Because it reveals, sometimes it even makes you sick.
***
"Oh ya Dir, nanti kalau kamu udah selesai duluan, langsung ke lapangan aja!" Ucapnya sambil berlari menjauh dari Dira berdiri.
Dira hanya tersenyum singkat menatap punggung Arka dari belakang yang nampak semakin hilang di telan kerumunan beberapa anak lainnya yang bergegas ingin segera pulang.
Mengembalikan langkahnya menuju sekelompok orang yang sedari tengah menunggunya di dalam kelas dengan wajah kusut khas mereka.
"Ayo ke ruang musik sekarang!" Ajak Dita yang langsung mendapat anggukan dari orang-orang di sekitarnya.
***
Sesampainya mereka di ruang musik. Dita membuka pintu ruangan yang nampak berdiri gagah di depannya. Diikuti dengan Dira dan teman-temannya dari belakang.
Dita mengatur jalannya latihan pada hari ini. Karena ia merupakan salah satu siswa yang dianggap paling tegas di kelas mereka. Dan ia juga menjabat sebagai ketua kelas di kelasnya. Bahkan Dita juga merupakan satu-satunya ketua kelas yang bergender perempuan di sekolah tersebut.
"Aishh, kenapa gak dari dulu gue hitung jumlah orangnya." Sebal Dita mengacak-ngacak rambut hitamnya.
"Kenapa?" Tanya Rita peduli.
"Orangnya kurang, Rit." Jelas Dita dengan wajah murungnya.
"Sudahlah, kita latihan dengan seadanya dulu aja, toh juga ini baru latihan pertama, besok kita cari orang lagi." Ucap Rita mencoba menyemati temannya.
"Hm."
16.30
Sudah lama dari sejak bunyi bel tanda pulang sekolah berbunyi. Suara bising dari dalam ruang musik masih dapat terdengar. Sebuah kerja keras yang sedang mereka lakukan walaupun kali ini baru latihan pertama mereka.
Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam pun berlalu. Keringat mulai bercucuran hampir di seluruh tubuh mereka. Membuat pakaian putih yang mereka kenakan serempak hari ini menjadi lusuh akibat tetesan keringat yang mereka hasilkan.
"Yak, teman-teman! Terimakasih atas latihannya hari ini, kalian bisa berberes dan segera pulang kerumah masing-masing!" Tutup Dita.
Satu per satu dari mereka mulai meninggalkan ruangan tersebut dan hanya menyisakan Dira dan Dita yang masih sibuk membereskan beberapa barang-barangnya disana.
"Yak Dira!" Panggil Dita sukses mengagetkan Dira.
"Hm?" Jawabnya singkat.
"Selamat, selamat karena lo sudah mempunyai seseorang yang bisa ngejaga sekaligus ngertiin diri lo sekarang." Mengulurkan tangannya yang terlihat agak gemetar.
"Iya, makasih Dit." Membalas jabatan tangan Dira.
"Ucapkan itu juga pada Arka!" Lanjut Dita.
Dita POV.
Entah apa alasannya gue gak tahu. Yang pasti, setiap gue ngelihat Dira dekat dengan Arka, hati gue serasa gak karuan dan seperti dipukul oleh sesuatu. Bahkan saat sepulang sekolah tadi, sewaktu Arka memhampiri Dira hanya demi untuk memberitahunya bahwa dia ada latihan basket hari ini.
Saat itu, indera penglihatan gue serasa tak mau melihat hal tersebut. Apalagi saat gue mendengar bahwa Arka sudah menjalin hubungan dengan Dira, tubuh gue serasa tak mempunyai tulang sama sekali. Begitu lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDIRA
Teen FictionAku harap, kau dapat melihat bayangan diriku dalam penglihatanmu yang baru. Jangan khawatir padaku, karena keheningan disini membuatku nyaman untuk perlahan menutup mataku. Semoga cerita yang pernah kita tuliskan bersama, diakhiri dengan kata bahagi...