Dia Sakit

4.7K 298 2
                                    

Pagi kembali menjelang. Setelah beberapa hari pasca kejadian malam itu, orang-orang di markas menggunakan alat pelindung diri untuk pergi kemana-mana. Suster Tiwi berlari menuju medis cube. Sebuah kertas tergenggam di tangannya. Ia segera menghampiri dokter Evan dan para medis lainnnya.

"Dokter surat dari markas Amerika serikat. Hasilnya sudah keluar"

Dokter Evan menghela napas panjang. Ia meraih sebuah amplop cokelat dari tangan suster Tiwi. Orang-orang disana mulai panik. Takut kalau-kalau mereka terjangkit bakteri itu. Bakteri yang tak memandang siapapun yang ia hinggapi. Ia mulai membuka selembar kertas disana yang bertuliskan nama-nama dari para tentara, relawan serta paramedis.

"Bagaimana dokter?", Kata salah satu dokter.

"Tidak ada yang terinfeksi. Semuanya negatif"

Orang-orang itu menghela napas lega. Mereka berhasil lari dari maut. Sebagian dari mereka ada yang bersorak lirih. Siapa yang tak akan gembira apabila lolos dari Kematian.

"Bagaimana dengan tentara dan relawan lain?", Tanya suster Tiwi.

"Para tentara disini tidak ada yang terinfeksi. Hanya satu relawan yang positif terjangkit dengan nama Adriana Iswara. Pasien yang ada di ruang karantina"

"Tapi bagaimana bisa dia bisa terjangkit penyakit itu dokter? Bukankah dia dinyatakan sehat sebelum kita semua kemari?", Seloroh suster Tiwi lagi.

"Pasti ada yang telah menyebarkannya. Dia pasti tidak terjangkit ketika masih di Indonesia"

Seorang dokter paruh baya meraih kertas itu dari dokter Evan. Ia kembali membacanya dari balik kacamata yang tebal. Ia menyerahkan kembali kertas itu. Ada yang ganjil. Perasaannya sangat tepat. Pasti ada yang ganjil. Belum semuanya ada disana. Termasuk nama dokter Evan, namanya dan nama sersan Setya.

"Suster Tiwi berikan amplopnya"

Suster itu memberikan sebuah amplop pada dokter Rony. Dokter Rony segera melihat isinya. Ternyata ada satu kertas lagi di dalamnya. Benar dugaannya. Ia memperlihatkan kertas itu pada semua anggota paramedis.

"Masih ada satu kertas lagi. Karna nama saya, nama dokter Evan dan sersan yang kemarin membawa Adriana kemari belum termasuk di dalam surat itu"

Dokter Evan terdiam. Ia membiarkan dokter Rony membaca dan memeriksanya. Pria itu mulai membacanya melalui kacamata tebalnya. Dengan cermat. Tidak ada yang terlewat sedikit pun.

"Bukan satu dokter", katanya.

Semuanya kembali bergeming. Saling tatap satu sama lain. Begitu juga dokter Evan. Dalam hatinya ia juga sedikit takut. Tapi inilah resiko seorang dokter. Ia bisa menerimanya apabila ia yang akan mendapatkan penyakit itu.

"Seorang tentara. Kita harus mengumumkannya segera"

"Ya", jawab dokter Evan tegas.
____________________________________

"Where my sweety?", Kata ibu Rukma begitu Setya dan pasukan lainnya turun dari mobil pick up.

"She is not come here"

"Why? Three days she is lose"

"She is get sick"

"Oh my God"

Entah mengapa hatinya sangat khawatir. Gadis bermata cokelat itu benar-benar telah mencuri hatinya begitu saja. Ia merasa kehilangan saat tiga hari Adriana tidak pergi ke sekolah. Semuanya terasa ada yang menghilang.

"Please pray for her"

"Of course. My pray always with her"

"Thank you mom"

Antara LebanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang