23• WY

1.5K 122 36
                                    

Tak ada yang lebih sulit dari melupakan. Bagi Salsha, melupakan orang yang hampir 3 tahun ia kenal bukan hal yang mudah. Sulit bagi Salsha untuk melupakan Iqbaal, semakin ia melupakan semakin ia mengingatnya.

Sampai pada akhirnya, Ari, lelaki dengan sejuta rahasia menurut Salsha. Ia sampai sekarang tak mengerti siapa Ari, mengapa bisa muncul di kehidupannya, bahkan mengambil posisi Iqbaal yang Salsha harapkan.

Salsha tersenyum, mengingat Steffi lah orang yang menginginkan kedekatannya dengan Ari.

Salsha sekarang sedang berbaring di kasurnya, dengan handphone ditangannya dan selimut yang menutupi tubuhnya. Salsha melihat jam, pukul delapan malam.

Sampai akhirnya pintu Salsha terbuka.

Salsha menatap seseorang yang sudah berada diambang pintu kamarnya.

"Sal, bunda nemu ini dikotak bekal kamu. Kamu nggak minum o—"

"Iya bunda, Salsha lupa." Salsha kemudian membuang wajah kesembarang tempat.

"Kenapa bisa lupa?"

"Tadi buru-buru makannya, terus Salsha kerjakan tugas disekolah, jadi nggak sempet."

"Ya Allah, Sal. Kamu tinggal minum, udah itu aja yang bunda mau."

"Bun, Salsha itu udah nggak papa."

Helen, sang bunda hanya menggeleng-geleng kemudian berlalu dan menutup pintu kamar Salsha kembali.

Mata Salsha berkaca-kaca, namun ia mencoba menutup matanya. Walau ia memang benar-benar belum mengantuk.

"Sal."

Salsha mendengar suara itu, suara Kakaknya.

Salsha tetap memejamkan matanya.

"Sal, nggak usah bohongan ya, lo. Itu dibawah ada Cassie."

Salsha masih diam, bingung melanjutkan aktingnya tidur atau tidak.

"Oh yaudah, gue panggilin aja Cassienya naik ya."

"Jangan!" Salsha membuka matanya.

"Kenapa?"

"Bilang gue tidur, gue ngantuk."

Anisa diam, lalu menutup pintu kamar Salsha.

Salsha heran, mengapa sang kakak mau menuruti perintahnya. Biasanya mereka akan berdebat lima menit bahkan sepuluh menit.

Salsha mencoba menutup matanya lagi. Salsha tetap memegang handphonenya, kali ini entah mengapa ia mengharapkan sebuah pesan dari Ari. Biasanya Ari mulai mengiriminya pesan pukul delapan malam atau sembilan malam.

Salsha kembali mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Kali ini ia menebak jika itu adalah sang bunda, jika tidak maka Anisa atau bahkan Biya.

"Hai Sal."

Salsha kaget mendengar suara itu, lalu membuka mata dan mendapati Cassie sudah duduk di tepi kasurnya.

"Ngapain?" tanya Salsha yang langsung duduk.

"Mau ketemu lo doang."

"Di kelas kita ketemu, Cass."

"Ya nggak papa, gue lagi pengen ngobrol."

"Terus ngapain bawa tas?" tanya Salsha sambil melihat tas punggung yang Cassie bawa.

"Alasan biar bisa ke rumah lo, isinya buku. Bunda lo juga taunya gue kesini mau ngerjain tugas sama lo."

"Cass gue ngantuk. Lagian besok sekolah."

"Bentar doang Sal, ada yang mau gue omongin."

"Apa?" tanya Salsha.

Waiting You •IQSHA•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang