"Ra, lo itu sebenernya niat sekolah gak sih?!" Protes seorang murid perempuan kepada seorang siswa lainnya yang tengah tertidur di meja paling pojok belakang.
Dengan malas, siswa yang diketahui bernama Dira itupun membuka kedua matanya dan mendongakkan kepala ke atas.
"Hm." Jawab Dira singkat.
"Kalo lo emang gak niat buat sekolah, lebih baik pulang sana!." Menggebrak meja.
"Hm." Mengambil tas dan meninggalkan area sekolah.
"Mau jadi apa sih anak itu nantinya?, heran gue."
Kring..
Bel istirahat berbunyi, terdengar keras hingga ke penjuru sekolah.
Beberapa siswa berhamburan berlarian keluar kelas. Entah itu pergi ke kantin ataupun hanya sebatas mengunjungi kelas sebelah.
Cklekk
Pintu kelas terbuka, menampakkan seorang perempuan berambut pirang dari balik pintu sedang berjalan mendekati Dita.
"Dit, ayo ke kantin, laper nih gue!." Rengek Manda, sahabat Dita, sambil memegangi perutnya yang nampak rata.
"Gak.. gak laper, Man!" Menaruh pipinya malas ke atas meja.
Manda mengerucutkan bibirnya, lalu ikut terduduk dengan Dita di sampingnya.
"Eh Dit, tadi gue denger dari anak-anak di depan, lo habis marah-marah sama Dira?"
Takk
Dita kembali menatap tajam sorot mata sahabatnya, menjitak kepalanya keras.
"Siapa yang marah-marah sih? Aku cuma bermaksud baik, ngingetin. Apa salahnya?"
"Gak salah sih.. tapi lo kan tau Dira itu orangnya kek apa. Jarang bicara, sekali bicara cuma hm hm doang, cueknya tingkat dewa, padahal dia cantik ya kan?,"
"Sebaiknya lo minta maaf sama dia, daripada makin ribet!" Menepuk pundak sahabatnya dan mulai beranjak meninggalkan kelas Dita.
***
Sesampainya di rumah, Dira membuang tasnya ke sembarang arah, melangkah mengambil sebuah figura kecil yang berada di atas meja kecil di kamarnya.
Memandangi foto seseorang dalam figura tersebut dengan saksama, sedetik kemudian ia membawanya ke dalam pelukan hangatnya.
"Dira kangen ayah, kenapa ayah ninggalin Dira sendiri?" Lirihnya dan tak sadar, air mata jatuh membasahi wajahnya.
Dira sangat merindukan ayahnya melebihi apapun.
Ia berharap ada suatu keajaiban, yang dapat mempertemukannya kembali dengan ayahnya untuk saat ini. Sebaliknya, Dira tidak pernah sedikitpun, bahkan sedetikpun merindukan ibunya.
Karena difikiran Dira, ibunya sudah mati, dan ia berjanji, akan membenci seseorang yang menyebut dirinya sebagai seorang ibu untuknya.
Flashback on.
Hari ini adalah hari ulang tahun Dira yang ke-5. Ayah dan ibunya sudah menyiapkan hadiah dan pesta kecil untuk anak semata wayangnya itu.
"Mamah, ayah dimana? Kok Dila gak lihat ayah dilumah?" Tanya anak kecil dengan logat khasnya sambil berlari menuju Mamanya di dapur.
"Ayah sedang bekerja sayang, sebentar lagi ayah akan pulang dan meniup lilin ulang tahun Dira bersama-sama, Dira sabar ya?" Jelas wanita paruh baya itu dengan mengusap lembut surai hitam anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDIRA
Teen FictionAku harap, kau dapat melihat bayangan diriku dalam penglihatanmu yang baru. Jangan khawatir padaku, karena keheningan disini membuatku nyaman untuk perlahan menutup mataku. Semoga cerita yang pernah kita tuliskan bersama, diakhiri dengan kata bahagi...