulu, jangan bertengkar ya.." tukas Jihan pada Haidar dan juga El.

* * *

Jihan berjalan santai menyusuri bagian rumah Haidar yang mewah itu, ia benar-benar rindu dengan suasana sejuk di rumah ini. Tadinya memang Jihan hendak ke kamar mandi, akan tetapi, kerongkongannya mendadak kering seolah meminta agar diberikan asupan air mineral. Jihan pun segera memutar balik arah jalannya untuk pergi ke dapur.

Kling...kling..

Jihan tersentak saat kakinya tak sengaja menendang pecahan botol. Untungnya saat itu Jihan memakai sandal rumah, jadi kakinya tidak terluka.

"Botol apa ini?" Tanya Jihan pada dirinya sendiri, ia pun berupaya meraih pecahan botol itu agar ia dapat melihat lebih jelas, namun tatapannya terkunci begitu ia melihat karung berisikan botol-botol kosong yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Selang beberapa detik, Jihan membekap mulutnya, menahan, agar tangisannya tak akan pecah. Ia sama sekali tak percaya, rahasia apa yang disembunyikan Haidar? Mengapa dirumah Haidar banyak sekali bekas botol alkohol? Haidar benar-benar telah berubah.

Tak perlu banyak basa-basi lagi, Jihan harus mengetahui yang sebenarnya. Haidar yang sekarang bukanlah Haidar yang dulu! Dengan cepat ia mengambil satu botol bekas alkohol yang ada di karung tadi lantas berjalan menuju ruang tamu.

"Haidar! Jelaskan!? Bekas botol alkohol ini milik siapa!?" Sambar Jihan dengan amarah yang sudah memuncak. Haidar seketika terlihat pucat, beberapa kali ia merutuki dirinya sendiri.

"JAWAB HAIDAR!" Amuk Jihan dengan genangan air mata di pelupuk matanya. Sementara Haidar masih bungkam, ia tak tahu harus bicara apa.

"Oh, ternyata dugaan Jihan benar, Haidar sekarang sudah berubah," lanjut Jihan mengangguk-angguk.

"Han.." panggil El berusaha menenangkan.

"Diam kak! Jihan mau dengerin pengakuan Haidar bahwa dialah yang menabrak Ayah Jihan!" Amuk Jihan to the point, karena memang itulah alasan Jihan mengunjungi rumah Haidar.

Haidar menggeleng pelan, mulutnya seolah ingin membantah namun ia tak punya kekuatan.

"JAWAB DARRR!!! HAIDAR KIRA DENGAN BEGITU ACARA PERNIKAHAN JIHAN JADI KANDAS HAH!? KENAPA HAIDAR TEGA!? HAIDAR TAU KAN KALAU DULU JIHAN HANYA PUNYA AYAH!" Teriak Jihan menumpahkan semua uneg uneg-nya.

"Ini gak..."

"APA!? MAU NYANGKAL? JIHAN BISA SAJA LANGSUNG LAPORIN__"

"STOP JIHAN! KAMU TIDAK BOLEH MENUDUH KU SEPERTI ITU!" Potong Haidar dengan amarah yang tak kalah tinggi, bahkan urat-urat di lehernya sampai terlihat jelas. Mendengar itu air mata Jihan kembali mengucur. Haidar sudah berubah, dulu ia sama sekali tak pernah membentak Jihan seperti ini.

"Ah, maaf Jihan, aku kelewatan. Tapi plis, aku ga punya waktu sekarang.." ucap Haidar dengan nada yang kembali merendah. Beberapa kali Haidar melihat jam yang ada di tangannya.

"Kamu," Haidar menunjuk El.

"Tolong bawa dia pergi dari sini, aku tidak mau jika nanti dia terluka," tutur Haidar pada El, sementara Jihan masih setia dengan isak tangisnya.

"Ah, ayolah, aku mohon.. aku sudah tak punya banyak waktu, ada sesuatu, tapi aku tak dapat menjelaskannya sekarang, tolong tinggalkan tempat ini secepatnya.." tukas Haidar dengan wajah memohon, El pun menuruti permintaan Haidar.

"Beritahu istrimu, besok pergilah di vila milik ayahku." Bisik Haidar pada El yang sudah berada di ambang pintu.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

Kira-kira Haidar kenapa ya?🤔 kok Haidar kaya nyembunyiin sesuatu sih? Penasaran deh aku.

Wkwk oke

See u next part!

Black VeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang