31• Amarah

1.9K 195 66
                                    

Steffi marah ketika mengetahui bahwa: Salsha tak ingin dijenguk oleh siapapun. Tapi sebenarnya tidak akan semarah itu jika saja tak ada kata: kecuali Iqbaal.

Emosinya kembali. Steffi tak mengerti, semakin ke sini Salsha seolah mempermainkannya dan ia yakin Salsha akan merebut Iqbaal.

"Udah, Steff." Cassie tiba-tiba duduk disampingnya, berusaha menenangkan Steffi yang dari kemarin bersikap tak biasanya. Cassie tahu ada amarah dalam diri Steffi. Tapi Steffi berusaha menutupinya walau nyatanya Cassie cukup peka pada perasaan sahabatnya ini.

Ia sebenarnya ikut sedih, namun mau bagaimana lagi? Ia bisa merasakan diposisi Steffi, tapi ia juga tahu bagaiman menjadi Salsha. Bahkan saat mengetahui penyakit yang diderita Salsha, Cassie benar-benar merasa hancur.

Pandangan Steffi kosong, Cassie benar-benar miris melihatnya. Tidak juga membayangkan bagaimana jika ia melihat kondisi Salsha sekarang.

"Oh iya, Iqbaal turun tadi." Cassie berusaha memberitahu, karena ia tahu kemarin Steffi menunggu Iqbaal, namun Iqbaal tidak turun dan sekarang ia kembali menunggu, berharap Iqbaal turun hari ini.

Steffi langsung mengarahkan pandangannya pada Cassie. "Iya?"

Cassie mangangguk.

Tak lama, Bastian datang dengan wajah ceriannya, tapi lagi-lagi Cassie cukup tahu jika Bastian berwajah ceria ketika dihadapan sahabatnya, tapi jika sendiri ia begitu memikirkan bagaimana keadaan Salsha. Karena semua juga tahu bahwa Bastian menyukai Salsha, tapi hanya Cassie yang tahu jika Salsha menyukai Iqbaal.

"Gue mau jenguk Salsha ah nanti," ucap Bastian sembari mendaratkan bokongnya dikursi dan menoleh ke Steffi dan Cassie.

"Percuma. Nggak akan bisa selain pacar gue." setelah mengucapkan itu, Steffi berdiri dan beranjak pergi meninggalkan kelas.

"Hah? Kenapa?" Bastian memasang wajah heran, menatap Cassie sekarang.

"Salsha nggak mau dijenguk, Bass. Kecuali sama--"

"Iqbaal?"

"Iya."

Ada ekspresi kecewa diwajahnya, namun sebisa mungkin Bastian tutupi dengan memberi senyuman tipis dan mengangguk pelan---seolah ia baik-baik saja. Lalu membuang wajah dari Cassie.

***

Pandangannya terus saja pada pintu bercat putih itu, berharap seseorang muncul dari balik pintu dan tersenyum hangat padanya.

Tapi jam sudah menunjukkan pukul sepuluh. Salsha tak bisa berharap lagi, karena yang ia yakini Iqbaal hari ini bersekolah dan tak akan bisa menjenguknya.

Berada dikamar ini seorang diri, bunda dan ayahnya lagi-lagi sibuk, yang Salsha tahu keduanya sibuk memikirkan keadaannya, memikirkan apa yang mereka sebut masalah dan memikirkan banyak hal yang Salsha tidak tahu.

Salsha merasakan sesuatu keluar dari hidungnya, dengan pelan ia pegang dan sesuatu berwarna merah ada disana.

Dengan cepat Salsha meraih tisu yang ada diatas nakas, lalu membersihkan darah yang keluar dari hidungnya. Salsha terdiam beberapa saat, masih dengan tisu yang sudah berlumur darah ditangannya.

Salsha meneteskan air matanya, ia tak ingin apa yang ia takutkan terjadi. Tapi hari ini, itu kembali.

Salsha mencoba turun dari ranjang, menyeret infusnya dan berjalan mengarah ke kamar mandi di kamar inapnya.

Di dalam, Salsha menatap dirinya dicermin, tak lupa juga membuang tisu berlumur darah tersebut. Ia terus memandang wajahnya, dulu wajah itu yang mempu membuatnya tersenyum karena merasa dirinya cantik, dirinya sempurna untuk fisik. Tapi sekarang, wajah itu membuatnya bersedih, terlebih saat melihat darah yang lagi-lagi keluar dari hidungnya.

Waiting You •IQSHA•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang