24 - Absen

151 27 0
                                    

"Pedes ya!" kataku sedikit berteriak kepada Yuli yang sedang berbelanja siomay di kantin. Karena merasa sesak aku menunggunya di bawah pohon depan kantin. Mataku terus memperhatikan apapun yang melintas.

"Kak Ani" sapaku sambil melambaikan tangan ketika melihat seorang gadis berpipi chubby itu melintas di keramaian. Dia terlihat kebingungan mencari asal suara yang memanggil namanya. Dan pada akhirnya ia menemukan diriku yang sedang berdiri mematung di bawah pohon.

"Hei Ta ngapain berdiri disini?" tanyanya setelah mengampiriku. Belum sempat kujawab pertanyaannya, Yuli dan Lily sudah berjalan mendekatiku dengan membawa 3 bungkus siomay. Kak Ani sepertinya sudah paham setelah melihat mereka.

"Eh btw, dia hari ini gak masuk lho!" katanya mengalihkan pembicaraan. "Neneknya meninggal!" tambahnya kemudian sedikit berbisik. Sebelum akhirnya ia bergegas pergi meninggalkanku.

"Innalillahi" kataku Lirih. Pikiranku campur aduk. Memikirkan bagaimana perasaan Engga saat ini.

"Mau gue anterin taziah?" tanya Lily yang melihatku melamun memikirkan sesuatu. Kepalaku menggeleng. Dalam hati aku ingin sekali ke rumah Engga. Tapi hari ini aku ada ekskul yang tak bisa kutinggalkan.

***

"Cal neneknya Engga...

"Iyaa, tapi bukan nenek kandungnya," jawabnya memotong pertanyaanku ketika bertemu Ical di ekskul seusai pulang sekolah.

"Itu kakak neneknya Engga!" tambahnya menjelaskan. Rasa khawatirku seperti hilang setelah mendengar perkataan Ical. Walaupun Engga tetap merasa kehilangan, namun setidaknya aku lega karena nenek kandungnya masih bersamanya.

"Besok aja kita taziah bareng kesana!" ajaknya kepadaku. Aku yang mendengarnya hanya mengangguk dengan tersenyum. Ical sepertinya paham jika aku tidak bisa melewatkan sehari pun tanpa melihat Engga.. Hehe..

***

Jari tanganku rasanya sudah mulai gatal ingin chat Engga. Namun kukendalikan nafsuku supaya tidak liar. Saat ini mungkin ia sedang berduka. Dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya.

Saat aku berusaha mengontrol keinginanku yang mulai menjadi, tiba tiba ada getar yang yang mengalir di tangan kananku. Tidak lain dan tidak bukan ternyata itu berasal dari handphone yang sedang kupegang.

Kulihat ada sebuah telepon dari nomer yang tidak kukenal. Namun ketika hendak kuangkat si penelepon mematikannya. Kuabaikan hal tersebut dan kuletakkan hadphone-ku tepat di sebelah tanganku yang menempel pada sebuah meja.

Biar hanya aku yang merindu
Biar hanya aku...

Tiba- tiba terdengar getar lagi dari ponselku ketika aku sedang mengisi buku harianku. Hal sama lagi yang terjadi. Beberapa kali nomer tak dikenal tersebut meneleponku, namun belum sempat kujawab ia sudah mematikannya.

Seketika kumatikan smartphone-ku karena merasa mulai geram dengan sang penelepon anonymous itu. Dan aku mulai melanjutkan aktivitas yang sebelumnya kulakukan.

Biar hanya aku yang merindu
Biar hanya aku yang menunggu
Dalam relung rindu
Di malam yang sendu

***

Seusai pulang sekolah hari ini aku sudah bersiap untuk ke rumah Engga. Bahkan sudah mempersiapkan mental untuk menemui Engga pertama kalinya.

"Sorry kemarin gue udah kesana sama nyokap gue!" terlontar perkataan saat kutemui seorang lelaki itu di depan kelasnya. Tanpa rasa bersalah dia berkata demikian. Mungkin baginya ini suatu hal yang biasa. Namun hal ini membuatku sangat kecewa.

Dan lebih parahnya dia tidak mau mengantarku ke rumah Engga. Alasan yang sudah sering terdengar. Yaa dia sibuk dengan kegiatannya.

"Apa mau gue anterin Ta?" tanya Lily yang berdiri menyaksikan drama yang dibuat Ical siang hari ini. Sepertinya ia melihat kekecewaan yang tergambar di raut mukaku.

Aku menggeleng. "Aku mau pulang!" kataku kemudian sembari berjalan meninggalkan Lily.

"Dasar cengeng!" kataku saat berlari menuju parkiran sembari mengusap air yang semula terbendung di kantung mataku.

Tentang Dia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang