Charlie's POV
Aku merutuki kebodohanku sepanjang perjalanan menuju kelas. Ini hari libur dan sialnya aku melupakan berkas-berkas kepindahanku tergeletak di dalam loker.
Sebenarnya tidak ada yang penting dari lembaran kertas berstempel tersebut. Hanya saja, pamanku memintanya untuk dijadikan arsip. Walaupun aku dengan jelas menangkap maksud tersirat pada wajahnya yang seolah mengatakan, "Aku tidak percaya kau bisa menyimpan berkas itu tanpa meninggalkan jejak terlipat disana-sini. Kau pasti akan kehilangannya dalam kurun waktu satu bulan."
Baiklah.
Setidaknya aku menghargai kebaikan hatinya yang telah mau menampung anak yatim piatu sepertiku. Dan yaㅡ aku tidak ingin dicap sebagai remaja durhaka.
Alhasil, meskipun sebenarnya sedikit agak malas, aku tetap menggerakkan kakiku kemari. Ke sekolah yang saat ini terlihat kosong.
Haruskah kuulangi lagi?
Ini hari libur.
Memangnya siapa yang mau repot-repot menghabiskan waktu di sekolah ketika hari libur.
"Ini dia."
Aku membuka kunci lokerku yang berada di kelas. Melihat tumpukan kertas dan beberapa map coklat yang saling bertumpuk tak beraturan.
Aku rasa perkataanㅡ tersirat pamanku ada benarnya. Aku jelas akan kehilangan berkas-berkas itu dalam waktu sebuㅡ tidak tapi seminggu atau mungkin bisa lebih cepat.
Aku mulai memisahkan beberapa kertas tidak penting ㅡyang entah mengapa ada disana dari dokuman berkas kepindahanku. Setelah kupastikan semua berkas dalam genggaman, aku pun kembali menutup loker dan menguncinya.
Tuk
Tuk
Suara kumpulan berkas yang kurapihkan dengan membenturkan sisinya ke atas meja menghiasi penjuru kelas yang benar-benar kosong. Hanya ada aku. Berpakaian santai dengan sepasang sepatu putih melengkapi. Setidaknya sepatu itu membuat penampilanku terlihat lebih formal meskipun kenyataannya aku hanya memakai kaus lengan pendek berpadu riped jeans biru dongker yang sedikit kebesaran.
"Aku baru tahu kalau kelasku seluas ini," Jujurku.
Biasanya kelas ku yang berapa di lantai bawah dan paling dekat dengan belokan ke arah gedung olahraga ini akan terlihat begitu menyesakkan saat diisi sekumpulan orang berseragam ㅡteman kelasku. Beberapa kali kudapati rasa penyesalan karena memilih untuk bersekolah disini sebab tidak ada hal bagus lainnya dari sekolah ini kecuali beberapa anak berprestasi yang terkenal sangat pintar dan keunggulan dalam bidang olahraga yang terbukti masih memegang gelar juara selama lima tahun berturut-turut.
Aku tidak ahli dalam keduanya, prestasi akademik maupun nonakademik.
Namun, ketika aku memikirkan kembali tujuan awalku memilih sekolah ini ㅡJungkook, dalam sekejap semua rasa penyesalanku menguap prrgi begitu saja.
Jeon Jungkook, huh.
Aku mengulum senyum tipis yang entah bagaimana terukir begitu saja. Menghela napas pendek kemudian memutuskan untuk mengangkat kaki pergi darisana.
TAP
TAP
TAP
Kedua alisku menekuk ketika mendengar suara langkah kaki dari arah belokan lorong. Atau lebih tepatnya suara kaki yang tergesa-gesa seolah tengah dikejar sesuatu.
Suaranya sangat keras dan tidak beraturan membuat aku tanpa sadar terdiam tepat di pintu masuk kelas.
Dalam hitungan beberapa detik, kutemukan tubuhku mematung dengan raut terkejut bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me (Vkook FF) #Wattys2019
Fanfiction"Aku tidak membutuhkan siapapun termasuk dirimu." - Jeon Jungkook "Semakin lama aku melihatnya, semakin ingin aku mendekap tubuhnya." - Kim Taehyung Yaoi BoyXBoy NamjaXNamja Vkook Taekook Bangtan ZoopApp