Salsha termenung, ia tak mengerti dengan perasaannya sekarang. Ari semakin hari semakin peduli padanya, Ari semakin menunjukkan sikapnya yang menjadikan Salsha seolah hanya miliknya.
Salsha juga tak mengerti, mengapa Iqbaal tiba-tiba bersikap keras, terlebih pada Ari.
"Arghh!" teriak Salsha tak habis pikir dengan perasaannya sekarang.
"Sal."
Seketika suara itu membuat Salsha memasang wajah baik-baik saja, kemudian menoleh ke pintu kamar yang terbuka dan memperlihatkan sang Bunda yang sedang berdiri di sana.
"Kamu kenapa?"
Salsha tersenyum, "nggak papa Bunda."
"Ayo kebawah kita makan."
"Salsha mandi dulu aja, Bun."
"Udah biar barengan makannya, ayo makan dulu baru habis itu mandi."
"Iya, Bun." Salsha beranjak berdiri menyusul Bundanya.
Setelah makan selesai, Salsha kembali ke kamarnya. Ia meninggalkan handphonenya dengan banyak panggilan tak terjawab.
"Ari?"
Salsha melihatnya dan salah satunya juga tertera nama Iqbaal disana, Iqbaal sempat menelponnya bersamaan dengan Ari yang beberapa kali menelponnya.
Salsha membiarkannya saja, jika penting maka salah satu dari mereka akan menelpon lagi.
Drtt.. Drtt..
Handphone Salsha bergetar dan dengan cepat ia mengangkatnya. Seketika Salsha bingung lagi. Ari menelponnya, ia tak bisa membohongi perasaannya jika ia mulai senang akan Ari disampingnya.
"Hallo."
***
Salsha berlari disepanjang koridor menuju kelasnya dengan menenteng jaket Iqbaal yang kemarin ia gunakan saat pulang.
Koridor sudah sepi, belajar mengajar sudah dimulai lima menit yang lalu. Untung ia masih diperbolehkan masuk tanpa harus diceramahi terlebih dahulu. Ia bersyukur, guru piket hari ini benar-benar guru yang lemah lembut dan baik hati-yang mau mendengarkan alasannya terlambat tanpa harus memarahinya.
Perasaannya sekarang bercampur aduk, tadi dirinya diantar hanya diseberang jalan. Sehingga ia menyebrang lalu berbalik ketika Ayahnya berteriak memberitahu bahwa jaketnya tertinggal. Saat sudah mengambil, Salsha menyeberang lagi dan hampir saja ia tertabrak oleh motor yang melaju sangat kencang. Motor itu sempat kehilangan kendali saat sedikit lagi mengenai Salsha, namun kemudian Salsha lihat motor itu kembali berjalan lurus tetap dengan kecepatan yang tinggi.
Salsha beruntung hari ini, Tuhan masih menjaganya. Ia juga beruntung sang Ayah sudah berlalu saat itu, sehingga dipastikan tidak melihat insiden itu.
Kembali perasaan aneh muncul saat tiba-tiba sosok Ari ada dipikirannya yang padahal sekarang ia menatap Iqbaal diujung koridor sana.
Pandangan mereka bertemu namun Salsha acuh dan memilih masuk ke kelasnya.
Tok tok, "Assalamualaikum."
Beberapa siswa menjawab salamnya.
Salsha berjalan dengan jantung yang berdebar tak karuan. "Maaf, pak. Saya telat."
"Duduk."
Salsha terpaksa duduk disamping Bastian karena bangkunya sedang di duduki oleh Cassie, ia juga tak mungkin mengusir Cassie yang sudah duduk disana.
"Sal, entar aja ya istirahat baru gue pindah," ucap Cassie pada Salsha.
Salsha menoleh ke belakang, "udah nggak papa, hari ini gue sama Bastian aja. Lagian kosong gini," ucap Salsha sambil melirik Steffi yang Salsha perhatikan menatap jaket Iqbaal diatas mejanya. Salsha tahu, Steffi pasti mengenal jaket itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting You •IQSHA•
Fiksi Penggemar[S E L E S A I] ✔ Sebuah pertemanan yang singkat itu mengantarkannya pada rasa cinta dan membuat ia benar-benar mencintai sosok Iqbaal. Salsha tahu, berada diposisinya sekarang memang tidak mudah. Terlebih harus mencintai kekasih sahabatnya sendiri...