18 - Adiwiyata

202 26 0
                                    

"Lo aja sana gue gak mau!" gertak cewek cewek judes yang agak sewot. Sebelumnya Aldi sempat memintanya membersihkan taman kelas. Hari ini adalah hari jumat, jadwalnya kegiatan adiwiyata. Biasanya wali kelas tidak pernah absen mengecek kelas. Dan pastinya tidak pernah absen menjadi komentator siswa yang malas bersih-bersih.

"Udah biar aku aja yang bersihin taman!" sahutku saat Aldi mulai kewalahan menghadapi anak buahnya yang malas. Lily, Yuli dan 2 orang rekanku juga mengikutiku dengan membawa sebuah sapu dan pengki. Kami berjalan menyusuri kelas kelas yang dipenuhi banyak orang yang sibuk bebersih. Memang halaman kelasku sedikit sempit. Beruntungnya kami masih diberi taman walaupun tempatnya bukan di depan kelas, seperti kelas yang lain.

"Ta lo ambil selang dari sana buat nyiramin tanaman!" suruh seorang rekanku saat kami sampai di taman. Dengan sedikit berlari ku tarik selang yang panjang ke arah taman.

"Siram ke arah sini. Debunya banyak banget!" suruh Yuli yang sedang menyapu dedaunan kering yang berserekan di sekitar taman.

"Sana bersihin dari luar!" terdengar suara cempreng dari dalam kelas di depan taman. Seketika kubalik badan untuk melihat pusat suara. Terlihat seorang sedang membersihkan kotoran menggunakan kemonceng dengan muka datar dicampur ada sisa kemarahan diwajahnya. Namun kubalikkan kembali badanku setelah melihatnya.

"Nah gitu. Lap yang bersih!" Lagi lagi suara cempreng itu memaksaku untuk menolehkan kepala. Namun kali ini ia tertutupi segerombolan cowok sedang mengelap kaca jendela dari luar. Sekarang aku paham, cewek itu mungkin saja ketua kelas atau wakilnya. Telinga mereka kebal juga. Walaupun sudah dibentak oleh cewek cempreng itu namun mereka masih mengerjakannya dengan happy.

Entah kenapa aku merasa ada yang memaksaku untuk memperhatikan mereka. Mataku terus melihat ke arah cowok sedang memegang cairan pembersih kaca yang berdiri tepat disebelah pot bunga. Dengan refleks kubalikkan badanku untuk melihat dia. Suasana yang terbilang cukup ramai. Suara sapu sapu yang berpacu menjadi penambah bising suasana.

"Astaga Engga!" kataku terkejut sembari membalikkan badanku. Wajahnya memang tidak terlihat secara penuh hanya dari samping. Namun senyumnya sudah membuatku yakin bahwa itu Engga. Bodohnya diriku baru menyadari jika taman kelasku lokasinya di belakang kelas Engga.

"Udah belum. Kalo udah selesai ayo kembali!" kataku mendekati temanku yang ku lihat bergerombol menata pot bunga. Sepertinya keberuntungan berpihak kepadaku. Bel tanda berakhirnya kegiatan adiwayata berbunyi.

"Lo kenapa?" tanya Lily yang merasa heran karena aku berjalan sedikit membungkuk dan menunduk seolah sedang bersembunyi.

"Tuh lihat samping!" suruhku untuk melihat seorang laki laki yang berdiri sedikit jinjit mengelap kaca. Tak lama setelah itu ia menampakkan wajahnya secara penuh dan senyum lebar di bawah kumis tipisnya itu sembari bercakap dengan rekannya.

"Ohh rupanya ada pangeran!" Ledek Lily sembari menyenggolku. Kupercepat langkah kakiku supaya Engga tidak melihat saat aku melintas di sampingnya.

***

"Lily dicari tuh!" kata seorang rekanku yang menghampiri kami yang sedang istirahat seusai kegiatan adiwiyata. Aku, Lily dan Yuli bergegas keluar kelas untuk menemui siapa yang mencari Lily. Setelah aku sampai diluar terlihat seorang cewek berdiri di depan pintu kelas.

"Eh elo Put." sapa Lily kepada cewek yang berdiri memunggungi kami yang tak lain dan tak bukan adalah Putri.

"Jadi kan anterin gue ketemu kak Ani?" tanya Putri. Memang Lily berjanji akan mengantarkan Putri menemui Kak Ani.

"Jadi lahh. Yuk!" kata Lily sembari menarik tanganku dan Yuli.

"Tapi...

"Udah ayo ikut aja!" kata Lily sedikit memaksa dan terus menarik tanganku.

***

Sesampainya di kelas kak Ani tidak ada satu orang pun yang berdiri di luar kelas. Dengan beraninya Lily mendekat ke depan pintu dan bertanya kepada beberapa cowok  yang tergeletak di bawah papan tulis. Sebelumnya Lily sempat mengintip namun ia mengurungkan niatnya untuk masuk.

"Kak Ani ada?" tanyanya dengan lirih dan sedikit gugup. Karena suasana kelas lumayan sepi.

"Hah Ani?" tanya cowok itu sembari bangun dan membalikkan badannya. Sepertinya ia sedikit terkejut karena ia yang berbaring paling dekat dengan pintu. Karena merasa penasaran aku sedikit mengintip lewat samping Lily.

"Astaga!" kataku sembari mengembalikan badanku ke posisi semula dan duduk di atas kursi samping pintu. Engga sempat melihatku. Tetapi matanya yang sedikit sipit masih terlihat sayu karena kaget dengan kedatangan kami.

Tanpa sengaja kita saling menatap
Beradu mata
Beradu pandangan
Untukku..
Rasa itu mengalir menuju hati
Menjelma menjadi cinta
Entah bagaimana denganmu?

"Iya!" jawab Lily yang tak lama setelah itu ia ikut duduk denganku dan Yuli.

Beberapa menit kemudian Kak Ani keluar dari dalam kelas. Putri pun langsung menghampirinya dan mereka berdua bercakap di dekat wastafel depan kelas.

Aku merasa sedikit kurang nyaman. Perasaanku was was dan takut. Disisi lain Yuli dan Lily sibuk melihat dan mengotak atik mading kelas kak Ani yang tertempel tepat di belakang aku duduk.

"Ini dari apa kak?" tanya Lily yang merasa kepo dengan mading bertemakan Millenials itu.

"Dari akar beringin!" jawabnya dengan mendekati Lily dan menyudahi pembicaraanya dengan Putri. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi mereka terlihat sangat serius.

"Sini gue fotoin!" ujar kak Ani yang melihat Lily sudah berpose di samping mading berwarna coklat sedikit emas itu.

"Aku gak ikutan!" kataku dengan mengambil posisi menjauhi mereka.

"Kalo gitu biar Dita aja yang fotoin. Kak Ani ikut foto sini!" sahut Lily yang mengambil Hp nya kembali dari tangan kak Ani dan memberikannya kepadaku.

"Kenapa gak ada yang paham kalo aku gak nyaman disini." kataku dalam hati. Dengan sedikit terpaksa aku berjalan menuju dekat wastafel tempat kak Ani dan Putri bediri. Namun kali ini aku sedikit bergeser menjauhi pintu kelas. Alasannya sih cuma satu, supaya gak kelihatan Engga.

"Udah Udah!" kata Kak Ani yang sepertinya paham dengan penderitaanku. Dengan segera aku berlari menuju tempat duduk yang sedari tadi aku tempati.

"Ta itu lo!" kata kak Ani yang menyandar pada sebuah pilar bangunan. Matanya memandang ke dalam kelas. Aku paham apa maksud kak Ani. Bibirku melebar dengan memberi kode anggukan ke arahnya. Ia pun tersenyum kembali.

"Aku ingin tujuan rasa ini seperti tujuan adiwiyata. Lingkungan hati yang indah dan nyaman." kataku dalam hati yang mulai menjauhi kelas Engga

Tentang Dia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang