Salsha memilih diam, mencoba mencerna ucapan Ari dan juga menatap Ari dengan sedikit kecurigaan--walau kini tatapannya nanar.
Ari memutar tubuhnya menghampiri bangku taman yang ia dan Salsha duduki tadi, lalu kembali duduk.
"Susah ya buat lo jawab?" Ari sedikit mendonga menatap Salsha yang masih diam mematung. "Lo suka Iqbaal kan?"
Lagi. Air mata itu jatuh begitu saja.
"Itu dulu," ucap Salsha dengan senyum tipis dan menahan agar air matanya tak jatuh.
"Sakit kan, Sal? Ngeliat orang yang kita suka bahagia sama orang lain?"
Salsha tak berani mengiyakan ucapan Ari, walau nyatanya itu benar. Salsha tahu dan sangat tahu akan hal itu.
"Gue nggak tau kenapa gue bisa suka Steffi. Dia cantik, baik, gue nyaman sama diam. Mungkin itu alasan gue suka dia."
Salsha menutup perlahan matanya, yang membuat air matanya jatuh lagi.
Ia akui. Steffi cantik, baik dan ia pun juga nyaman bersahabat dengan Steffi---meski tidak untuk akhir-akhir ini---saat Steffi mempunyai obsesi untuk membuatnya bersatu dengan Ari.
Lalu jika itu alasannya, mengapa Ari tidak bisa jatuh cinta dengannya? Ia sama dengan Steffi. Cantik, baik, tapi tidakkah Ari menyukainya?
Oh iya, Salsha lupa. Steffi membuat nyaman. Sementara dirinya, ia tak tahu apa orang-orang yang berada didekatnya nyaman atau tidak. Sepertinya ia tak punya alasan yang ketiga itu.
"Lo percaya kan sama cinta yang datang karna terbiasa. Gue rasa, terbiasanya gue sama dia dari dulu itu buat gue nyaman. Bahkan terlalu nyaman."
Salsha tersenyum tipis, nyaris tak terlihat jika itu adalah ukiran senyum. Ia bingung, jika Ari percaya akan cinta yang datang karena terbiasa. Lalu mengapa ia tak bisa mencintai Salsha---yang akhir-akhir ini bahkan terbiasa dekat dengannya.
"Terlalu nyaman, sampai ngebuat gue selalu sakit hati. Sampai detik ini gue bertahan sama status persahabatan itu, gue ada di zona nyaman---gue nggak bisa keluar dan lo pasti tau kenapa," ucap Ari dengan mata menerawang, mengingat kejadian-kejadian yang ia dan Steffi telah lalui bersama.
Ya. Sama.
Salsha merasakan apa yang hati Ari rasakan, tapi itu adalah dulu, karena sekarang bukan Iqbaal lagi yang ada dihatinya melainkan Ari, lelaki yang pagi tadi membuat hatinya senang luar biasa kini memunculkan luka luar biasa pula.
"Lo tau? nggak mudah buat gu--"
"Stop!"
Ari diam.
"Ri, siapa sih lo? Kenapa bisa ada dihidup gue? Kenapa care sama gue? Kenapa memperlakukan gue, seolah gue orang yang spesial buat lo? Kenapa? Kenapa sekarang lo ada didekat gue?"
Sebenarnya tanpa ditanya, jawaban itu sudah ada saat obrolan awal mereka tadi. Alasannya satu, yaitu Steffi.
Ari bangkit berdiri.
"Sal." Ari ingin menyentuh tangan Salsha, namun dengan cepat Salsha menepisnya.
"Siapa lo?! Kenapa muncul dihidup gue?" Salsha terisak.
Ari diam menunduk.
"Ri, mungkin gue nggak sopan ngembaliin apa yang lo kasih ke gue tadi. Tapi gue nggak terima, kata lo yang bilang gue ngembaliin tanpa kejelasan. Karna disini gue yang butuh kejelasan, Ri!"
Ari mengangkat kepalanya, menatap lekat salsha yang kali ini juga menatapnya.
"Sebenarnya hubungan kita selama ini apa?" tanya Salsha pelan dan lembut, namun tetap dengan air mata yang menghiasi wajahnya. "Apa?" tanya Salsha lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting You •IQSHA•
Fanfiction[S E L E S A I] ✔ Sebuah pertemanan yang singkat itu mengantarkannya pada rasa cinta dan membuat ia benar-benar mencintai sosok Iqbaal. Salsha tahu, berada diposisinya sekarang memang tidak mudah. Terlebih harus mencintai kekasih sahabatnya sendiri...