Suara gemercik air yang jatuh dari ujung genting terdengar jelas. Terdengar gemuruh yang menjadi pelengkap derasnya hujan malam hari ini.
"Huftt." suara hembusan nafas hingga terlihat ada asap yang keluar dari mulutku. Dengan secangkir teh panas manis, kuhangatkan tubuhku yang terasa kaku karena dingin. Sedikit ku tarik selimut untuk menutupi kakiku yang hampir beku.
Sejak sore hingga kini, hujan belum juga reda. Sesekali reda namun tak lama setelah itu hujan kembali datang dengan gemuruh dan angin yang menjadi temannya.
"Nata pelajaran buat besok dulu lah!" kataku setelah menyeruput secangkir tehku. Karena kehujanan pulang sekolah sore tadi, membuatku enggan meninggalkan kamar apalagi meninggalkan selimutku.
"Eh!" kataku saat menemukan selembar kertas kecil berwarna biru muda yang jatuh setelah aku mengeluarkan buku yang ada di dalam tas. Derasnya hujan sore tadi membuat tasku sedikit basah, sehingga aku harus mengeluarkan seluruh isinya.
"Ini kertas apa?" tanyaku sembari mengambil kertas berwarna biru muda yang tergeletak di lantai.
"Nomer Hp Engga!" kataku dengan tersenyum sembari berdiri meletakkan buku-buku pelajaranku ke atas meja belajar.
Beberapa hari lalu, setelah pulang dari sholat dzuhur kak Ani mencegatku di depan kelasnya.
"Apa ini kak?" tanyaku saat itu yang kebingungan karena kak Ani memberikan kertas kecil berwarna biru muda.
"Nomernya Engga!" katanya sedikit berbisik sambil memasukkan kertas itu ke genggaman tanganku.
"Tapi aku kan....
"Udah ambil aja, gue masuk dulu ya!" katanya menyela omonganmu saat terburu-buru memasuki kelas.
Entah aku sendiri tak mengerti apa maksud kak Ani memberikan nomer HP Engga. Padahal aku tidak pernah meminta sebelumnya. Tapi sekarang aku berpikir ada pentingnya juga. Rasanya ini semua seperti sudah direncanakan. Kelakuan Ical yang membuatku malu, Kak Ani yang memberiku nomer Engga. Semua seperti sudah disusun secara rapi.
***
"Chat enggak.. Chat enggak?" tanyaku kebingungan karena beberapa kali mengetik dan menghapus pesan setelah aku memasukkan nomer Engga.
Aku berpikir akan meminta maaf kepada Engga soal kelakuan Ical. Menurutku ini sudah sangat memalukan.
Redita : Assalamualaikum, maaf sebelumnya ganggu, aku mau minta maaf soal Ical. Itu semua Ical yang ngarang aku gak pernah minta ketemu. Sekali lagi maaf kak. Lupain aja apa yang Ical bilang
"Eh centang 2!" kataku setelah mengirim pesan panjang lebar kepada Engga. Aku merasa sedikit canggung, takut dan malu. Perasaanku campur aduk. Beberapa menit ku tunggu namun tak kunjung ada balasan. Terlintas pikiran jika memang Engga tidak pernah merespon diriku.
"Yaudahlah tinggal sholat dulu aja!" kataku karena merasa frustasi.
***
"Huh kenapa badan rasanya sakit semua sih!" kataku saat menghempaskan tubuhku ke atas kasur.
"Oiya Engga!" kataku sembari mengambil Hp di atas meja belajar.
"Ehh.. Yessss Horee... !" teriakku dengan suara agak ketahan supaya tidak terdengar sampai keluar. Aku bertingkah seperti orang gak waras. Setelah melihat ada notif dari Engga aku loncat-loncat yang sebelumnya sempat memasukkan kepalaku di bawah bantal.
Engga : Waalaikumsalam iyaa gapapa santai aja dek☺
Aku senyum-senyum sendiri membaca balasan dari Engga. Rasanya lebih bahagia dari mendapatkan uang 1 M atau mendapatkan 1000 permen lolipop saat kecil.
Redita : Tapi tetep gak enak kak. Sekali lagi maaf ya😌
Tanganku merasa gemetar saat mengetik pesan. Sesekali aku masih loncat-loncat karena tidak bisa membendung rasa bahagia. Padahal sih cuma chat gitu doang. Tapi bahagianya kaya ditembak aja.. Hehe..
Engga : Iya iyaa santai. Ical emang gitu orangnya
Redita : Tapi tetep gak enak🙄
Engga : Di kasih garam biar enak😅
Redita : Emang masakan dikasih garam?🙄
Engga : Lha katanya gak enak 😅
Aku gak pernah berpikir kalo Engga ternyata orangnya Humoris juga. Aku seneng dia welcome. Tapi apa dia gini karena cuma menghargai aku aja?
Redita : Ya tapi jangan ditambah garam
Engga : Ditambah oli ya enak 😂
Redita : Nanti jadinya semur oli?
Engga : Gitu ya boleh!
Aku berpikir, aku akan jujur soal waktu itu. Sebaiknya dia tau. Karena aku merasa bersalah jika terus menyembunyikannya.
Redita : Aku mau bilang tapi kamu jangan marah ya?
Engga: Iya apa?
Redita : Sebenernya yang nitip salam lewat Kak Ani itu aku
Engga : Iya aku udah tau!
Redita : Loh kok udah tau?
Engga : Iyaa Ani udah cerita!
Redita : Kamu gak marah?
Engga : Enggak lah kenapa harus marah?
Redita : Ya siapa tau!
Engga : Enggak kok!
Redita : Gak belajar kak?
Tanyaku mengalihkan pembicaraan dengan mengirim balasan.
Engga : Enggak libur. Malam minggu😅
Redita : Eh lagi malming ya? Maaf ya ganggu!
Aku gak tau kenapa aku berani berkata seperti itu.
Engga : Lahh enggak
Redita : Yaudah kak tidur udah malem!
Lagi lagi aku melontarkan perkataan yang gak masuk akal dan entah dapat keberanian dari mana sehingga berani berkata seperti itu. Beberapa menit kutunggu tapi tak kunjung ada balasan dari Engga. Aku berpikir mungkin dia sudah tidur karena ini terbilang sudah sangat malam.
"Ini semua salahku. Kenapa aku gak bisa membendung rasa kagum ini. Kini rasa kagumku sudah meluap menjadi suka. Atau bahkan sudah menginjak cinta. Aku takut jika berkembang menjadi sayang. Dan aku lebih takut jika rasa sayang menjadi takut kehilangan!" kataku sembari memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia [END]
Ficção AdolescenteJika mendengar kata "Dia" siapa yang ada dipikiran kalian? Dia yang menjadi orang spesial dalam hidup kalian? Atau Dia yang selalu kalian benci? Atau justru Dia yang menjadi masa lalu kalian? Ini cerita Tentang Dia Yang kusuguhkan untuk kalian semua...