"Abang belum sadarkan diri?", Tanya Adriana begitu lembut.
"Belum"
Adriana menyentuh bahu Setya. Ia tau bagaimana frustasinya laki-laki itu. Linus juga terlalu baik padanya. Adriana juga telah menyayanginya sebagai kakaknya sendiri. Sungguh sangat di sayangkan. Tapi itulah tugas seorang prajurit. Nyawa akan selalu menjadi taruhannya.
"Abang akan baik-baik saja"
"Ya. Dia kuat"
Adriana tersenyum. Ia melepaskan kalung dog tag milik Setya. Ia pandangi kalung itu. Tertera sebuah nama disana. Ia tersenyum. Di baliknya tercetak sebuah simbol kebesaran. Kartika Eka Paksi. Sebuah keagungan bagi siapapun yang tercetak namanya disana. Ia menyodorkan kalung itu pada Setya. Setya melirik menatapnya. Dia meraih sakunya. Di tatapnya sebuah kalung yang sama.
"Milik Abang.. Marlinus Tiahahu", kata Setya sembari menunjukan kalung dog tag yang sama.
Adriana menatapnya. Tentu ia tahu bagaimana perasaan Setya saat ini. Sahabatnya, satu lettingnya. Pasti suka duka telah mereka lewati bersama hingga mereka begitu dekat. Adriana mencoba untuk tersenyum.
"Kamu pakai milikmu. Simpan milik Abang dulu. Berikan padanya saat dia memintanya"
"Ya", jawabnya. Setya mulai tersenyum.
Ia menatap mata Adriana. Begitu indah. Sungguh menyenangkan. Di raihnya kalung dog tag miliknya. Ia pakai kalung itu kembali. Terlihat sangat gagah. Dadanya yang bidang tampak lebih gagah dengan kalung itu.
"Adriana.."
"Ya"
"Kalungmu aku berikan pada Elena. Elena pasti akan membawanya ku tukang patri"
"Ya aku percaya kakakku"
"Hari ini kamu jadi pergi bersama Elena?"
"Ya. Mumpung hari Minggu. Dan dokter Evan sudah mengijinkan aku keluar dengan syarat menutupi mulut dan hidungku dengan masker"
"Aku temani?"
"Tentu saja"
Adriana tersenyum renyah. Begitu pula Setya. Sungguh laki-laki itu membuatnya selalu tersenyum lagi dan lagi. Apapun cara Setya membuatnya tersenyum selalu terasa indah. Walaupun rasanya akan terlihat atau terdengar sangat kaku bagi orang-orang yang belum mengenalnya. Tapi percayalah, Setya mampu melakukan apapun asalkan Adriana dapat selalu tersenyum.
Tiba-tiba seorang gadis masuk ke dalam ruangan Adriana. Ia menebar senyum pada Adriana. Elena mendekati Adriana. Mata Adriana membulat. Tentu ia senang kakaknya datang untuknya. Tapi bagaimana Elena bisa masuk dengan penjagaan yang ketat.
"Aku masuk karena dokter itu", katanya sembari menunjuk seseorang yang melintas di depan ruangan Adriana.
Seakan sudah mengerti tentang keberadaannya, Elena langsung menjelaskan begitu. Saja. Dokter Evan terlihat melintas di depan kamar inap Adriana. Ia tampak kikuk. Ia segera berlalu dari sana. Adriana kembali tersenyum. Ia senang. Ia di kelilingi banyak sekali orang-orang yang menyayanginya.
"Adik", kata Elena.
Ia menyodorkan sebuah kalung. Kalung milik Adriana. Elena tak segan-segan lagi memakai kalung miliknya sendiri. Biasanya ia akan memakai kalung itu di balik bajunya. Tapi kini ia justru mengenakannya di luar bajunya. Adriana kembali tersenyum. Hendak ia meraih kalung miliknya, Elena mengatupkan tangannya. Sontak Adriana merasa terkejut. Elena tersenyum. Kemudian ia memakaikan kalung itu pada leher adiknya. Betapa bahagianya Adriana saat ini.
"Terima kasih... Kakak"
Elena ikut bahagia. Sedari kemarin mereka berbincang, Adriana tidak menyebutnya kakak. Tapi pagi ini, ia menyebutnya dengan panggilan itu. Ia sangat bahagia. Entah bagaimana jika ayah dan ibunya tahu. Mereka pasti akan sangat bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Lebanon
RomanceKetika perasaan cinta menggetarkan hati seorang Bintara muda, Sersan satu Setya Susanto. Akankah itu cinta atau rasa kagum pada seorang psikologis Adriana Iswara yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya tanpa terduga. Akankah keberanian dan kelembutan Ad...