Dia Bukan Elena

5.2K 341 0
                                    

Pagi mulai kembali datang. Adriana mulai bersiap-siap. Ini adalah hari pertama ia akan mengabdikan dirinya. Meski bukan di tanah ibu Pertiwi. Ia tengah berkemas. Memasukan beberapa buku dan alat tulis lainnya ke dalam tas. Sebentar lagi ia akan berangkat ke sekolah bersama tentara Garuda Indonesia.

Tok...
Tok...
Tok...

"Boleh aku masuk?"

"Setya?"

Adriana tersenyum. Paginya begitu menyenangkan kali ini. Setya tersenyum pada Adriana. Ia memasuki kamar itu. Tak terlalu kecil tapi juga tidak luas. Bersih dan rapi. Tidak seperti sebelumnya. Setya memandangi seluruh sudut ruangan sembari mengangguk-angguk.

"Bersih"

"Harus"

"Rapi"

"Tentu"

"Pemiliknya juga, rapi dan cantik"

Adriana kembali tersenyum. Entah mengapa ia merasakan Setya telah berubah. Sikapnya tak sedingin kemarin lagi. Ia sudah berubah jauh lebih ramah dan menyenangkan.

"Setya..."

"Gimana udah siap?"

"Ya"

"Mari kita berangkat"

Adriana mengangguk. Ia berjalan lebih dulu daripada Setya. Hari pertamanya mungkin akan sangat baik. Ia percaya akan hal itu. Apalagi yang ia takutkan jika Setya telah berada bersamanya.

Pukul setengah tujuh kendaraan-kendaraan itu mulai melaju. Membawa para relawan yang akan mengajar ilmunya pada anak-anak. Memang tidak terlalu jauh tempat mereka akan mengajar. Tapi jalanan itu akan cukup melelahkan mengingat jalanan batuan yang tidak rata dan berdebu.

"Hmmm hmmm..."

"Kenapa?", Tanya Setya.

Adriana memegangi lehernya. Rasanya napasnya sesak sekali. Padahal ia baru saja baik-baik saja di markas tadi. Tapi entah mengapa tubuhnya terasa kurang sehat. Tenggorokannya terasa sakit dan gatal. Mungkin debu-debu yang berterbangan membuatnya kurang sehat. Mengingat kendaraan yang di pakai adalah mobil pick up terbuka.

"Adriana? Kenapa?", Tanya Setya sekali lagi.

"Nggak"

"Kamu sakit"

Adriana menggelengkan kepalanya. Tapi masih ia pegang lehernya yang terasa tercekat. Sontak Setya sedikit panik. Ia segera membuka tas ransel miliknya. Mencari-cari sesuatu di dalamnya. Setya mengeluarkan sebuah botol berisi air minum. Ia menyodorkannya pada Adriana.

"Minum"

Adriana menggelarkan kepalanya. Ia merasa baik-baik saja. Tapi tubuhnya tidak. Adriana kembali terbatuk-batuk. Setya mulai jengah pada gadis itu. Sungguh dia adalah gadis yang sangat keras kepala.

"Adriana minum, dengarkan aku sekali saja"

"Aku baik-baik saja"

"Bohong"

"Iya Setya"

"Tolong minum, aku memohon"

Setya membukakan tutup botol itu. Menyodorkannya pada Adriana. Gadis itu menatap Setya. Setya mengangguk meyakinkan. Dengan perlahan Adriana meraih botol itu dari tangan Setya. Ia mulai meminumnya perlahan. Dingin air mengguyur kerongkongannya. Sedikit sakit dan perih.

"Habiskan"

Adriana menggelengkan. Ia menyodorkan botolnya pada Setya. Pria itu tak mampu lagi membujuk Adriana. Ia meraih botolnya dari tangan Adriana. Kemudian menutupnya kembali. Adriana masih memegangi lehernya. Entah mengapa terasa sangat sakit. Hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Setya turun dari pick up di ikuti Adriana dan yang lainnya.

Antara LebanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang