37

107 6 0
                                    

Move On itu kayak mobil mogok, butuh orang lain untuk mendorongnya dari belakang

---

"Lo keberatan gak kalo gue bahas Farel?" tanya Fakri yang sedang menyandarkan tubuhnya pada kursi empuk.

Saat ini Reina dan Fakri tengah berada di sebuah tempat makan siap saji. Mereka pergi ke mall terbesar di jakarta. Berniat untuk membeli beberapa bahan untuk alat musik band-Nya. Sebelumnya Reina sudah mengajak Reza untuk pergi bertiga, tapi Reza menolak karena ada urusan lain dengan tim futsalnya. Akhirnya Reza mengizinkan Reina pergi bersama Fakri dengan berharap cemas semoga masih ada batas diantara mereka.

Raut wajah Reina datar. Ia terbiasa dengan nama Farel. Meski jauh di lubuk hatinya, Reina masih mengharapkan Farel kembali.

"Yaudah bahas aja," balas Reina sambil tersenyum getir.

"Gue mau ceritain secara detail suasana rumah sakit waktu lo sama Farel dirawat, apa lo kuat buat dengar semuanya?"

Reina berusaha untuk menahan tangisnya. Matanya memerah dan bibirnya ia rapatkan dengan kuat. Rasanya tak sanggup bila harus mengingat Farel dengan kabar yang simpang siur. Fakri sangat peka. Dia tahu Reina akan menangis sebentar lagi.

"Gue tau gue akan ngeliat lo nangis hari ini. Maafin gue ya kalo malah bikin lo ingat sama dia. Gue gak ada maksud," ucap Fakri.

Reina menyeka air matanya yang baru saja menetes, "Gak papa kok, gue kuat" ucap Reina berusaha untuk tersenyum.

"Saat itu gue dikabarin sama Tante Juliana. Dia bilang kalo lo berdua baru aja kecelakaan dan nabrak pembatas jalan. Jelas, gue langsung berangkat kesana karna gue khawatir sama kalian berdua. Pas gue sampe sana, lo udah gak sadarkan diri. Tubuh lo lemah banget saat dokter mulai meriksa kondisi lo, Rei. Setelah itu gue ke ruangan Farel,..." Fakri nampak menggantungkan ceritanya.

Ucapan Fakri yang menggantung itu justru membuat Reina semakin penasaran dan semakin menatap Fakri dengan lekat.

"... Dia berlumuran darah banyak banget. Karena mungkin kepala dia nabrak pembatas jalan, jadi bisa mengeluarkan banyak darah. Disitu posisi gue udah lemas dan cuma bisa doa semoga gak ada apa-apa sama Farel. 5 jam gue nungguin lo berdua, masih dengan keadaan yang sama. Dokter belum kabarin apapun tentang hasilnya. Gue hampir pasrah sama keadaan ketika ngeliat Farel dibawa ke ICU."

Reina menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia mulai tak kuat untuk mendengar cerita selanjutnya.

"Beberapa jam selanjutnya, Tante Juliana bilang mereka harus ke luar negeri hari itu juga. Dan gue gak dikasih tau apa alasan mereka kenapa harus pergi." ucap Fakri mengakhiri ceritanya.

Reina kembali menyeka air matanya, ia dilema. Tak tau bagaimana rasa hatinya sekarang. Di sisi lain, hatinya lega setelah mengetahui kejadian sebenarnya saat di rumah sakit. Di sisi lain pula, hatinya memburuk dan mulai menebak-nebak apa yang selanjutnya terjadi.

"Kalo Farel beneran kembali, apa lo bakal terima dia dan tetap nikah sama dia? dan lebih milih ninggalin Reza?"

Pertanyaan Fakri barusan menusuk tepat di hati Reina. Seketika hatinya panas dan gelisah. Tak tau apa jawaban dari pertanyaan ini.

"Ya lo mikir aja, gue udah sama Reza sekarang" ucap Reina di sela kekehannya.

Fakri ikut tersenyum walau hatinya sakit. Dia ikut bahagia jika Reina juga bahagia.

"Karena yang tersulit itu bukan memilih, tapi bertahan pada satu pilihan" lanjut Reina.

Fakri kembali tersenyum. Ia berharap apapun yang terjadi ke depannya pada Reina, ia masih bisa melihat Reina tersenyum dengan siapapun orangnya. Bahkan Fakri berjanji, siapapun yang melukai hati Reina hingga membuat gadis itu menangis dirinya tak akan diam.

--

Setelah menemukan barang yang ingin dicari. Reina dan Fakri memutuskan untuk pulang dengan mobil hitam pajero milik Fakri. Tak lama kemudian, ponsel Reina bergetar panggilan masuk dari Reza.

"Halo"

"Halo, kamu dimana? udah pulang?"

"Udah, ini aku sama Fakri udah di jalan pulang kok"

"Bagus deh, maaf ya aku gak bisa nemenin. Bilang makasih sama Fakri"

"Iya gak papa kok, Za. Kamu gimana? udah selesai latihannya?"

"Aku udah daritadi pulang, aku lagi rebahan aja dikasur."

"Istirahat yang banyak, Za. Biar masuk seleksi"

"Iya cintaaaa. Eh iya, aku mau bilang kalo aku masih harus latihan sampai dua hari ke depan. Maaf ya?"

"Gak apa-apa, Za. Aku paham kok. Justru aku dukung penuh kamu untuk masuk seleksi. Kamu jangan khawatir sama aku, aku gak apa-apa kok"

"Rei, udah sampe di depan rumah lo" ucap Fakri memotong pembicaraan via telepon mereka.

Mobil Fakri telah terpakir di depan pekarangan rumah Reina. Lalu Reina pamit pada Reza untuk mematikan sambungannya sebentar. Reina turun dan mengambil beberapa barang belanja milik mereka.

"Kri, makasih ya udah nganterin gue. Reza tadi nitip salam dan bilang terima kasih sama lo." ucap Reina.

"Iya sama-sama. Gue selalu ada kok kalo lo butuh" balas Reza.

Reina tersenyum senang, "Yauda gue masuk, ya?"

Fakri mengangguk lalu Reina berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Hingga punggung gadis itu menghilang Fakri baru masuk ke dalam mobilnya. Sempat terdiam sebentar untuk berpikir.

Seandainya Reza mau bertukar posisi sama gue, gue langsung salto sekarang juga. Batin Fakri.

--

Ketika baru membuka pintu, terlihat Rara yang sedang menonton televisi lengkap dengan cemilannya. Ralat!, televisi yang menonton Rara. Semenjak pertemuannya dengan Dafa, membuat Rara terus menerus memainkan ponselnya tanpa henti. Rara berhasil mendapatkan nomor handphone Dafa. Obrolan panjang melalui pesan online sudah di mulai sejak 3 hari yang lalu. Dan semenjak hari itu pula, Reina sering memergoki Rara tersenyum sendiri kala membaca pesan dari Dafa.

"Assalamualaikum Rara!" teriak Reina tepat di sampingnya. Keseriusan Rara pada ponselnya membuat gadis itu buta dan tuli dengan situasinya kini.

"Walaikumsalam, kuping gue masih berfungsi ya Reina. Lo gak perlu teriak-teriak" ucap Rara yang kemudian beralih ke ponselnya lagi.

Reina duduk di samping Rara dan menatap cemberut ke arah sahabatnya itu. "Lagian, gue ucapin salam gak dijawab. Lagi sibuk apaan sih?" tanya Reina kepo berusaha merebut ponsel Rara.

Dengan cepat Rara menangkis tangan Reina dan menyembunyikan ponselnya.

"Apaan sih, kok lo jadi kepo?"

"Pasti Dafa ya?" ucap Reina.

"Ih apaan sih, bukan Dafa" balas Rara memutar bola matanya. Reina tau bahwa Rara berbohong.

"Terserah lo deh, gue ikut bahagia kalo lo bisa senyum lagi karena Dafa. Dan gak lagi jadi cewek cengeng kalo di dinginin sama Fakri," ucap Reina seraya terkekeh.

"Gue kan udah move on, Fakri itu masa lalu. Dafa itu masa depan," ujar Rara seraya menaik turunkan alisnya.

"Udah ah, gue mau mandi. Gatel gue deket sama lo" ucap Reina sambil pura-pura menggaruk. Ia bangkit menuju kamarnya dan bergegas mandi.

"REINAAAA!?"

---

follow me on Instagram @ichaajnnh
Jangan lupa vote, komen, dan beri saran ke temanmu agar membaca cerita ini

Reina [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang