~Yang aku takutkan bukan ketika kamu tidak membalas perasaanku, tetapi ketika kamu pergi ninggalin aku~
***
Suasana bising mulai menggema sepanjang koridor sekolah. Usai beredarnya kabar jamkos, orang orang mulai bertebaran mencari tempat yang cocok untuk mereka memulai ghibah. Tidak sedikit dari mereka yang memenuhi sepanjang jalan, menjadi penyumbat untuk melintas.
Masam, itulah ekspresi wajah yang kutunjukkan saat ini. Kalian jangan salah paham, aku bukannya tidak bahagia dengan kabar jamkos yang menjadi surga dunia anak sekolah. Namun, penyebab jamkos itulah yang membuatku seperti ini.
Terdengar suara hentakan kaki yang mulai mendekat menjadi pengecoh lamunanku. Dan benar saja belum genap satu jam kabar jamkos itu beredar, kini segerombolan kakak kelas mulai menyambangi setiap pintu yang terbuka.
"Astaga aku belum siap" panikku yang mondar mandir mencari tempat yang pas untuk sembunyi.
"Aduh gawat gawat, kalian harus nganterin aku ke toilet sekarang" gelisahku saat menghampiri Lily dan Yuli yang sedang asik menghibah. Merasa heran dan kebingungan dengan tingkahku Lily pun beranjak dari tempat duduknya.
"Ohh jadi itu" gumamnya dengan tersenyum picik. Senyum yang sepertinya menyimpan begitu banyak rencana. "Gamau ah gue gak kebelelet" tolaknya sembari mendudukkan tubuhnya ke posisi semula.
"Yuli kalo gitu kamu anterin aku ya" mohonku degan menangkupkan kedua telapak tangan sembari memasang puppy eyes.
"Emmm... Aduh sakit Lily" pekik Yuli sembari melihat sejenak ke arah Lily. Dapat dilihat jika Lily sedang mengode Yuli untuk menolak ajakanku.
"Yaudah deh aku ke toilet sendiri" ujarku dengan berlari meninggalkan mereka.
"Rani Rani lo tutup pintunya jangan biarin Redita keluar" teriak Lily yang langsung dijalankan oleh Rani yang sedari tadi berdiri di ambang pintu.
"Rani pliss bukain ya aku mau keluar" mohonku dengan nada yang mulai panik.
"Udah lo di dalem aja" ia masih bersikeras menahanku supaya tidak keluar.
"Rani plis aku kebelet" bohongku dengan berusaha meraih knop pintu yang sedari tadi ia pegang. Namun usahaku nihil, tanganku kalah dengan tangan seorang atlet karate.
"Udah mendingan lo kembali aja ke tempat lo, tu lihat kakel udah pada bertebaran" ujarnya sembari menarik lenganku menuju tempat dudukku yang sebelumnya ia sempat melirik sekilas ke arah jendela.
"Udah lo duduk manis aja" sindir Lily sembari cengengesan tidak jelas.
Saat ini segala perasaan panik mulai menjelajah pada diriku. Berulang kali aku menghirup hembuskan udara untuk mengontrol jantungku yang berdetak abnormal. Bahkan kini tanganku terasa dingin.
Kalian pasti bertanya apa yang menyebabkanku sepanik ini. Hal penyebab jamkos lah yang membuatku seperti ini. Karena 2 hari lagi kakak kelas akan menjalani ujian akhir jadi sudah menjadi tradisi jika kakak kelas akan meminta doa kepada adik kelas.
Dan apa masalahnya? Mungkin ini tidak masalah untuk kalian, tetapi ini menjadi masalah besar untukku. Karena aku akan menemui seseorang yang sering kusebut dengan panggilan Engga.
Cleeekkk
Mulutku dibuat menggerutu hebat ketika mendengar ada yang menekan ganggang pintu. Aku berusaha membuka mataku secara perlahan yang sedari tadi kupejamkan.
Perasaanku dibuat lega ketika rombongan itu bukan berasal dari kelas Engga. Setelah meminta doa dan berjabat tangan rombongan itu keluar, dan diiringi masuknya rombongan dari kelas lain. Saat kulirik sekilas tidak ada tanda tanda bahwa itu dari kelas Engga, huh aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia [END]
Teen FictionJika mendengar kata "Dia" siapa yang ada dipikiran kalian? Dia yang menjadi orang spesial dalam hidup kalian? Atau Dia yang selalu kalian benci? Atau justru Dia yang menjadi masa lalu kalian? Ini cerita Tentang Dia Yang kusuguhkan untuk kalian semua...