Malam sudah berganti pagi. Keadaan lebih terang dan bersinar dibandingkan dengan malam yang hanya terang oleh cahaya bulan dan kerlipan beberapa bintang.
Sebuah bangunan menjulang tinggi dengan kokohnya menyapa seluruh pandangan siswa yang barusaja menginjakkan kakinya di tanah halaman sekolah mereka.
Sebuah tongkat kayu terhentak-hentak diatas telapak tangan seorang guru bermata pelajaran bimbingan konseling yang tengah berdiri di belakang pintu gerbang, tak lupa dengan tatapan mematikannya.
Kriettt...
Hampir seluruh pintu gerbang tertutup, namun seorang murid laki-laki nampak berlari tergesa-tegesa dengan tangannya yang terulur memberi isyarat agar 'jangan tutup gerbangnya!'
Bukannya peduli, guru Bimbingan Konseling tersebut dengan sikap acuh dan kejamnya menutup paksa gerbang tersebut meskipun kini mendapat dorongan dari tangan Arka.
“Hey yak.. apa kau tak memiliki alarm di rumahmu?” Peringatkan guru tersebut dengan masih mencoba bersusah payah menutup gerbangnya.
“Kenapa? Apa bapak mau membeli alarm milik saya di rumah?” Jawab Arka dengan pertanyaan pula dengan nada sok polosnya.
“Baiklah masuk!” Membukakan pintu gerbang dengan penuh paksaan. Lebih baik dibuka daripada berdebat dengan makhluk aneh, pasti tiada hentinya.
Tak menunggu apapun lagi, Arka segera berlari bermaksud menghindari neraka dunia yang mungkin akan melahapnya kapan saja dan saat ini juga.
Srrtttt..
Sebuah tangan kekar berhasil menahan pergerakan kaki Arka dengan mencabik tas punggung yang ia kenakan. Bahu kekar juga terasa menubruk keras bahu Arka sebelum akhirnya berjalan dengan arah terbalik dengan posisinya saat ini.
Wajahnya seketika berubah menjadi wajah kesal bercampur tatapan tak suka. Dalam hati ia sudah mengutuk kakinya sendiri mengapa kakinya tak dapat melarikan diri dari neraka satu ini?
“Mau kemana kau? Ikut bapak ke ruang konseling sekarang juga!” Kata guru tersebut
Dengan langkah malasnya, Arka mengikuti guru tersebut dengan kaki yang ia hentak-hentakkan di atas lantai koridor yang ia lewati.
***
Gabut. Hening. Sepi. Sunyi kembali menyelimuti kelas Arka yang tak biasanya murid-muridnya tak ada yang mau angkat bicara satupun. Dion yang biasanya membuat kegaduhan dan kerusuhanpun tak menampakkan batang hidungnya sama sekali.
Aldo yang tak tahan merasakan atmosfer dalam kelasnya mulai menghening, mulai beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju depan kelas.
“Perhatihan-perhatian, orang ganteng mau bicara, tolong perhatiannya!” Ucap Aldo mengibaskan jasnya.
Semua pandangan mata sekarang sudah tertuju lekat memandang Aldo di depan kelas kecuali Dion yang masih sibuk dengan kekasihnya. Ponsel.
“Gue mau tanya, gunanya tangan buat apa?” Tanya Aldo menunjukkan tangan kirinya ke atas menunjuk langit-langit kelas yang nampak kosong.
Pandangan semua siswa mendadak hening. Seperti memikirkan sesuatu.
“Buat... MUKULIN DION! Hahaha..” Ucap Arka yang berhasil mendapat tawaan mengejek ke arah Dion.
“Apaan sih, gak jelas tau gak?!, sini lo kamprett!!” Acam Dion langsung mengalihkan pandang saat merasa semua orang menertawainya.
Dengan masih terbahak-bahak Aldo berjalan menuju tempat duduk yang tak jauh dari Dion yang tengah menatapnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDIRA
Teen FictionAku harap, kau dapat melihat bayangan diriku dalam penglihatanmu yang baru. Jangan khawatir padaku, karena keheningan disini membuatku nyaman untuk perlahan menutup mataku. Semoga cerita yang pernah kita tuliskan bersama, diakhiri dengan kata bahagi...