Elena berjalan menuju sekolah. Seperti biasa ia harus mengajar disana. Tapi rasanya sepi sekali. Tidak lagi sama. Orang-orang itu telah kembali. Menyisakan orang-orang yang berbeda. Sudah dua Minggu lamanya. Hari berjalan sangat lambat. Tidak secepat kemarin. Ia berjalan dengan lambat.
"Elena..."
Elena terhenti. Seakan perintah tersendiri dari syaraf motorik nya. Suara berat itu. Ia mengenalnya. Elena masih tak bergeming. Ia bahkan tidak membalikkan tubuhnya. Suara langkah kaki mulai mendekatinya. Ia masih tak bergerak. Hingga seorang berdiri di hadapannya. Wajahnya menyenangkan. Sorot mata yang selalu menenangkan.
"Apa kabar?", Katanya lagi.
Elena tersenyum ringan. Ia tak menyangka akan bertemu pria itu sekali lagi. Entah apa yang di lakukan pria itu. Elena tahu bahwa masa tugasnya telah habis. Tapi pria itu benar-benar di hadapannya.
"Baik"
"Saya senang mendengarnya"
"Tentu saja"
Dokter Evan tersenyum. Ia sendiri tidak menyangka apa yang telah ia lakukan untuk kembali lagi. Bukan tanpa alasan ia kembali. Ada barangnya yang sangat penting tertinggal di medis cube. Itu sebabnya ia datang jauh-jauh melintasi benua demi kembali ke Lebanon.
"Boleh temani saya?"
"Hmmm... Boleh tapi sehabis saya mengajar. Bagaimanapun itu kewajiban saya sebagai guru"
"Oke. Akan saya tunggu"
Mereka berjalan berdampingan menuju gedung tua yang di sebut sekolah. Tertawa, bercanda dan mengatakan apapun yang membuat mereka saling bicara. Berbagi lelucon. Tak ada yang saling diam. Mereka saling tertawa satu sama lain. Hingga mereka sampai pada tempat yang mereka sebut sekolah. Dokter Evan terduduk di teras. Elena masuk ke dalam gedung. Ia mulai menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru.
____________________________________"Bisa kita berjalan sekarang?", Kata Elena.
Sontak suaranya membuat dokter Evan sedikit terkejut. Dokter Evan mendongak. Ia menatap si pemilik suara. Di lihatnya seorang gadis cantik bermata hitam tengah tersenyum. Ah, senyuman yang amat indah.
"Sudah selesai?", Katanya.
Elena mengangguk. Senyumannya masih terbesit disana. Dokter Evan beranjak dari duduknya. Mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Elena. Rupanya gadis itu tak terlalu jauh tingginya. Ia lebih tinggi 10 cm dari pada Elena. Dokter Evan mengulurkan tangannya pada Elena. Seketika Elena terheran. Ia terdiam beberapa menit. Hingga otaknya bekerja kembali. Ia meraih tangan dokter Evan.
Keduanya berjalan di jalanan yang lenggang. Tak ada siapapun kecuali mereka berdua. Elena pun tidak tahu kemana ia akan di bawa pergi. Ia hanya mengikuti kemana tangannya akan di bawa bergenggam.
"Dokter Evan kenapa kembali?"
"Ada barang yang paling penting buat saya"
"Apa?"
"Nanti kamu akan tau"
Elena terdiam. Menerka barang apa yang sangat berharga bagi dokter itu. Mereka sampai di depan markas. Dokter Evan melepaskan genggaman tangannya. Ia tersenyum menatap Elena.
"Kamu tunggu sini"
Elena mengangguk. Dokter Evan masuk ke dalam markas. Elena menatapi pria itu. Lamat-lamat punggungnya tampak tidak terlihat pada dua manik mata hitamnya. Ia memeluk tubuhnya sendiri. Bukan rahasia lagi Lebanon memang memiliki suhu hangat kecuali di musim panas. Beberapa menit kemudian, dokter Evan keluar.
"Hei", katanya sambil memukul bahu Elena lembut. Elena tersenyum padanya.
"Sudah?", Tanya Elena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Lebanon
RomanceKetika perasaan cinta menggetarkan hati seorang Bintara muda, Sersan satu Setya Susanto. Akankah itu cinta atau rasa kagum pada seorang psikologis Adriana Iswara yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya tanpa terduga. Akankah keberanian dan kelembutan Ad...