Sekali Lagi

64 7 4
                                    

"Gue balik dulu ya. Jan lupa ganti baju."
Ujar Vino sesaat setelah Senja turun dari motor.

"Iya kak siap. Makasih ya tumpangannya."

Setelah mengucapkan selamat tinggal Vino segera beranjak pergi mengingat hari yang mulai gelap.

Senja pun segera masuk ke dalam rumahnya dan bergegas naik ke lantau dua.

Dengan muka cemberut ia mengambil ponsel dan terlihat mencari nomor seseorang.

Ia menelepon Fajar.

"Sompral banget lo ya jadi orang. Udah tau gue nggak suka sama Kak Vino masih aja godain gue!" Teriak Senja penuh emosi.

Terdengar suara tawa terbahak dari seberang.

"Malah ketawa lagi. Ih malu banget tau! Mana gue dipipisin kucing lagi!"

"HAHAHA DEMI APA?!" Jawab Fajar dengan nada guraunya.

"Iyaa bego. Abis itu gue disuruh pake celemek sama dia. Muka gue mau ditaruh mana coba."

Fajar kembali tertawa. "Itu mah romantis ege."

"Ih romantis darimananya dah! Yang ada gue malu tau!" Balas Senja tak mau kalah.

"Heh dengerin gue deh. Justru momen lucu kayak gitu yang bakal lo inget terus Ja. Percaya deh sama gue."

"Hmm serah deh."

"Kok gitu sih jawabnya? Ayo dong hargai selagi ada. Toh dia juga baik banget sama lo selama ini."

Harusnya gue yang ngomong gitu ke lo Jar.

"Iya tau."

"Ja gue kayaknya semakin yakin buat nembak Zea deh. Gimana menurut lo?"

Sekali lagi Senja terhenyak kaget karena kalimat Fajar. Selalu begitu. "N-nembak? Kapan?"

"Rencananya sih pas liburan. Gue bakal ajak dia ke suatu tempat gitu."

Senja terdiam sejenak. Lalu menguatkan hati untuk menjawab kalimat Fajar barusan.

Ia mencoba agar suaranya tak terdengar bergetar.

"Dih klasik amat." Celoteh Senja mendamaikan suasana hatinya saat ini.

"Yaelah yang penting kan udah ada niatan kali. Masalah diterima ato nggaknya mah belakangan."

"Oh gitu yaudah deh semoga sukses. Gue mau mandi dulu. Bye!"

Senja menutup telepon.

Fajar yang agak merasa aneh dengan sikap Senja barusan kemudian berpikir.

"Gue ada salah sama dia apa dah? Masa gara-gara si Vino doang dia jadi kayak gitu. Ah dahlah ntar juga balik lagi." Ujar Fajar.

Sementara dikamarnya,Senja sudah terduduk lesu di dinding. Air matanya merangsek keluar sejak tadi. Hingga akhirnya turun dengan derasnya.

"Bohong lo Anne. Kata siapa hasil bakal sama kayak perjuangan kita. BOONG BANGET LO!" Teriak Senja kesal. Suaranya terdengar hingga ujung ruangan.

Suara tangisnya tak terdengar. Sunyi. Menandakan betapa naas keadaan hatinya saat ini.

Ia mengambil bantal. Memeluknya erat menutupi muka. Tak terasa bantal pun turut basah karenanya.

"Gini amat hidup gue. Giliran suka sama orang nggak kebales." Senja kembali menangis sesenggukan.

Ia mencoba menghentikan tangisnya namun usahanya itu pun gagal.

Jam menunjukkan pukul delapan malam dan Senja masih berkutat dengan tangisnya.

Satu jam lamanya hingga seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Ja buka dong. Abang mau masuk." Teriak Lucas dari luar kamar.

Senja segera menyeka air matanya. "Masuk aja bang ngga dikunci."

Lucas sudah dapat menebak apa yang dilakukan adiknya itu. Suara tangisnya agak terdengar dari luar.

"Nih abang bawain jeruk anget sama tisu. Kasian tuh mukanya jadi sembap banget."

Senja mengambil tisu tersebut sembari meletakkan jeruk hangat di meja. "Makasih bang."

"Minum dulu gih jeruknya. Abis itu kalo udah baikan lo bisa cerita sama abang. Gue tungguin deh."

Senja segera menyeka air matanya yang sudah banyak mengalir sejak satu jam yang lalu.

Lalu segera meminum jeruk hangat buatan Lucas. Ia menengguknya hingga tetes terakhir.

"Fajar bakal nembak Zea bang minggu depan." Kini suara Senja kembali normal dan tak parau seperti sebelumnya.

"Yakin lo?"

"Iya dia barusan nelpon gue bilang gitu. Masa iya dia boong."

"Sekarang abang tanya. Sejak kapan lo jadi minder gini? Setau abang lo nggak pernah kayak gini tuh. Lo tuh ya selalu berusaha ngedapetin apa yang lo mau meskipun itu sesuatu yang ngga mungkin."

Senja hanya terdiam mendengarkan.

"Papa sama mama ngga ngedidik kita buat gampang nyerah dalam hal apapun. Ngga pernah sekalipun. Gue abang lo,gue bakal selalu support semua keputusan lo. Jadi mulai sekarang lo harus kuatin diri. Kuatin diri sekali lagi. Abang yakin suatu saat lo bakal dapetin apa yang lo pengen."

Senja masih menyeka air matanya yang masih saja jatuh.

"Udah deh sekarang tegakin pundak lo. Yakin aja lo pasti bisa ngelewatin ini semua. Abang ngomong gini bukan karena abang sok asik,tapi karena abang udah pernah ngerasain keadaan lo saat ini. Dan nyatanya abang bisa ngelewatin itu semua dan dapetin yang gue mau."

"Iya bang. I got it. Makasih bang pencerahannya. Tumben banget kaga sompral hehe." Celetuk Senja mencairkan suasana.

"Nah kan sompralnya keluar lagi. Barusan aja nangis." Ujar Lucas.

"Lo tuh adek gue satu-satunya dan gue ngga mau adek gue nangis terus-terusan kaya gini. Awas aja kalo gue liat lo nangis lagi,gue toyor nih kepala." Lucas memegang pelan kepala adiknya itu.

"Lagian Zea orangnya kayak gimana sih?" Tanya Lucas sekali lagi.

"Ya gitu deh bang. Agak pendiem bisa dibilang introvert sih. Cuek abis orangnya tapi baik banget kok."

"Oh bagus dong kalo gitu. Biasanya jodoh kan cerminan diri."

"Maksudnya?"

"Iya cerminan diri. Zea orangnya kan pendiem nih sedangkan si Fajar anaknya cerewet banget. Jadi ngga cocok dong. Cocoknya sama lo,ekstrovert sama extrovert gitu."

"Jan ngadi-ngadi deh bang. Yang ada tuh malah ngga cocok karena kutub kita sama. Ah udah deh Senja mau mandi."

"Yee dibilangin ngeyel. Tau deh sono." Lucas meninggalkan kamar Senja.

Sekali lagi Senja merasa dikuatkan. Ia merasa mendapat banyak energi positif dalam dirinya.

Semoga selalu seperti ini Tuhan.


Aku Jarak dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang