Untuk Dia

140 9 0
                                    

23 April.

Hari ulang tahun Zea. Sejak jam Fisika dimulai Fajar sudah mengirimkan ratusan pesan pada Senja. Mengingatkan gadis itu agar setelah jam berakhir nanti tidak pulang terlebih dahulu.

Senja mendengus kesal. Ia bahkan tidak me-respons pesan dari Fajar sejak  tadi. Karena sebal ponselnya bergetar terus-menerus,ia pun membukanya.

"Ja"

"Senja"

"Woii!! "

"Eh buset budeg lo ya"

"Senja Marianne!!"

"BUKA NGGAK LO! GUE TRAKTIR SIOMAY DEH🙂🙂"

Senja akhirnya membalas.

"Paan sih? Ribut amat kayak ondel-ondel."

"Iya iya gue inget. Ntar gue langsung ke taman. Puas lo?!"

Tak butuh waktu lama bagi Fajar membalas pesan dari gadis itu.

"Nah gitu baru Senja-nya gue."

Senja tak membalas,ia segera memasang earphone-nya. Memutar lagu galau milik Fiersa Besari yang cocok dengan keadaan hatinya saat ini.

Ia merasa beruntung karena tempat duduknya di pojok belakang kali ini.
Jadi ia bisa dengan leluasa memandangi pemandangan lewat jendela.

"Lo kenapa dah? Belum kiamat tapi muka lo udah sedih banget." Tanya Anne.

Senja tak bergeming sedikitpun.

"Oh soal Fajar?"

Dibalas anggukan oleh Senja.

"Kenapa lagi sih dia?"

"Dia ngajak gue ngerayain ulang tahunnya Zea nanti. Gue takut kalau gue nggak kuat ngelihat mereka berdua."

"Jangan ngomong gitu ah. Kan ada gue,lo bisa minta bantuan gue kapan aja kok."

"Lo yakin mau bertahan? Atau nggak lo nyatain aja biar dia nggak salah paham nantinya."

"Gue pasti ngomong kok. Cuma nunggu waktu yang tepat aja. Karena gue ngga yakin dia bakal tetep nganggep gue sahabat setelah dia tau perasaan gue."

Anne mengangguk paham. Bohong memang jika Senja tak memiliki perasaan pada Fajar. Karena Anne tau bahkan hanya dengan tatapan mata Senja sekalipun.

Bel pulang telah berbunyi sejak tadi. Namun kaki Senja rasanya ngilu untuk digerakkan. Apalagi hanya sekedar berdiri merapikan tas.

"Gapapa nih gue tinggal?" Tanya Anne yang sudah membereskan bukunya sedari tadi.

"Iya. Gue bukan bocah kali."

"Yee..dimata gue lo kan masih bocah SD yang ingusan."

"Diem lo,bikin gue tambah badmood aja dah."

"Hehe. Yaudah gue balik dulu."

Senja melambaikan tangannya lemas. Ia ingin sekali merebahkan tubuhnya di kasur. Namun apa boleh buat,ia terlanjur berjanji pada Fajar. Terlebih lagi siomay gratis yang sejak kemarin ia inginkan.

Terkadang perut selalu menang dari hati.

"Udah siap? Kuenya mana?"

"Setan cebok!" Suara Fajar berhasil membuat Senja kaget dibuatnya.

Senja memukul lengan Fajar keras. Hingga terdengar suara debam yang kencang.

"Kalo ngagetin kira-kira dong! Lo kan tau gue ada asma."

"Hehe,iya-iya maap. Lagian muka lo sih pengen gue cubit aja. Lemes amat kayak roti sobek,kenapa lo?"

"Bukan urusan lo. Minggir." Senja segera mengambil sepatu kets miliknya di rak buku.

"Buset galak amat neng. Lagi PMS ya? Ketahuan banget."

Senja tak menggubris ucapan Fajar. Ia segera pergi ke kantin,mengambil kue yang kemarin ia beli dengan Fajar.

Dan tentang Zea,ia sudah berada di taman sejak jam sekolah berakhir.
Fajar dan Senja segera menghampiri gadis itu dan mengejutkannya dari belakang.

"Selamat ulang tahun Ze." Fajar menepuk pelan bahu Zea.

"Happy birthday,Ze." Sambung Senja. Mukanya kini berubah 180° dari sebelumnya.

Respons Zea tak seheboh yang Senja duga sebelumnya. Ia mengira Zea akan heboh dibuatnya.

Zea hanya tersenyum. Mengambil bingkisan hadiah dari Fajar lalu memotong kue.

"Garing amat dah." Gumam Senja pelan.

Tanpa Senja duga lagi,Fajar memberi whip cream kue di kening Zea. Sesuatu yang cukup cringe bagi cewek seperti Senja. Senja yang tak tahan segera mencari alasan agar ia bisa pergi dari situasi canggung itu.

"Gue ke kelas dulu ya,ada barang ketinggalan. Kalian lanjutin aja."

Bukannya menuju kelas,ia memilih untuk duduk di tepi lapangan basket. Menenangkan dirinya setelah melihat adegan yang sangat aneh baginya.

Langit sore ini indah sekali. Namun sayang tak sesuai dengan keadaan hati Senja yang kelabu.

"Belum pulang Ja?"

Senja terhenyak kaget. Untuk sedetik ia mengira Fajar yang menyusulnya. Namun tidak,adalah Vino yang menghampirinya.

"Lagi pengen disini aja."

"Nih." Vino menyodorkan air mineral miliknya pada Senja.

"Kakak sendiri nggak pulang?"

"Tadinya gue mau pulang,eh ngeliat lo jadi gue samperin deh."

Senja hanya mengangguk.

"Lo tau nggak kenapa gue nyamperin lo?" Tanya Vino.

"Kenapa tuh?"

"Soalnya ngga baik cewek jomblo sendirian. Di tepi lapangan pula. Ntar kesambet panjang urusannya."

Senja tertawa kikuk. Lelucon yang Vino lontarkan sama sekali bukan levelnya. Garing.

"Gue pulang dulu deh."

Karena suasana yang semakin canggung,Senja memutuskan untuk pulang. Niatan ingin menghindari Fajar,ia malah bertemu dengan Vino.

"Gue anterin deh. Sini tasnya gue bawain."

"Gausah kak. Gue bisa pulang sendiri."

"Yaudah kalo itu mau lo. Tapi nanti kalo ada begal gue nggak tanggung jawab ya."

"Ih kakak. Nakutin gue aja deh. Yaudah gue nebeng,ngrepotin deh jadinya."

Vino tertawa cekikikan mendengar Senja merengek seperti anak kecil.

"Selagi itu lo gue nggak papa kok." Vino mengambil tas punggung milik Senja.

"Lo tunggu sini gue ambil motor dulu."

Senja mengangguk. Lalu Vino beranjak pergi menuju tempat parkir mengambil motornya.

Mata Senja memicing ketika melihat Fajar dan Zea menuju ke arahnya.

"Kak Vino,tunggu!!"

Senja menyusul Vino. Ia tak ingin Fajar tahu kalau dia berusaha kabur darinya.

"Loh kok lo kesini? Kan gue nyuruh lo nunggu disana?"

"Hehe. Gapapa kok. Yuk kak,keburu malem. Serem." Tanpa perintah Senja segera menaiki motor ninja milik Vino. Ia pun menutupi mukanya dengan tangan.

Tanpa bertanya lagi Vino segera menaiki motornya dan mengantar Senja pulang. Tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.


Aku Jarak dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang