55 - Sepi

138 15 0
                                    

Kamu sudah menjadi canduku
Selalu menjadi impuls di saraf otakku
Sehingga gerak refleks dariku selalu bayangmu

Deretan pepohanan bergerak beriringan, selaras bak sebuah ketukan. Pot pot bunga gantung ikut bergoyang menyambut sang bayu yang mampir.

Hembus angin yang menjadi penghantar musim kemarau menghantam wajahku. Dedaunan kering ikut terseret akibatnya. Kenapa tidak dengan rinduku? Kenapa ia tak ikut terseret pergi? Kenapa ia justru bersarang?

Hampir sebulan wajah yang menjadi canduku itu tak pernah terlihat. Usai menjalani ujian yang menjadi penentu belajar selama 3 tahun, wajah itu jarang kutemui di sekolah. Masa seperti ini yang aku takutkan. Dimana aku tidak bisa menemui wajahnya lagi. Jika seperti ini siapa yang salah?

(Flashback on)

(Randy): Minggu depan ujiannya

Sebuah balasan pesan dari Engga ketika sempat kutanya perihal waktu ujian nasional, lebih tepatnya cuma alasan untuk bisa berbicara dengan Engga saja.

(Redita): Bentar lagi dong

(Randy): Nggak, masih lama😅

(Redita): Iyaa masih 168 jam😴

(Randy): Nahh😂

(Redita): Belajar gih

(Randy): Udahan🤭

(Redita): Belajar malem emang bisa masuk apa?

(Randy): Kan setiap orang punya jam efektifnya masing masing buat belajar

(Redita): Emang abis ini mau kuliah dimana?

(Randy): Bandung, kota idaman🙏

(Flashback off)

Harusnya sejak itu aku sadar bahwa jarak akan menjadi penghalang. Ya mungkin jarak bukan penghalang jika diantara kami memiliki ikatan. Tetapi kenyataannya bukan seperti itu. Kesepian dan kerinduanlah yang menjangkit.

Kini, dia sudah mulai menghilang atau bahkan pergi. Entah aku sendiri tidak ingat kapan terakhir kali aku melihat wajahnya.

"Apa Rainku juga ikut pergi, bersamaan dengan pergi dan hilangnya sang hujan?" lirihku.

"Ta taa" panggil Lily mendekatiku namun kuacuhkan. "Ta lo harus lihat buruan" panggilnya ulang sembari menarik lenganku mendekati jendela belakang kelas.

Dengan sedikit malas kuhadapkan pandanganku mengikuti arah pandangan Lily. Dan benar saja panggilannya itu beralasan.

"Itu Engga?" tanyaku ketika melihat seseorang yang wajahnya tidak asing lagi bagiku. Walaupun terhalang oleh kaca dan jarak, namun wajahnya itu masih terpancar jelas. Wajah yang sebulan lalu sempat membuatmu menangis selama 3 hari. Seulas senyum sejenak menyimpul dibibirku. Tak lama setelah itu, senyuman berganti dengan kekecewaan.

"Dia lagi?" celetukku dengan memalingkan muka meninggalkan jendela sisi belakang kelas. Setelah sekian lama kenapa wajah itu kembali muncul. Wajah yang kerap kali membuatku sedikit kesal ketika ia bersama Engga. Apa hubungan mereka sekarang sudah lebih dari seorang teman?

"Heyy siapa tau duduknya udah disetting sama sekolah makanya mereka bersebelahan kaya gitu" ujar Lily menjelaskan kesalahpahaman yang sudah menjangkit diriku. Ia sepertinya paham siapa yang sedang kubicarakan.

Walaupun berkali kali Lily menjelaskan bahwa hubungan mereka hanya sebatas teman dan kak Wati sudah mempunyai pacar, namun rasanya kekhawatiran terus bermunculan. Entahlah sampai kapan kekhawatiran ini akan hilang dan teka teki ini segera terjawab.

"Woyy besok dateng ke acara wisuda ya, ekstra kita diundang" tiba tiba saja muncul perempuan yang datang tanpa kalimat penyapaan. Dan benar saja jika wanita yang satu ini datang pasti ada maksud dan tujuannya.

"Males lah" singkatku. "Ajak yang lain aja" tolakku dengan berjalan menuju tempat duduk. Karena aku tau acara semacam itu pasti akan sangat membosankan. Sama halnya ketika Putri mengajakku meliput acara anak pramuka kala itu.

"Ayolah Ta, lo dateng ya?" rayunya. "Ini perintah dari atasan, ntar kalo lo gak datang bisa kena marah"

"Lo harus dateng Ta, ini kesempatan buat lo. Udah lama kan lo gak lihat Engga? Besok adalah saatnya Redita, lo gak tau kan setelah ini bisa lihat Engga lagi apa tidak?" ujar Lily sedikit berbisik dan dipandang heran oleh Putri.

"Tapi Lily dateng kan?" tanyaku setelah diam sesaat.

"Jelas lah lo tenang aja" jawabnya sembari berdiri dari kursi depan mejaku. "Jangan lupa jam 7 pagi harus sudah sampai di sekolah" ingatnya sebelum akhirnya berjalan meninggalkan kelas.

"Ciee yang besok mau nemuin pangerannya" ledek Lily beberapa saat setelah Putri pergi. "Lo harus poto sama dia pokoknya, buat kenang kenangan"

Semburat warna merah merona mulai terlihat di pipiku. Ledekannya benar benar membuatku malu.

"Kamu sekalian besok foto sama kak Azar" balasku meledek. Wajah yang semula girang karena berhasil menggodaku kini berganti dengan masam. Bibirnya itu ia monyongkan dan semakin membuatnya bertambah panjang beberapa cm.

"Tapi siapa yang fotoin ya?" tanyaku. Aku dan Lily saling menyeringai dan berpikir.

Seketika wajahku dan Lily saling bertemu seperti sudah dikode sebelumnya. "Lia" ujarku dan Lily bersamaan setelah berpikir beberapa saat.

"Hahahaha" suara tawa yang spontan muncul dari kami menggema seisi ruangan yang sepi.

Tentang Dia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang