"Besok aku akan kesana, ada hal penting yang ingin aku bicarakan."
"Baiklah, tapi bukankah besok kau sekol-" Kata-katanya terpotong karena Dira mematikan teleponnya secara sepihak.
Tut.. tut.. tut..
Dira mematikan telfonnya secara sepihak dan sukses membuat Dokter Rafi cemas dan kebingungan di seberang ponsel sana.
***
Kehidupan adalah pilihan. Memilih bangun dan ikut menyambut hari, atau memilih memaksakan diri terlelap dan tak menjawab. Membuka mata sebelum matahari terbit adalah suatu tindakan berani untuk menyambut hari sebelum dibangunkan.
Langit yang masih gelap dan matahari yang masih malu untuk menampakkan dirinya di atas. Arka mulai membuka matanya yang masih nampak terasa berat. Rasanya baru saja ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur, tapi kini ia sudah kembali terbangun.
Drtt.. drtt.. drtt..
Sebuah benda yang belum diketahui namanya bergetar dari bawah bantal tempat Arka menidurkan kepalanya.
"Yaelah telat lu, gue udah bangun, gak tepat waktu banget lo jadi alarm, GAK GUNA!!!" Bicara dengan nada sengak sambil menjulurkan lidahnya mengejek pada sebuah benda kecil yang kini sudah ada di genggamannya.
Setelah kiranya nyawanya sudah terkumpul, Arka beranjak dari tempat tidur dan membawa langkahnya ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Cklek..
Tak beberapa lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan menampakkan Arka yang sudah rapi dengan seragam layaknya anak SMA, putih abu-abu. Dan kini ia sedang menatap dirinya sendiri di depan cermin yang ukurannya cukup terlalu besar untuk anak laki-laki.
"Astaga!!, itu siapa didalam cermin, gue? Ganteng banget yaelah, sampe ngalahin Manu rios aja." Memuji dirinya sendiri dan bergaya sok cool di depan cermin.
"Gak diragukan lagi emang ketampanan gue, hah." Sedikit menaikan dagunya ke atas sombong sambil menyisiri rambut pendeknya.
"Wajarlah kalau fans gue banyak, hehe."
Tok.. tok.. tok..
"Arka ayo turun, sarapan bareng, udah ditunggu ayah!" Ucap Mama Arka dari balik pintu tanpa membukanya.
"Iya mah sebentar lagi. Mamah duluan aja!" Jawab Arka.
Ia segera meletakkan sisir yang baru saja ia gunakan dan mengembalikannya ke tempat asal.
Melangkahkan kaki meninggalkan kamar dan menuruni beberapa anak tangga yang lumayan panjang. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti, ia mengingat sesuatu yang sangat penting bahkan lebih penting dari apapun.
"Ah iya, Dira, gue ajak sarapan bareng kali ya.." Memilin dagunya sebentar dan segera membalikkan tubuhnya ke arah yang berlawanan.
Ceklek..
"Woi, ayo sarap-" Arka terkaget, ia tak mendapati siapapun di kamar tersebut.
"MAMAH!!" Berlari ke bawah menuju ruang makan sambil masih berteriak layaknya anak kecil.
"Haishh, ada apa?" Tanya Ibu Arka agak sebal.
"Dira mah, Dira!!"
"Ah iya. Semalam Dira pamit sama mamah katanya mau pulang dulu."
"Arka berangkat dulu!" Menyahut tas dan segera meninggalkan ruang makan.
"Dasar anak gak ada sopan-sopannya sama sekali!" Menatap punggung anaknya yang hampir tak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDIRA
Teen FictionAku harap, kau dapat melihat bayangan diriku dalam penglihatanmu yang baru. Jangan khawatir padaku, karena keheningan disini membuatku nyaman untuk perlahan menutup mataku. Semoga cerita yang pernah kita tuliskan bersama, diakhiri dengan kata bahagi...