Hari berganti begitupun dengan bulan. Tak terasa sudah 3 bulan terhitung semenjak Dira bertanya pada Dokter Rafi mengenai perkembangan tentang penyakit yang ia derita.
Dan semenjak itu pula, ia sudah sangat jarang mengunjungi atau bahkan hanya sekedar mengecek perkembangan penyakitnya.
Karena ia rasa, sudah tidak ada gunanya mempertanyakan itu semua.
Suara teriakan dan tepuk tangan nampak terdengar bergemuruh memenuhi sebuah gedung yang kini digunakan untuk menggelar berlangsungnya acara pentas seni.
“Apa kalian sudah siap?”
“Tentu, mari kita buat hari ini menjadi hari kemenangan bagi kelas kita!”
Di lain sudut ruangan, nampak Dira yang tengah terduduk menatap teman-temannya dengan tatapan sayu.
Fikirannya mulai mengambang membayangkan nasibnya yang hanya akan bertahan beberapa bulan saja. Menatap senyuman di wajah teman-temannya membuatnya iri akan itu semua.
Tawa. Canda. Gurau. Semua itu akan hilang seperti angin yang menerobos keluar jendela. Semuanya akan berubah. 2 bulan akan terhitung dari sekarang untuknya meninggalkan dunia ini dan itu untuk selama-lamanya. Tak ada yang perlu disesalkan, mungkin itu adalah hal yang terbaik.
“Hai!” Sapa Arka membuyarkan lamunan Dira dengan menepuk pundak perempuan berambut pirang tersebut.
“Akh, Arka. Ada apa?”
“Tidak bergabung dengan mereka?” Menunjuk segerombolan orang di depannya.
“Malas!” Merapatkan jarak menaruh kepalanya diatas bahu Arka.
“Ehm, cantik..” Gumam Arka namun masih dapat terdengar oleh Dira, meskipun hanya samar-samar.
“Hm?” Mencoba menyakinkan pendengarannya.
“Tak apa, mau minum?” Tawar Arka dengan senyuman lembut.
“Tidak, aku hanya ingin seperti ini. Jangan meninggalkanku!” Mencengkeram erat bahu Arka, seakan tidak ingin melepaskan.
Arka cukup dibuat tertegun dengan sikap Dira yang selalu berlebihan seperti ini. Selau saja yang diucapnya ‘jangan tinggalkan aku’, sementara itu, tak pernah sedikitpun terlintas difikiran Arka untuk pergi dari sisi Dira, sedetikpun tak pernah.
“Hm, tapi bisakah jangan mencengkeram tanganku seperti ini? Aku kesakitan.” Mengerucutkan bibirnya lucu kearah Dira.
Dira berdesak kesal. Memukul bahu Arka dengan cukup kuat membuat lawannya mendengus kesakitan.
“Dira, ayo kita akan segera tampil!” Ucap Rita menghampiri Dira.
“Hm.” Mengangguk pelan.
Selesai bicara, Rita segera meninggalkan Dira yang masih terduduk asik bersama Arka.
“Aku pergi dulu!” Beranjak dari tempatnya.
“Baiklah, aku akan kesana bersama Dion dan Aldo dan melihatmu tampil diatas sana, fighting!” Arka tersenyum, mengusap lembut pipi Dira.
Dira hanya dapat tersenyum singkat membalas lambaian tangan Arka yang semakin lama, bayangannya semakin hilang dari pandangannya.
***
“Ada apa dengan wajahmu?”
“Ke- kenapa? Ada apa?”
“Mengapa kau memandangi mereka seperti itu?”
“Ah tak apa, bukankah kita akan tampil? Ayo!”
“Kau menyukainya?”
“Apa yang kau katakan? Tidak mungkin aku menyukainya!”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDIRA
Teen FictionAku harap, kau dapat melihat bayangan diriku dalam penglihatanmu yang baru. Jangan khawatir padaku, karena keheningan disini membuatku nyaman untuk perlahan menutup mataku. Semoga cerita yang pernah kita tuliskan bersama, diakhiri dengan kata bahagi...