Maaf

4.9K 316 2
                                    

Seminggu kemudian

Serka Yuwono rupanya sangat cepat dalam tahap pemulihan. Ia telah di pindahkan ke bangsal yang sama dengan Adriana. Justru gadis itu masih terkulai lemas dengan beberapa selang di tubuhnya.

Bip...
Bip...
Bip...

Bunyi terus terdengar. Sesekali Yuwono menatap ke arah kanannya. Gadis itu masih tertidur dengan indah. Ia tentu bisa melihatnya. Seorang gadis dengan berbagai selang di tubuhnya. Ranjangnya hanya di dekat dengan tirai plastik. Cukup tebal namun transparan.

Air mata tiba-tiba menitik membasahi pipinya. Untuk pertama kalinya ia menangis lagi sejak bertahun-tahun lalu ia menangis di pangkuan sang ibunda. Rasanya sesak.

"Maaf", katanya serak.

Yuwono menatap langit-langit kamarnya. Suara dari alat-alat yang terpasang dari tubuh Adriana membuatnya semakin merasa menyesal. Apalagi sudah seminggu lebih gadis itu belum bangun juga.

"Apabila saya tidak membentak anda saat anda meminta bantuan pada saya untuk meminjam komputer central pasti anda tidak akan sekarat"

"Apabila saya tidak terlalu dekat dengan wajah anda saat itu mungkin anda tidak akan tertidur disini"

"Apabila anda tidak datang langsung kepada saya malam itu. Malam sesaat setelah anda datang sebagai relawan pasti anda tidak akan seperti ini"

"Apabila anda langsung pergi untuk saat saya perintahkan pasti anda tidak akan terinfeksi"

"Bodoh!! Anda bodoh!! Apabila anda tidak menolong saya yang jatuh pada malam itu pasti anda tidak akan mati!!"

Ia terus mengumpat. Air matanya mengalir menuruni pipinya. Sungguh ia masih ingat jelas malam itu. Malam setelah Adriana datang ke markas. Gadis itu datang untuk memohon ijin memakai komputer central. Tapi ia menolaknya. Ketika hendak Adriana pergi, ia terjatuh. Kepalanya sangat pusing. Pandangannya pun terasa kabur. Ia tercekat dengan sakit yang amat sangat di tenggorokannya.

Gadis itu berlari untuk menolongnya. Ia mendorongnya kuat hingga Adriana terpental jatuh ke belakang. Tapi rupanya gadis itu keras kepala. Adriana tetap menolongnya. Yuwono mengumpat dan membentak gadis itu di depan wajahnya persis. Kini kesalahannya membuat ia sangat menyesal.

"Saya lebih bodoh!! Anda tahu?! Saya membuka masker di tempat penanaman ranjau. Saya membuka masker saya pada seorang gadis cilik yang tidak saya ketahui dia adalah pengidap difteri. Saya... Saya... Saya terlalu naif mengingat putri kecil saya, Sarah. Usianya sama. Dia kecil seperti gadis itu. Maafkan saya yang bodoh. Maafkan saya. Saya bodoh! Bagaimana mungkin seorang prajurit tidak berpikir dua kali saat bertindak. Maaf saya terlena! Maaf! Maafkan rindu saya!"

Tak ada jawaban apapun. Yuwono masih terisak. Ia tak tahu lagi harus berkata apa. Suara alat-alat itu masih saja menghiasi gendang telinganya. Membuatnya semakin pekak dan merasa bersalah. Ia seakan telah tenggelam oleh rasa penyesalannya. Tiba-tiba dokter Evan masuk ke dalam ruangan itu. Masih menggunakan alat pelindung diri. Ia menyuntikkan antitoksin kepada Yuwono.

"Anda akan segera membaik sersan"

"Bagaimana dengan..."

"Adriana?"

"Ya"

"Akan saya periksa"

Dokter Evan segera berlalu. Ia mulai mengecek semua yang ada pada tubuh gadis itu. Mulai dari pernapasan, denyut jantung dan lainnya. Rupanya gadis itu juga mulai membaik. Masa kritisnya telah berlalu. Hanya menunggu matanya terbuka maka ia akan baik-baik saja. Dokter Evan juga menyuntikkan cairan antitoksin pada gadis itu.

Antara LebanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang