Segenap Rasa

234 25 3
                                    

   "Yauda deh,yuk kita lanjutin perjalanan." Ajak Adri,yang paling tua diantara mereka bersembilan.

   "Mang Ateng tetep ikut kan kak?" Tanya Fajar pada Adri kemudian.Fajar seperti mendapat teman baru,sejak tadi ia bertukar cerita dengan Adri.

   "Yadong,Mang Ateng kan juru kuncinya.Ya kan mang?" Adri mencoba bergurau.

   "Enya,pasti dong." Balas Mang Ateng dengan candaan pula.

   Sebenarnya Mang Ateng sudah terlalu tua untuk dipanggil Mamang. Dari guratan yang ada di wajahnya dapat terlihat kalau usia Mang Ateng lebih dari 60 tahun.

   Bapak dari Mang Ateng ini dulunya adalah seorang centeng untuk Belanda. Lebih tepatnya,para kompeni yang berada di Stasiun Radio Malabar ini.

   Jadi tak ayal jika Mang Ateng ini seperti perpustakaan berjalan,mengetahui semua yang ada di masa lalu.

   Dilain sisi,Mang Ateng juga memiliki kemampuan Clairvoyance,mampu melihat kejadian pada masa lalu. Kepopuleran Mang Ateng pun juga sudah tersebar luas di segala penjuru. Maka dari itu mereka pun amat segan padanya.

   Jam 08.15

   Mereka mulai mendaki ke gunung puntang. Jalanannnya sudah di aspal,tapi masih banyak belokan yang curam.

   "Hhh...capek banget gila." Anne mulai mengeluh kecapekan.

   Sejauh mata memandang,masih dapat terlihat puing puing pemancar radio dan juga kolam cinta tadi.

   Srekkk...

   Senja tergelincir sedikit,Fajar segera menangkapnya

   "Ati-ati Ja.Emang jalannya udah diaspal,tapi ini tetep licin.Udah sini,aku gandeng aja."

   Yang lain mencoba menggoda mereka. Padahal mereka pun tau jika Senja tak memiliki rasa apapun pada Fajar.

   Pemandangan sekitar masih belum terlihat seutuhnya. Wajar saja,di sekeliling mereka masih banyak sekali kabut,hingga agak sulit untuk melihat.

   "Jar,dingin banget. Gue ada phobia sama dingin." Senja mulai menggigil,giginya bergemeretak pelan.

    Fajar melepas jaket tebalnya,baju lengan pendeknya memperlihatkan lengan atletis miliknya.

   "Nih pake. Ini belum seberapa,lebih dingin lagi yang diatas." Ujarnya sembari memakaikan jaketnya pada gadis itu.

   Kali ini Fajar tidak hanya menggandengnya,tapi membawa Senja dalam pelukannya.

   "Idih idih...udah kayak jelema lagi pacaran aja." Lixa yang berada jauh didepan mereka berdua mencoba menggoda.

   "Apaan sih Lix. Jomblo dilarang nonton ya." Balasnya tak kalah menohok.

   "Dasar curut kasmaran!"

   Senja dan Fajar hanya tertawa kecil. Mang Ateng yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka menggeleng-gelengkan kepala.

   "Ja,tau nggak?" Tiba-tiba Fajar membangunkan Senja dari lamunannya.

   "Apa?!"

   Ini adalah kedua puluh kalinya gue muncak!" Ujarnya bangga.

   "Seriusan? Gila?! Lo manusia apa bukan,demen banget sama yang namanya gunung." Bukannya memuji,Senja malah meledek rekor yang dibuat oleh sahabatnya itu.

   "Kalau aja gue ngga ada alergi sama dingin,udah seratus gunung gue daki."

   Senja merentangkan tangannya hingga menabrak dada bidang Fajar.

Aku Jarak dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang