AL: 15

5.4K 556 30
                                    

Hyomin mengerjapkan matanya beberapa kali saat udara masuk menembus kulitnya dan menusuk ke tulang. Rasanya ia tidak berniat untuk beraktivitas hari ini, padahal ia ada jadwal praktek jam sepuluh nanti. Ia masih terlalu ngantuk untuk terbangun dari tidurnya, tapi Hyomin tidak akan pernah lalay dari tugasnya. Perjuangannya menjadi seorang Dokter di tengah-tengah keluarganya yang cacat, membuat Hyomin harus dua kali lebih ekstra berjuang untuk mencapai cita-citanya. Bahkan ia harus belajar dua kali lebih keras dibandingkan Mahasiswa lainnya agar mendapat beasiswa dan tidak menyusahkan Ibunya.

Tubuhnya masih terbalut dengan selimut tebal, pendingin udara di kamar ini padahal sudah dimatikan, tapi rasa dingin masih menyerang dan membuat Hyomin semakin malam untuk bangkit dari tempat pembaringan. Samar-samar ia mendengar suara gemericik hujan yang turun membasahi bumi. Berusaha bangkit di tengah-tengah kemalasannya, Hyomin melihat ke arah jendela yang masih tertutup oleh tirai. Tapi ia masih bisa melihat keadaan di luar melalui celah-celah jendela yang tidak tertutup oleh tirai.

Jam di dinding menunjukan pukul delapan, dua jam lagi Hyomin harus pergi ke rumah sakit. Ia melirik ke sampinh dan benar, Sehun sudah tidak ada di sampingnya. Mungkin pria itu sudah berada di kantornya dan menyibukan dirinya di sana. Ngomong-ngomong masalah pria itu, tadi malam presepsi Hyomin tentang Sehun yang kasar terhadap anak-anak berubah. Ia rela meninggalkan foto prewedding-nya hanya untuk anak di panti asuhannya ada yang sedang sakit.

Itu juga yang membuat Hyomin terkejut. Ternyata Sehun mempunyai panti asuhan yang isinya anak-anak terlantar yang ditemuinya di jalan. Meskipun di depan Hyomin Sehun tetaplah Sehun, Sehun yang kasar dan tidak suka dibantah. Tapi di depan anak-anak Sehun berbeda, ia terlihat manis dan wajahnya terlihat lebih bersahabat di hadapan anak-anak. Hyomin tidak masalah jika Sehun membentaknya atau kasar padanya, yang panting jika mereka mempuntai anak Sehun tidak kasar pasa anak mereka. Lagipula ada sebuah kesamaan antara Hyomin dan Sehun. Sama-sama menyukai anak kecil.

Dulu Hyomin ingin sekali membangun sebuah panti asuhan, tapi setelah tahu calon suaminya itu mempunyai panti asuhan. Hyomin terasa lega dan sepertinya impiannya telah tercapai.

Dengan langkahnya yang malas, Hyomin turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar miliknya --lebih tepatnya miliknya dan milik Sehun. Berbeda dengan wanita pada umumnya yang menghabiskan waktu di kamar mandi selama satu jam, Hyomin hanya perlu tiga puluh menit untuk membersihkan dirinya. Setelah membereskan dirinya, Hyomin keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah lengkap dengan pakaiannya. Ia mengambil tas-nya lalu keluar dari kamar.

Di luar kamar seperti biasa, ramai dengan para pelayan yang tengah sibuk bertugas. Hyomin menuruni tanga dan berhenti di satu titik, titik dimana Hyomin melihat seorang pria dewasa yang sedang duduk di atas sofa sambil membaca koran dan meminum susu serta memakan roti.

Hyomin mengernyit, itu Sehun. Meskipun Hyomin membenci pria itu, tapi Hyomin tahu ciri fisik Sehun. Bahunya yang lebar dengan gaya rambut yang selalu sama setiap harinya, Hyomin hafal ciri khas Sehun secara fisik. Ia melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti di tangga. Sehun menolehkan kepalanya dan melihat Hyomin yang sudah rapih dengan pakaiannya. Bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Hyomin, Sehun langsung mengengam tangan Hyomin yang lebih kecil dibandingkan dirinya.

Gengaman tangan Sehun begitu kuat, bahkan Hyomin sedikit kesakitan karena Sehun meremas tanggannya begitu kuat.

"Sakit," ucap Hyomin lirih.

"Apanya?" tanya Sehun seolah tidak berdosa.

"Tanganku, kau menggemannya tarlalu kuat," balas Hyomin dengan suaranya yang masih lirih.

Sehun tersenyum miring. "Itu karena aku tidak ingin kau jauh."

"M-maksudmu?"

"Cari tahu sendiri."

Artificial LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang