16. Dream

560 58 94
                                    

Malam yang tenang menyelimuti keadaan dimana Arka sedang berdiri di balkon atas kamarnya.

Bingung. Hanya itu yang sekarang ia rasakan. Mengapa Dira selalu mengatakan bahwa Arka harus terus menjaga dan tak boleh meninggalkannya. Kata-kata itu seperti mengandung makna yang besar. Dan yang pasti, setiap Dira mengucapkan hal tersebut cairan bening akan segera menghiasi wajahnya.

"Apa ada yang dirahasiakan?" Lirih Arka seraya memandang langit yang nampak gelap.

"Tapi ini terasa aneh buatku."

"Apa aku harus mencari tahu?" Menggosok-gosok dagunya.

"Akh, apakah mungkin?" Gumamnya.

Heningnya malam membuat fikiran Arka menjadi damai dan tenang. Namun, satu hal yang masih dapat terbayang jelas di otaknya. Mengapa Dira selalu menangis?

Jika melihat itu, hati Arka serasa dihantam oleh batu yang sangat besar. Apakah ia membuat kesalahan? Hingga membuat Dira menangis?.

Tetapi jika itu karena alasan Arka akan meninggalkan Dira, itu tidak mungkin. Arka sangat mencintai Dira dan sebaliknya mungkin.

Tok.. tok.. tok..

Cklek..

Seseorang dari balik pintu mengetuk pelan pintu besar di kamar Arka. Suara derap kaki terdengar mulai memasuki ruangan tersebut.

"Arka." Ucap Ibu Arka yang mulai menghampiri anaknya.

"Em.. ada apa?" Katanya kepada Ibunya.

"Belum tidur?"

"Belum."

2 menit kemudian

"Mah, Arka mau tanya" Menoleh, menatap wajah ibunya.

"Jika seseorang selalu, ah tidak, mungkin hanya satu atau dua kali mengatakan, jika ia tidak ingin ditinggalkan oleh orang yang begitu dekat dengannya, dan ingin dirinya selalu dijaga suatu hari nanti, apa maksudnya?" Tanyanya dengan wajah serius.

"Mungkin ia akan pergi."

"Pergi? Lalu kenapa ia ingin dijaga suatu hari nanti?" Tanya Arka semakin serius.

"Mungkin dia ingin dijaga mulai saat ini, bukan nanti. Dan mungkin yang dimaksud dijaga bukanlah dirinya, tetapi sesuatu yang merupakan miliknya nanti."

"Mengapa? Mengapa kau menanyakan hal tersebut?" Heran Ibu Arka.

Tanpa basa-basi, Arka berjalan mendekat, menghampiri ibunya dan memeluk erat pinggang wanita paruh baya itu.

Terdengar suara isakan yang sangat pelan namun masih dapat didengar oleh Ibu Arka.

"Hei, ada apa?" Kaget Ibu Arka sembari mengusap halus kepala anaknya.

"Apakah Dira akan pergi meninggalkanku mah?"

"Ap- apa yang kau maksud tadi Di-dira?" Membulatkan matanya sempurna.

"Kenapa? Kenapa dia ingin pergi? Kenapa tidak disini saja dengan Arka?" Tangis Arka semakin pecah.

"Ti- tidak, dia tidak akan pergi." Ucap Mama Arka lembut.

"Jika rumahnya hilang, dia bisa tinggal disini kok, iya kan mah?" Ucap Arka polos.

"Hm." Jawabnya.

"Berhentilah menangis! Lihatlah, kau sudah besar! Apa kau tidak malu!" Mengusap air mata Arka yang mengalir di pipi tirusnya.

"Mama keluar dulu, udah malam, kamu juga cepat tidur!"

"Iya."

Langkah Ibu Arka semakin menghilang, hanya menyisakan jejak yang tak tampak di lantai kamar Arka.

ALDIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang