Sebelumnya, Rendi tidak pernah kehilangan Renata. Renata sudah ada dalam hidupnya sejak lama, sampai dia tidak ingat bagaimana hidupnya sebelum gadis itu muncul. Pada siapa dia berbicara jika dia sedang mengalami mimpi buruk? Dengan siapa dia pergi ke pasar malam? Siapa yang dia jadikan tameng ketika dia didekati cewek yang tidak dia sukai?
Tidak pernah sekali pun terlintas di pikirannya untuk hidup tanpa gadis itu. Dia tidak mungkin pergi dari Renata, dia tidak mungkin memilih untuk merangkul mimpi buruknya ketika gadis itu menawarkan diri untuk menjadi mataharinya secara cuma-cuma. Sayangnya, Rendi tidak pernah memikirkan bahwa walau pun dia akan berada di samping Renata selamanya, Renata bisa saja memilih pergi kapan saja.
Ah anjir, pikirnya, tiba-tiba ingin meninju cermin sampai tangannya berdarah-darah. Lagian siapa yang bakal tahan ada di sisi seseorang yang hancur secara mental kayak dia? Siapa sih yang bakal kuat bangun tengah malam cuma buat mendengarkan semua mimpi buruknya?
Renata mungkin sahabat terbaik yang pernah dia punya, tapi Renata juga manusia, dan Renata pasti muak.
Tolol, Rendi mengumpat. Kenapa dia tidak sadar kalau Renata juga pasti bosan harus mengurusi hidupnya yang kacau? Kenapa dia tidak melakukan sesuatu buat menahan Renata di sampingnya?
"Bos," panggil Bima, membuat Rendi berpaling. Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa dia sekarang berada di tempat berkumpul bersama teman-teman dekatnya, dan sekarang semua perhatian ada di pundaknya, membuatnya meringis. "Lo nggak apa-apa? Pulang aja gih, gue kok jadi khawatir gini, ya."
Al tertawa, tapi Rendi memilih untuk mengabaikan candaan Bima. "Mana si Jo?" tanyanya, separuh marah dan separuh kesal, meski dia tidak terlalu yakin kalau semua emosi itu karena ketidakhadiran Jo. Lagipula, anak itu emang tidak jarang mangkir dari acara kumpul—bahkan dari acara kumpul anggota geng lengkap sekali pun—karena urusannya dengan cewek. Tidak terhitung lagi berapa puluh cewek yang pernah dia campakkan, dan itu mengirimkan kekhawatiran yang tidak menyenangkan pada Rendi, mengingat sekarang Renata sedang dekat dengan cowok itu.
"Telepon dia," perintah Jo sebelum seseorang membalas pertanyaannya. Al dengan sigap mengeluarkan ponsel, ketika dua orang yang lain hanya terperangah melihat kekesalan di wajah Rendi.
"Jo?" panggil Al, ponsel menempel di telinga kanannya. "Lo dimana?" Al melirik sebentar ke arah Rendi, sebelum mengucapkan salam perpisahan dan memutus sambungannya. "Kita lagi ngumpul di tempat biasa. Oke."
Rendi tidak menyadari nada suaranya yang tajam dan menuntut ketika dia menekan Al bahkan sebelum anak itu menutup teleponnya. "Dia ngomong apa?"
Al mengedikkan bahu, separuh tak peduli dan separuh heran. "Dia lagi di rumah Rena, nggak bisa ke sini." Al kelihatan tidak menyadari tangan Rendi yang terkepal erat di atas pangkuan. "Gue nggak nyangka, Rena diembat juga."
Bima mendengus, lalu meneguk bir kalengan di tangannya. "Lagian Rena cantik, sih, mirip lah sama selera Jo. Gue malah nggak ngerti kenapa dia lama banget ngejomblo."
"Bro," Paris memberikan lirikan serius ke arah Rendi, yang menyimak pembicaraan Bima-Al dengan rahang terkatup rapat, "Lo kayaknya emang musti pulang. Abang lo mau tanding PS kan sekarang?"
Tanpa merespon Paris, Rendi mengeluarkan ponselnya sendiri dan menelepon Jo—dia tidak berminat meminta bantuan Al lagi terutama ketika dia memiliki banyak umpatan dan kata-kata kasar yang ingin dia lemparkan langsung ke wajah Jo.
Jo mengangkatnya di deringan ketiga, dan tanpa basa-basi, Rendi langsung menyerang keparat itu tanpa memberinya kesempatan. "Gue mau lo ke sini sekarang juga, Bangsat, atau gue seret lo keluar dari sana."
Kemudian, Rendi menutup teleponnya.
****
"Siapa?" tanya Renata penasaran ketika Jo memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan mendengus masam. Rambutnya sudah berantakan, separuh karena angin sore yang menyapu teras tempat mereka duduk dan separuhnya lagi karena tangan cowok itu tidak bisa berhenti mengacak-acak rambutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Teen FictionIridescent; Sebab permainan warna bisa membuatmu buta. Spin-off dari Waiting In The Dark *** Gue adalah cewek yang ada di sekitar lo, yang namanya seringkali lo sisipkan dalam bisikan-bisikan bernada kebencian. Gue adalah cewek yang itu, yang memaka...