29 - Masih Teman Baik

175 30 0
                                    

"Iyaa kamu simpan dulu" kataku ke Lily lewat telepon. Sebelumnya ia sempat memberitahu jika dompetku tertinggal di motornya. Seusai pulang dari cafe tadi, aku memang buru buru sehingga tidak sempat mengecek barangku.

"Oiya Ta, ntar nyontek PR Mat ya?" celetuknya saat aku baru saja ingin menutup telepon.

"Iya ntar kalo udah ngerjain"

"Beneran lo Ta awas boong" katanya mengancam. Aku hanya mengiyakannya.

"Oiyaa ta....

"Apa?" tanyaku sedikit membentak yang memotong ucapan Lily. Karena merasa sangat letih dan terlalu memikirkan UTS untuk pekan depan, emosiku menjadi tidak stabil. Alhasil Lily ikut kena imbasnya. Belum sempat menjawab pertanyaanku Lily sudah menutup teleponnya. Mungkin ia takut kena semprot kali ya.

"Apa lagi sih Li iya ntar aku kirim kalo udah ngerjain" tegasku dengan sekali tarikan nafas.

"Lii siapa, Lee Min Ho atau Lee Jong Suk?

Terdengar suara cowok. Aku menyeringai kebingungan. Seketika kulihat layar ponselku. Ternyata nama Agas Ardian yang tetera. Bodoh. Aku mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang meneleponku.

"Sorry" kataku kemudian karena merasa malu. Sepertinya aku harus lebih berhati hati, karena Agas sekarang lebih sering menelponku. Mungkin karena chatnya jarang kubalas.

"Kenapa?" jeda. "Lagi banyak pikiran?" tanyanya menghiraukan ucapan maafku. Sifatnya masih sama, bahkan kebiasaan kecil dari diriku pun dia masih ingat.

Aku hanya diam. Agas pun demikian. Beberapa saat hening.

"Coba lo angkat ibu jari lo" celetuknya dengan nada penuh perintah.

"Buat apa?"

"Udah lo lakuin aja" ujarnya. Aku pun mengikuti apa yang ia instruksikan.

"Lo tau kenapa ibu jari itu sendiri dan terpisah dari jari jari lain?" tanyanya. Aku hanya bergumam lirih sembari menggeleng.

"Karena si ibu jari mau nyari bapak jari" jawabnya diembel-embeli ketawa keras. Lain halnya denganku yang merasa sedikit kesal karena tertipu.

"Bercanda" jeda. "Lo perhatiin lagi!" perintahnya. Lagi lagi aku mengikuti perintahnya itu.

Beberapa menit tak ada suara dari telepon. Kulihat telopon masih tersambung. Aku berdehem untuk mengode dirinya. Beberapa saat ia angkat bicara.

"Ibu jari itu kuat, ia yakin bahwa dirinya bisa berdiri tegak melawan semua masalahnya" ia menghela nafas. "Coba lo lihat, dia berdiri di paling ujung dan lebih rendah dari pada jari yang lain. Tapi ia bisa membuktikan bahwa dirinya lah yang sering dijadikan ikon keberhasilan" tuturnya.

Aku terus menatap ibu jariku dengan tatapan kosong yang memaknai ucapan Agas. Aku merasa ada ribuan sinyal positif yang menghantamku.

Siapa dia? Lelaki yang bisa memahami diriku. Siapa dia? Yang mengenalku lebih baik dari siapapun. Dia hanya lelaki yang telah lama menghilang.

Sejak ia datang kembali di kehidupanku, sekalipun aku belum menanyakan alasan ia tak ada kabar selama ini. Bahkan alasan ia kembali pun aku tak ingin tau.

"Makasih" ujarku dengan lemah.

"Yaudah sana kerjain tugas lo" suruhnya. "Ntar si Lee Min Ho nungguin lagi" Aku tertawa kecil mendengarkan ucapannya. Mungkin maksud dia si Lily, karena tadi aku sempat memanggilnya Li karena kukira Lily yang sedang meneleponku.

"Gas?" panggilku sebelum pembicaraan ini berakhir.

"Yaa?" sahutnya.

"Kita masih temen baik kan?" tanyaku. Aku merasa ada desakan dari hati yang menyuruhku untuk memperbaiki hubunganku dengan Agas. Apapun kenangan buruk di masa lalu, perlahan mulai memudar. Dan sepertinya aku mulai bisa menerima kehadiran Agas kembali.

"Enggak" jawabnya datar. Aku sedikit kaget dengan ucapannya. Aku berpikir jika ia benar benar tidak menganggapku teman baiknya lagi.

"Sekarang lo calon pacar gue" tambahnya mendahuluiku yang ingin berbicara. Aku tidak mengerti dengan ucapannya, namun karena sifat Agas yang humoris kupikir itu hanya bagian dari leluconnya.

"Kapan kamu balik kesini?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Mungkin pekan lalu"

"Liburan?" tanyaku.

"Enggak, nurutin permintaan Rindu, katanya pengen ketemu sama Si item"

"Gas aku serius" bentakku karena mulai kesal dengan leluconnya.

"Emang lo pikir gue gak serius?" tanyanya diujung ponsel. Karena merasa bete aku hanya diam.

"Udah sana tidur, dan jangan lupa..

"Cuci muka?" ketusku memotong ucapannya.

"Bukan"

"Trus?" tanyaku heran. Biasanya ia selalu meledekku demikian.

"Jangan lupa siapin makanan, ntar gue mampir ke mimpi lo!" jawabnya ngasal. Aku hanya tersenyum kecil dan mulai memejamkan mata.

Tentang Dia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang