Kafe

6.4K 665 29
                                    

Di siang hari ini matahari menjulang tinggi dengan sinarnya yang menusuk kulit. Panasnya menyengat seolah-olah bintang bercahaya itu hanya berjarak sejengkal dari atas kepala.

Setidaknya begitulah yang dirasakan Taehyung selama dirinya setia mengikuti Jungkook. Berjarak beberapa puluh meter di belakangnya seraya beberapa kali mesti mewaspadai kemungkinan akan Jungkook mencurigai bahwa dirinya tengah diikuti saat ini.

Taehyung tidak pernah tahu kemana langkah kaki Jungkook akan membawanya pergi. Akan tetapi, Taehyung tidak berencana untuk berhenti. Sejauh apapun kaki kecil Jungkook melangkah, ia tidak akan pernah menyerah untuk mengejarnya sampai berhasil meniti jalan yang sama berdampingan.

Begitulah pikirnya.

"Perbatasan kota? Sebenarnya dia mau kemana?" Taehyung bertanya-tanya.

Mungkin kalau dihitung-hitung, mereka ㅡJungkook dan Taehyungㅡ telah berjalan selama lebih dari tiga puluh menit. Dari sekolah, melewati lebih dari sepuluh penyebrangan, masuk jalur perumahan sampai keluar lagi bertemu jalan raya besar yang berbeda. Berapa kali pun Taehyung berusaha menebak, ia tetap tidak memiliki petunjuk kemana Jungkook akan pergi.

Atau jangan-jangan tempat tinggal Jungkook memang sejauh ini dari sekolah?

Berbeda dengan Taehyung yang sibuk menjaga jarak dan langkahnya, Jungkook justru berjalan dengan santai tanpa beban sedikitpun. Sama seperti hari-hari biasanya, Jungkook nampak tak acuh dengan keadaan sekitarnya. Ia hanya berjalan lurus tanpa minat melirik kemanapun. Pun Jungkook tidak peduli dengan keramaian yang mesti dilaluinya.

Nyaris setiap akhir pekan selama kurang lebih satu tahun lamanya Jungkook melakukan rutinitas ini. Berjalan kaki dari rumahnya sampai pusat kota sebelah tempat dirinya bekerja. Jaraknya mungkin nyaris sepuluh kilometer atau lebih, ia tidak terlalu peduli.

Terlampau biasa. Itulah yang Jungkook rasakan selama satu tahun kebelakang.

Yaㅡ Jungkook memang mengabdikan hari libur sekolahnya untuk bekerja. Tidak seperti pelajar lainnya yang memilih bergelung seharian dibawah lindungan selimut tebal, Jungkook justru memanfaatkan hari liburnya di hari Sabtu dan Minggu untuk mencari tambahan biaya hidup.

Entah berapa banyak jenis pekerjaan yang telah ia tekuni hingga Jungkook akhirnya memutuskan untuk bertahan pada dua jenis pekerjaan. Yang satu sebagai penjaga kasir di supermarket selama hari kerja lalu pekerjaan lainnya sebagai seorang pelayan kafe full time di akhir pekan.

Sama seperti supermarket tempatnya bekerja, Jungkook juga sebenarnya beruntung karena pemilik kafe tersebut mau mempekerjakannya yang kala itu masih dibawah umur. Entah kebaikan apa yang telah dilakukan Jungkook di kehidupam sebelumnya, setidaknya Jungkook bersyukur karena ia tidak perlu repot kesana-kemari dan bergonta-ganti pekerjaan seperti sebelumnya setelah ia menjadi pekerja tetap di kafe tersebut. Dan lagi upah yang diterimanya sebagai pelayan kafe pun dirasa lebih dari cukup untuk menambah upah kerja paruh waktunya di supermarket yang selalu dibayarkan melebihi tenggak waktu atau bahkan seringkali dipotong.

Mungkin nanti ketika ia lulus dari Sekolah Menengah Atas, Jungkook akan memfokuskan dirinya bekerja di kafe ketimbang di supermarket milik pria tua bau tanah itu. Itu pun jika ia memutuskan untuk menunda terlebih dahulu masuk perguruan tinggi.

Jungkook bersyukur ia hidup sebatang kara sehingga ia tidak perlu repot memikirkan orang lain yang akan terbebani dengan pilihan hidupnya sendiri.

Atau mungkin tidak?

"Apa aku terlambat?"

Jungkook telah sampai di depan kafe tempatnya bekerja. Dari dinding kaca transparan yang menjadi bagian depan kafe dapat dilihatnya kondisi kafe ramai pengunjung. Pandangan matanya teralih begitu melihat lambaian tangan seseorang yang berdiri di meja pesanan. Jungkook jelas tahu siapa orangnya. Tanpa mau ambil pusing, Jungkook pun memutuskan untuk memasuki kafe dan bersegera mengganti pakaian dengan seragam kerjanya.















Save Me (Vkook FF) #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang