"Maafin gue Ka, gue belum siap ngasih tau ini semua ke lo."
"Gue takut nanti bakal ngrepotin lo, maafin gue Ka." Lirihnya dalam hati merasa bersalah.
Setelah 15 menit perjalanan dari danau, akhirnya mereka berdua sampai di sebuah restaurant yang saat ini sedang sangat populer di kotanya. Dan tentunya makanan disana sangat lezat dan dengan harga yang pastinya akan menguras habis dompet.
Mobil-mobil mewah yang berjejeran rapi di depan restaurant, sedangkan mereka hanya menggunakan scooter yang tak bisa dibilang mewah.
Orang-orang berjas dan bergaun mewah serta dengan aksesoris yang tidak sembarangan orang miliki, sedangkan mereka? Hanya menggunakan baju santai seperti yang mereka kenakan ketika di rumah.
"Ayo masuk, ngapain masih berdiri disana?" Ajak Arka.
"Ini restaurant mahal. Lo punya uang?"
"Jangan mikirin soal itu, yang penting lo bisa makan dan gak sakit, Ayo!" Menyeret tangan Dira masuk ke dalam restaurant.
Pintu restaurant kembali terbuka, Arka dan Dira berjalan bersama berdampingan menuju tempat duduk kosong di dekat jendela.
Orang-orang yang melihat kedatangan Arka dan Dira memberi tatapan tak suka dan ada sebagian yang hanya menghiraukannya.
"Permisi, mau pesan apa?" Seseorang pelayan wanita memberikan buku menu yang tak terlalu tebal seperti buku Sejarah Indonesia.
"Lo mau makan Dir?"
"Terserah lo!"
"Ini dua sama orange jus dua!" Jelas Arka sambil menunjuk gambar makanan dan minuman di depannya.
"Baik, Tunggu sebentar!" Ucap pelayan itu sebelum akhirnya pergi menjauh.
"Makasih Ka."
"Gak usah berterimakasih, dalam persahabatan, gak ada kata makasih atau pun maaf!" Kata Arka.
Dira merasa agak terkaget dengan penuturan yang baru saja Arka katakan. Arka menyebutnya sebagai sahabat. Apa ia tidak salah dengar? Apa pendengarannya kini masih berfungsi dengan baik?
"Lo nganggep gue sahabat lo?" Tanya Dira.
"Gak boleh?" Bertanya balik.
"Em, gak gitu."
"Yaudah, berarti boleh." Menjabat tangan Dira lembut.
Dira tersenyum manis kearah Arka "Makasih." Ucap Dira.
"Ini pesanannya, selamat menikmati.." Ucap pelayan wanita itu, membungkuk lalu pergi.
Makanan yang beberapa menit lalu mereka pesan kini sudah berada di depan mereka dan menunggu untuk dilahap.
"Makan dan habisin biar gak sakit lagi!" Perintah Arka.
"Iya."
15 menit kemudian
Meja yang mulanya penuh dengan makanan, sekarang hanya tersisakan beberapa piring kotor dan dua buah gelas yang masih sedikit menyisakan isinya. Entah kemana perginya semua makanan tersebut hingga tak menyisakan secuil makananpun di atas meja.
"Dir, gue boleh nanya?"
"Iya."
"Lo tadi nangis kenapa?"
Dira yang awalnya sudah melupakan kejadian tadi pagi di rumah sakit kembali bisa mengingatnya. Dadanya kembali sesak, matanya berkaca-kaca, hampir saja air mata lolos dari mata sipitnya, namun Dira sekarang jauh lebih bisa mengendalikan dirinya. Ia sadar bahwa sekarang ia sedang bersama seseorang yang harusnya tidak boleh mengetahui apapun yang kini tengah dirahasiakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDIRA
Teen FictionAku harap, kau dapat melihat bayangan diriku dalam penglihatanmu yang baru. Jangan khawatir padaku, karena keheningan disini membuatku nyaman untuk perlahan menutup mataku. Semoga cerita yang pernah kita tuliskan bersama, diakhiri dengan kata bahagi...