37 - Ditembak?

180 21 3
                                    

"Apa?" teriak Lily sembari memelototkan matanya. "Agas nembak lo?" tanyanya dengan wajah shock. Aku hanya mengangguk tanpa berkata apapun.

(Flashback on)

"Apaan sih gak lucu" ujarku dengan penuh perasaan kesal. Seketika kututup ponselku karena merasa malu sudah mengucap kalimat itu kepada Agas.

"Taa tunggu dulu" ucap Agas di ujung ponsel yang berhasil membuatku mengurungkan niat. "Gue mau ngomong" tambahnya dengan nada yang serius.

Suasana hening. Pikiranku susah untuk tenang. Ucapan Agas terlihat serius. Entah apa yang ingin dia katakan. Beberapa menit kemudian dia berbicara.

"Ta gue mau hubungan kita lebih dari seorang sahabat" ujarnya yang membuatku terkejut. "Gue pengen lo jadi pacar gue" ujarnya sekali tarikan nafas. Rasanya jantungku berdetak tak beraturan. Tanganku dingin. Mulutku menjadi gagu berbicara.

"Gas...

Agas memotong ucapanku. "Ta gue serius, gue pengen kita pac...

"Gas dengerin aku" bentakku memotong ucapan Agas. "Aku gak bisa" ucapku dengan nada yang semakin melirih. Tanpa aku sadari air mataku menitih. Perasaanku kacau. Aku bingung, entah apa yang harus kuperbuat. Seharusnya aku senang karena ia adalah cinta pertamaku. Tapi perasaan ini sekarang berbeda. Ruang hati ini sekarang sudah terisi oleh Engga.

Suasana hening. Telepon masih tersambung, namun tak satupun diantara kami yang angkat bicara.

"Apa ada orang lain di hati lo?" sontak pertanyaan Agas membuatku terkejut.

"Eee... Enggak" jawabku terbata bata dan terpaksa berbohong.

"Trus kenapa?" tanyanya sedikit menaikkan nada bicaranya. Belum pernah kudengar Agas seperti ini. Apa dia benar benar marah?

"Aku gak pengen persahabatan yang udah kita bangun sejak dulu rusak cuma gara gara kita pacaran" jelasku. Mungkin dengan begini, aku tidak terlalu melukai perasaan Agas.

Maaf gas aku terpaksa berbohong, batinku yang tak mampu kusampaikan.

Agas tertawa kecil. Entah apa yang ia pikirkan. "Udah lo tidur, udah malem" ujarnya yang meleset jauh dari topik pembicaraan. Belum sempat aku membalas ucapannya, ia sudah menutup teleponnya.

(Flashback off)

"Wahh parah lo Ta" ujar Lily sembari menggelengkan kepalanya. "Parah banget sumpah" tambahnya. Aku menyeringai kebingungan. Entah apa yang salah dengan tindakanku.

Kalian jangan heran bagaimana Yuli dan Lily bisa tau soal Agas. Sebelumnya mereka sudah pernah kuberitahu tentang Agas. Tentang dia yang hadir kembali dan berusaha masuk dalam kehidupanku, semua kuceritakan tanpa ada yang terlewat kepada mereka.

"Harusnya lo itu terima aja dari pada lo ngarepin Engga yang gak jelas" celetuk Yuli sinis. Ucapan Yuli benar benar membuatku berpikir. Memang benar aku terlalu berharap dengan Engga yang jelas jelas tidak mempunyai perasaan yang sama sepertiku. Harusnya aku bisa menerima Agas. Tapi aku tidak mungkin menjadikan Agas sebagai pelampiasanku.

Ini semua perkara waktu. Mungkin, jika Agas mengutarakan ini semua sejak dulu, tanpa berpikir panjang pun aku akan menerimanya. Namun, setelah sekian lama ia menghilang, kurasa perasanku kini sudah berbeda. Hal ini benar benar membuat kepalaku pening.

"Hehh lo mau kemana Taa!" teriak Lily karena aku beranjak pergi meninggalkan mereka. "Heiii Ta tungguin" teriaknya lagi sembari berlari mengejarku.

***

"Aduhh" pekik Yuli saat menabrakku yang tiba tiba berhenti di depan kantin. Lily dan Yuli terus saja menggerutu perihal aku yang berhenti mendadak. Kulihat seseorang dari arah berlawanan berjalan mendekatiku.

"Haiii Ta?" sapanya. "Mau ke kantin?" tanyanya ketika melintas di sampingku. Dia menebar senyum kepadaku. Tidak jauh beda dengan wanita yang berada di sebelahnya.

Aku tersenyum lebar. "Iyaa kak" jawabku diiringi langkahnya yang mulai meninggalkanku.

"Wati Intansari" batinku saat melihat name tag yang melekat pada seragam seorang wanita yang melintas bersama kak Ani. Kuputar kepalaku mengikuti langkah wanita itu. Tubuh mungil wanita itu mulai berjalan menjauh. Wajah manis dengan balutan pipi chubby terlintas dibenakku. Apa dia orangnya?

"Hoeee lihat apa si?" bentak Lily sembari menepuk pundakku. "Jadi ke kantin nggak ni?" tambahnya. Dengan segera kubalikkan badanku kembali dan mulai berjalan menuju kantin.

Jika fisik yang kau cari
Aku mundur
Jika paras yang kau cintai
Aku kalah
Jika dengannya yang kau nanti
Aku menyerah

Dia cantik, dia baik, dia manis. Tak ada alasan untuk Engga tidak menyukainya. Apa sebaiknya aku benar benar menyerah, seperti yang dikatakan oleh Yuli?

"Setidaknya sifatnya jauh lebih baik dariku, dengan begitu aku ikhlas melepasmu" gumamku dalam hati dengan pandangan kosong menatap setiap kaki yang melangkah menuju kantin.

***

Hai readers😊

Please give vote & comment ya!🙏

Biar akunya semangat nulis.. Hehe

Tentang Dia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang