32. UKS

103 12 7
                                    

Yaaash happy reading!!


****


Jo berjanji untuk mengantarnya pulang setelah melancarkan bujukan-bujukan khasnya, dan itulah satu-satunya hal yang menahan Renata tetap disini.

Oh, jangan salah. Dia tentu saja menyetujuinya setelah bertanya pada Gia, yang membuat gadis itu merona hingga ke leher sambil bergumam, "Kenapa harus tanya aku?"

Renata tergelak melihat ekspresi Jo yang terlihat seperti campuran rasa kesal dan gemas. Tentu saja. Dia jelas ingin Gia memberikan reaksi cemburu seperti cewek normal lainnya, tapi Gia jelas tidak sama dengan cewek-cewek yang pernah ditangani Jo sebelum ini. Yah, Gia pasti membuat cowok itu kesulitan, dan Renata mau tak mau tersenyum memikirkannya.

Setelah semua yang terjadi selama ini, melihat interaksi antara Jo dengan Gia adalah sebuah hiburan tersendiri.

Dunia terlihat lebih indah ketika dia menutup mata, Renata menyadari. Dia hanya berbaring sambil memejamkan mata, merasakan keheningan di UKS yang terasa ganjil karena Renata bahkan tidak mendengar suara Gia padahal sejak tadi gadis itu tidak mau diam dan selalu menemukan hal untuk dibereskan. Itu mungkin salah satu usaha untuk menghindari Jo juga, meski mereka semua sadar tatapan Jo tidak pernah meninggalkan Gia hingga membuat gadis itu salah tingkah dan beberapa kali menjatuhkan barang karena kikuk.

Kepolosannya membuat Renata terhibur, tapi itu barangkali salah satu penyebab Jo tampak lebih frustrasi belakangan ini.

Tapi dia memang lucu, Renata membatin. Tingkahnya—

Renata menegang dan semua pikirannya berantakan ketika seseorang mendaratkan tangan di rahangnya, tepat di lukanya, dengan hati-hati dan penuh kelembutan hingga dia tidak merasa sakit padahal lebamnya berdenyut menyakitkan sedari tadi.

"Jo?" Renata membuka mata, lalu kehilangan kata-kata begitu menyadari bahwa itu bukan Jo. Sama sekali. Cowok itu berdiri membelakangi arah datangnya sinar matahari, hingga beberapa saat mata Renata harus beradaptasi, tapi dia tahu postur tubuh itu bukan milik Jo.

Itu milik seseorang yang sangat dikenalnya, dan Renata membelalak ngeri begitu matanya sudah bisa melihat siapa yang sedang mendaratkan jari-jari itu di wajahnya.

"Rendi—"

"Kenapa lo ngira gue adalah Jo?" Suara Rendi terdengar datar dan jauh sekali, hingga Renata hampir berpikir jika kehadiran cowok itu di sampingnya hanya halusinasi akibat korslet di otaknya.

Tapi sentuhan itu nyata, dan Rendi juga terasa nyata.

Renata kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Rendi, terutama karena ekspresi Rendi terlihat kaku seperti menahan rasa sakit. Jadi alih-alih menjawab, Renata malah balik bertanya, "Lo sakit? Habis berantem lagi?"

"Hah?" Rendi jelas kebingungan karena perubahan topik yang tiba-tiba. "Lo yang babak belur dan lo malah nuduh gue habis berantem?"

"Gue nggak babak belur!" bantah Renata tidak terima. Dia beringsut untuk mengganti posisinya menjadi duduk karena berbaring di bawah tatapan tajam Rendi membuatnya merasa lemah tapi Rendi menahan pundaknya dengan kedua tangan hingga dia tidak dapat bergerak. "Muka lo kaku, dan gue cuma liat itu kalo lo lagi kesakitan waktu gue ngobatin luka lo."

Ekspresi Rendi melunak, dan jarinya kembali bergerak memberikan sentuhan lembut seringan kapas di rahang Renata, bergerak hingga ke pipi gadis itu sebelum kembali ke area memar. Itu membuat Renata menahan napas karena ada sesuatu dalam mata Rendi yang membuatnya sesak napas, seakan semua kenangan mereka selama ini melintas disana.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang