Elena

6.3K 349 0
                                    

"Baba.....!!!!!"

"Baba...!!!!!!"

Tangis seorang bocah menderu-deru. Seakan menyanyikan musik pilu. Gadis itu berlari mengejar pria seorang gagah yang berjalan dengan cepat. Pria itu tak berhenti berjalan. Seakan tak mendengar seorang gadis cilik tengah memanggil namanya.

"Baba....!!!!"

Jeritnya sekali lagi. Memilukan. Membuat orang-orang akan menangis di buatnya. Bahkan pria yang di panggil menangis dalam jalannya. Hatinya sesak. Sakit. Teriris. Namun apa daya, itulah pilihan terbaik. Ia harus meninggalkan putri kecilnya. Gadis itu hendak berlari lebih jauh lagi. Tapi sebuah tangan menggapainya begitu saja. Memeluk tubuhnya yang kecil.

"La! Elena La!", Kata seorang wanita yang memeluknya.

"Anne...!! Baba Anne!!"

"La Elena..."

Elena kecil menangis sejadi-jadi. Usianya masih sangat muda. Tiga tahun. Tiga tahun usianya hidup ayahnya pergi meninggalkannya bersama sang ibu. Ia tak mengerti apa yang tengah terjadi. Tapi hal itu membuatnya sesak. Elena menangis sepanjang malam. Dadanya sesak mengingat ayahnya. Tapi tak pernah sedikitpun dalam hatinya membenci sang ayah.

Pria itu masih saja sama dalam hatinya. Tak ada yang berubah sedikitpun. Bahkan namanya selalu tersemat di dalam doanya selalu. Ia selalu meminta untuk bertemu ayahnya lagi. Tapi tidak. Awalnya ayahnya selalu mengirimkan surat padanya. Bercerita bagaimana tempat asal ayahnya jauh di sebrang benua. Ibunya selalu membacakannya untuk Elena. Namun tidak lagi, setelah dua tahun ayahnya tinggal di sana. Surat terakhir mengatakan ia akan pergi jauh. Entah apa maksudnya.

Yang jelas gadis cilik itu selalu merindukan ayahnya. Siang dan malam. Terkadang ia akan meminta ibunya membaca kembali surat-surat itu. Mengulas lagi apa yang menjadi coretan pena sang ayah. Terkadang kebingungan menghantuinya. Ketakutan selalu menjadi kawannya.

Elena berjalan sendirian. Ia telah terbiasa sepi sejak bertahun-tahun lalu. Terkadang rindu pada masa itu kembali membuncah. Mencuat untuk keluar. Elena menunduk. Terik matahari terasa begitu hangat di Kepalanya. Ia terus berjalan tertunduk sampai di depan sebuah rumah dengan bangunan yang sudah usang.

"Sudah pulang Elena?"

"Ya Anne", jawabnya.

Di ciumnya seorang perempuan paruh baya itu. Matanya cokelat begitu indah. Berbeda dengan mata Elena yang hitam tajam. Elena suka sekali menatap tatapan hangat milik ibunya. Sangat menyenangkan. Hangat, tentram.

Tiba-tiba gadis itu terdiam. Ia masih menatap wajah ibunya yang teduh. Ibunya menatapnya dengan senyuman. Begitu menyenangkan. Tapi mata Elena mulai panas. Entah mengapa sejak bertemu sersan muda itu, Elena sangat merindukan sosok ayahnya. Seakan ada hubungan kuat dengan masa lalunya. Elena memeluk ibunya begitu saja. Tubuhnya jauh lebih tinggi daripada wanita di hadapannya sekarang.

"Anne, aku rindu baba..."

"Elena..."

"Anne, bukankah kau juga merindukan baba?"

"La Elena"

"Anne aku tau kau berbohong..."

"Elena...."

Bulir air mulai mengalir di pipi keduanya. Entah mengapa itu terjadi. Tapi rasanya rindu telah menghantui mereka. Seakan masa lalu kembali mengejar. Entah apa sebabnya.

"Anne katakan... Kita bicara bahasa baba. Bahkan Anne menyuruhku belajar bahasa baba, Anne sangat mencintai baba kan?"

Wanita itu tak menjawab. Ia melepaskan pelukan putrinya. Menatap Elena inci demi inci. Rasanya sangat sesak. Putrinya telah tumbuh dewasa. Ia sedikit tersenyum. Meski sedikit di paksakan. Wanita itu menyentuh pipi Elena lembut. Kemudian berlalu meninggalkan gadis itu.

Antara LebanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang