15 - Formalin

213 31 0
                                    

Bersamaan dengan matahari terbit, saat itu juga aku menaiki motorku berangkat sekolah. Hari ini adalah hari ke-4 anniv, hari terakhir pertandingan futsal. Aku berangkat lebih awal dari biasanya. Namun bukan hanya itu saja. Aku ingin segera ke sekolah, karena aku berharap bisa segera melihat keadaan Engga.

Sesampainya di sekolah tak kutemui Engga. Mataku terus mencari ke setiap sudut sekolah. Namun tidak kulihat juga. Tidak berhenti sampai disitu. Aku terus duduk di depan kelas, berharap jika Engga akan melintas. Hari ini aku sudah kembali ke kelas lamaku, karena kemarin ada pengumuman jika kelasku sudah selesai direnovasi. Memang sedikit jauh dari kelasnya Engga. Tetapi letaknya sedikit strategis, jadi sering untuk dijadikan jalur melintas.

Ternyata benar, penantianku tidak mengecewakan. Sekitar 4 jam lebih aku menunggu akhirnya ia melintas bersama teman temannya. Kelihatannya ia baru pulang dari lapangan futsal. Kulihat ia berjalan dengan sedikit pincang. Ada perban membalut kaki kanannya.

"Gapapa lahh juara 4 juga udah bagus, yang penting lo gapapa!" kudengar suara seorang temannya ketika melintas di depanku. Ia berbelok arah menuju kelas 12 sembari merangkul pundak Engga. Engga hanya membalasnya dengan senyum.

"Kaki Engga sampe kaya gitu?" tanyaku di balik smartphone yang aku gunakan untuk memata-matai mereka.

"Aku tau dibalik senyummu itu tersimpan rasa kekecewaan yang besar!" ujarku saat Engga mulai jauh.

***

Hari ini tepat pukul 05.30 aku sudah berada di sekolah. Di jadwal tertera jika hari ini ada kegiatan jalan santai.

"Yuk buruan ke GOR. Jalan santainya udah mau mulai!" ajak Lily dan Yuli yang baru datang dan menaruh tasnya diatas meja.

Setelah di GOR ternyata sudah banyak yang berkumpul. Suasana bising, karena mereka sibuk berbicara sendiri. Kusandarkan badanku yang sedikit lesu ke tembok pembatas gor dan aula. Kulipat kedua tanganku diatas perut. Mataku terus memperharikan setiap orang, namun tak ku temui juga wajah Engga disana.

Setelah sekitar 5 menit kulihat dari pintu gor masuk rombongan berpakaian kaos berwarna biru dongker dan bawahan seragam abu abu. Seketika kubenarkan posisi berdiriku.

"Engga" kataku setelah rombongan itu masuk dan ku dapati di rombongan terakhir seorang cowok yang berjalan dengan tersendat-sendat. Namun wajahnya masih dengan ciri khas Engga. Senyum manis yang selalu membuatku enggan memalingkan muka. Ia sempat menatap ke arahku dengan senyum sebentar. Tapi seketika kubuang muka karena tak ingin beradu tatap.

Tak lama setelah itu terdengar panggilan untuk segera merapat karena jalan santai akan segera dimulai.

"Dia gak kasihan apa sama kakinya?" ujarku pada diri sendiri setelah melihat Engga yang masih kesulitan berjalan. Tapi kondisinya lebih baik dari kemarin. Perbannya juga sudah dilepas.

***

"Minum minum!" kata Yuli sesampainya di sekolah. Ia seperti ikan yang tersesat di daratan. Memang rute jalan santai lumayan jauh. Niatnya sih jalan santai eh jadinya malah remuk di badan.. Hehe..

"Ini" kataku yang duduk di sebelahnya sembari menjulurkan tanganku yang memegang sebotol air minum dingin.

Beberapa menit kemudian terdengar suara yang mengharuskan seluruh warga sekolah untuk berkumpul di GOR. Yang sebelumnya sempat diadakan acara makan makan.

***

"Acara kaya gini gue selalu gak pernah dapet dorprize!" gerutu Yuli ketika pengumuman pembagian dorprize sudah hampir selesai. Namun ia belum juga beruntung untuk dipanggil namanya.

"Aku juga gak pernah sekali pun. Eh pernah sekali waktu jalan santai di desaku tuh. Aku dapet payung!" sahut Lily yang merasa nasibnya sama dengan Yuli. Aku yang mendengarnya hanya tersenyum karena aku pun merasa demikian.

"Ini untuk hadiah yang cukup besar juga. Ayo kita kocok. Dan nama yang beruntung... Ohh ternyata dari kelas 12!" suara dari atas panggung mengalihkan pandangan kita bertiga. Tak lama setelah itu diikuti sorakan dari belakang. Kurasa mereka adalah kelas 12.

"Ohh ternyata cowok yang dapat!" tambahnya yang diikuti sorakan kecewa dari cewek cewek yang dibelakang.

Aku, Yuli dan Lily memasang kuping dengan baik walaupun kita tidak berkesempatan mendapatkan hadiahnya.

"Engga Randy Saputra!" teriaknya diikuti sorakan yang mungkin itu adalah teman sekelasnya.

"Engga?" tanyaku kaget.

"Ada gak ini orangnya? Ohh itu dia!" ujarnya ketika melihat sesosok laki laki berjalan dari arah belakang.

"Kak Engga.. Kak Engga!" teriak orang yang ada di belakangku ketika Engga melintas di sampingnya.

"Kak Engga kok sombong gak mau noleh sih. Padahal biasanya gak gitu." tambahnya. Ia berlagak seperti sudah mengenal baik Engga. Perkataannya membuatku sedikit panas.

"Tu orang di belakang sok kecantikan banget sih. Kaya udah kenal deket sama Engga aja?" kata Yuli sedikit sinis sembari menatap dengan wajah judesnya.

"Yaudah lah biarin!" jawabku dengan tersenyum. Padahal di dalam hati udah pengen napok tu orang. Huh sabar..

Tak lama setelah itu Engga turun dari panggung. Diikuti suara tepuk tangan dari rekan rekannya. Ia tersenyum lebar sembari mengangkat hadiah yang ia dapatkan. Dengan kaki yang masih sedikit sakit ia berjalan menjauhi panggung.

Kamu itu formalin
Bikin aku kaku
Kena dikit senyummu
Bikin gak bisa gerak
Yang jelas cintaku semakin awet

Kataku sedikit melirik Engga yang melintas di sampingku.

Tentang Dia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang