30 - Kebenaran

120 13 2
                                    

"Khansa! Dia hamil! Dan dia ingin mendapatkan tanggung jawab kaka!" Spontan El mengacak rambutnya. Bibirnya mendadak kelu

"Astaghfirullah hal'adzim!! Jadi maksudnya ana yang buat Khansa hamil!? Siapa yang tega menyebarkan berita tak bermutu itu hah!?" El emosi.

"Dengar Jihan, anti harus percaya sama ana, Plis, mulai sekarang jangan pernah dengerin kata dia lagi. Ana sama sekali gak ngelakuin hal keji itu. Tentang di kantor dan tentang ana pulang terlambat, itu semua pure karena kerjaan. Waktu itupun ana bawa Khansa kerumah karena terpaksa, ana tiba tiba dapat dia di bawah tangga sudah dalam keadaan tidak sadar, dan saat itu ga ada orang selain ana. jarak antara kantor dan rumah sakit juga sangat jauh, hanya sebatas kasihan. Tidak lebih." Jihan tak menjawab, matanya masih setia mengucurkan air mata.

"Anti percaya kan sama ana? Ana berani bersumpah Jihan, Wallahi ana ga pernah melakukan hal keji itu! Jika dia bercerita hal buruk selain itu, itu pasti adalah karangannya."

"......."

"Dia itu pernah ngelamar ana tapi ana tolak, mungkin itu sebabnya ia memfitnah ana seperti ini, karna seseorang egois akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia ing__ Astaghfirullahhal'adzimm!!" Ucap El begitu ia menyadari bahwa perkataannya sudah menjurus pada perilaku su'udzon. Khansa memang bersalah, namun El tak ada hak untuk menyimpulkan apa alasan Khansa sebenarnya.

"Bagaimana jika dia meminta pertanggung jawaban kaka?" Kali ini Jihan membuka suaranya. Hatinya perlahan mulai mempercayai El.

"Ana akan berusaha mencari bukti. Untuk sekarang jangan pernah dengarkan apa yang dia katakan, ya?" Ucap El sambil mengecup dahi Jihan.

"Tidak! Kau tetap harus menikahiku! Semalam kan kau juga sudah berjanji, setelah menyetubuhiku, kau akan bertanggung jawab!" Suara bantahan Khansa terdengar jelas di telinga suami istri itu, rupanya dari tadu Khansa mendengar pembicaraan mereka. El menggeleng'geleng kelu, tangannya masih tertaut di pundak Jihan, sementara Jihan masih dengan sesenggukkannya mendongak ke arah El, matanya mengisyaratkan banyak harapan bahwa yang dikatakan Khansa tadi hanya sebuah karangan.

"Kak.." panggil Jihan serak, matanya mulai mengeluarkan air mata lagi.

"Shhh, jangan percaya dengan omongan dia, nanti biar ana jelasin, sekarang anti ke kamar dulu ya?" Ujar El sambil mengusap lembut puncak kepala Jihan. Jihan pun menuruti.

* * *

Setelah Jihan hilang dari pandangan El, El langsung menata langkahnya menuju tempat Khansa berdiri.

"Apa alasan mu mengarang semua itu hah!?" Tanya El, emosinya sedikit memuncak. Alih alih ketakutan, Khansa malah berjalan mendekati tubuh El dengan senyuman yang tak dapat di artikan.

"Kau mau tahu kenapa?" Khansa bertanya balik sambil hendak menyentuh dagu El, tetapi langsung El alihkan wajahnya.

"Karena aku mencintaimu El.." ucap Khansa  santai sambil memeluk pinggang El.

"CUKUP KHANSA!  KITA BUKAN MUKHRIM! DAN AKU SUDAH MEMPUNYAI ISTRI! INGAT ITU!" Teriak El sambil melepas tangan Khansa dengan kasar.

"Hahaha bukan mukhrim? Ini saja anakmu El, kau harus bertanggung jawab." Jawab Khansa dengan tawa, detik berikutnya Khansa menangis.

"Hiks hiks! Memangnya aku kurang apa lagi!? Kurang cantik!? Kurang baik? Kurang kaya? Atau kurang.." ucapannya menggantung, wajahnya lebih ia dekatkan lagi.

"Hahaha oh iya lupa.. kan semalam kau sudah bercinta denganku, jadi tak ada penolakan untuk bertanggung jawab." Ucap Khansa, yang tadinya menangis kini berubah tawa, sementara El hanya menyimak saja apa perkataan Khansa.

Hingga akhirnya..

"Permisi," suara berat pria di ambang pintu mengagetkan El dan juga Khansa, tanpa di persilahkan masuk, dua pria yang tengah berdiri itu langsung masuk dengan menata langkah seribu, melihat itu, Khansa langsung berubah ketakutan. Cepat-cepat ia bersembunyi di balik punggung El, kali ini El sangat bingung. Sementara dua pria itu semakin mendekat.

"Aaaa...!" Teriak Khansa menutup telinganya sambil berjalan tidak jelas.

"Siapa kalian?!" Tanya El kebingungan.

"Saya dokter yang melayani dia," kata pria berkameja biru.

"Dan saya adalah penjaga pribadinya." Sambung pria berbaju abu-abu. Terlihat El sedang berpikir, tak lama kemudian dua pria itu langsung menyambar tangan Khansa dan membawanya pergi, dan kini Khansa berkoar- koar tidak jelas.

"Tanggung jawab!!" Teriak Khansa dengan cengiran, tak peduli, dua pria itu tetap menariknya keluar.

"Tanggung jawab El..." teriaknya lagi, kali ini nadanya terdengar sedih, El hanya menatap kebingungan. Pikirannya sibuk menerka nerka berbagai kemungkinan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

Ada yang nunggu cerita BV gak?😅

Hayoo, tebak Khansa kenapa? Kok tiba-tiba tertawa tiba-tiba menangis?

Yang bisa jawab malam ini up lagi deh😋

Jangan lupa votenya loh ya!

See you next part!

Black VeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang