Saya Bersamamu

5.1K 321 0
                                    

Adriana tampak begitu lemah. Ia duduk dengan di sangga sebuah bantal di belakangnya. Beberapa orang relawan dan dokter tengah menemaninya. Mereka tak lagi memakai alat pelindung diri. Adriana sudah berada di tahap pemulihan. Tidak lagi berbahaya bagi orang-orang. Gadis itu tampak tersenyum. Walaupun begitu lemah. Sesekali ia bercanda dengan orang-orang. Setya masuk ke dalam ruangan itu.

Matanya benar-benar panas. Ia ingin menangis. Betapa hatinya terus berseru. Menyebut Tuhan tak pernah henti. Ia begitu bahagia. Begitu bersyukur. Doanya di dengar. Adriana telah pulih.

"Setya...", Kata gadis itu dengan lemah.

Orang-orang menatap siapa yang di tatap Adriana. Gadis itu tampak sangat bahagia. Senyumnya bertambah mengembang. Begitu juga orang-orang di ruangan itu. Setya semakin mendekat. Seorang relawan berdiri dari duduknya. Ia mempersilahkan Setya untuk duduk. Setya terduduk di samping ranjang. Matanya mulai basah. Ia tak mampu menahannya lagi.

"Kamu baik-baik saja?"

"Ya Setya"

"Bohong Adriana. Bohong..."

Setya menggenggam tangan Adriana. Ia menciumi tangan itu. Tangan Adriana mulai basah. Air mata Setya terus mengalir. Entah air mata bahagia atau sedih. Ia tak ingin melepaskan tangan itu sedetikpun.

"Saya akan bersamamu kapanpun dan dalam keadaan apapun"

"Aku percaya"

Adrian tersenyum. Tangan kirinya menggapai pipi Setya. Di hapusnya dengan lembut sisa tangisnya. Keduanya beradu dalam sebuah tatapan. Hangat, menenangkan. Sungguh mata cokelat itu membuat Setya begitu teduh. Entah bagaimana. Bagai sihir.

Bip...
Bip...
Bip...

Keduanya tersentak. Kembali dari lamunan masing-masing. Setya meraih sebuah walkie talkie dalam sakunya. Ia mulai mendengar suara gelombang yang terarah pada alat yang di genggamnya itu.

"Komando wolf masuk... Komando wolf masuk..."

"Komando wolf masuk, ganti"

"Tugas negara.. tugas negara.. berkumpul pada titik 119 bersama prajurit lain"

"Siap"

Seketika alat itu mati. Setya menatap tajam tirai yang ada di hadapannya. Adriana menggapai tangan pria itu. Seketika Setya terheran. Matanya menatap kearah dua manik mata cokelat milik gadis cantik itu.

"Aku harus pergi"

"Hari ini?"

"Ya"

"Akan kembali?"

"Pasti"

"Akankah lama?"

"Tidak Adriana"

Gadis itu tersenyum. Begitu juga Setya. Setya menyentuh pipi gadis itu dengan lembut. Sungguh sangat berat sekali ia tinggalkan gadis itu. Perlahan ia mulai pergi. Menjauh dari ruangan itu. Adriana menatap punggung pria itu. Lamat-lamat punggungnya telah menghilang dari pandangannya.
____________________________________

Para kesatria baret biru rupanya telah berkumpul pada tempat yang di tentukan. Masih berada dalam kawasan markas tentara republik Indonesia. Hanya saja pada ruangan bawah tanah yang sangat terpencil. Hanya para Garuda Indonesia yang mengetahuinya. Tidak ada yang lain. Ruangan yang sangat di jaga dengan ketat itu rupanya telah sesak. Gelap. Beberapa prajurit telah memenuhinya. Tidak semua. Hanya beberapa.

Seorang pria bermata tajam berada di barisan paling depan. Wajahnya kaku. Guratnya sangat tegas. Keriput di dahinya menunjukan usianya tak lagi muda. Namun semangatnya tak kalah muda. Lampu menyala tepat di atas meja. Seperti akan melakukan sebuah rapat. Yah, itu memang sebuah rapat kecil. Rahasia. Tak ada yang boleh tau selain tentara yang terpilih.

Antara LebanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang