1. Dia Bernama Rendi

430 21 4
                                    

I hate you
I love you
I hate that I love you
Don't want to
But I can't put nobody else above you

Gnash ft. Olivia - I hate you, I love you

****

"Sheina kayaknya suka sama gue."

Gue nggak pernah meminta buat ditempatkan dalam situasi semacam ini dengan cowok paling nggak peka yang pernah gue kenal. Tapi ya mau gimana lagi. Walaupun gue mati-matian mengelak dan membisikkan sugesti sebelum tidur bahwa gue nggak suka sama dia, hasilnya tetap aja nihil. Gue tetap aja merasa sakit hati setiap kali dia cerita tentang cewek yang lagi dekat sama dia.

Dan lebih sialnya lagi, kali ini ceweknya adalah teman gue sendiri, yang gue kenalin sama Rendi tapi mereka malah berakhir cinlok.

"Oh ya?" balas gue sambil tetap mencoba mengerjakan PR Fisika. Pak Doni itu emang keterlaluan, masa iya ngasih tugas dua puluh soal harus selesai dalam waktu tiga hari? Ya nggak apa-apa sih kalau PR itu cuma dari dia doang, tapi sejak masuk kelas 12, guru-guru kayaknya kena sindrom ayo-berikan-PR-sebanyak-mungkin-sebagai-kenang-kenangan. Jadi yah, kadang-kadang gue bahkan sampai begadang cuma buat beresin PR yang nggak ada beresnya.

Rendi bergumam samar. Dia lagi tiduran nggak jelas di kasur gue, yang selalu dia lakukan hampir tiap malam. Gue juga nggak ngerti. Dia punya rumah yang lebih besar dan lebih hangat dari rumah gue--bayangin aja, dia punya dua kakak dan satu adik--tapi dia lebih sering tidur disini. Rumah gue emang besar, tapi sepi. Gue cuma tinggal berdua bareng Mami, ditambah dua ART yang sudah kayak keluarga gue sendiri. Mami juga sering pergi buat keperluan butik dan label fashionnya, jadi biasanya gue sendirian.

"Dia ngajak gue kencan nanti Jumat."

Gue keselek. Tangan gue bahkan sampai bikin coretan panjang yang nggak banget di buku tugas. "What?! Lo bercanda, ya? Nggak mungkin lah!"

"Kok nggak mungkin?" Nada suara Rendi terdengar tersinggung, meski gue nggak mengerti kenapa dia harus merasa kayak gitu. "Sheina beneran ngajak gue nonton, lho."

Sheina itu cewek yang lumayan kalem, meski nggak bisa disebut benar-benar kalem. Seenggaknya, dia bukan tipe cewek yang bakal menjerit kegirangan cuma karena Rendi nyamperin dia, walau dia seringkali mengikrarkan diri sebagai fans nomor satu cowok itu. Yah, kadang-kadang, gue ngenes sama dia dan pengin banget teriak, "GUE LEBIH DULU SUKA SAMA DIA, KALI," kalau aja gue nggak cukup waras.

Gue memilih buat nggak jawab Rendi, dan lebih fokus sama PR gue aja. Habis PR Fisika ini beres, gue masih harus mengerjakan makalah Kimia, yang seharusnya jadi tugas kelompok tapi malah gue kerjain sendirian. Yah, gini deh jadinya kalau lo nggak bisa pilih kelompok sendiri. Sialnya lagi, gue dapat anggota kelompok yang bener-bener nggak banget. Gue ngaku kalo gue emang bodo dan nggak pintar-pintar amat, tapi mereka lebih kacau dari gue. Jadi, yah, dari pada nilai Kimia gue hancur, mending gue kerjain aja sendirian.

"Nanti lo ikut, ya?" kata Rendi tiba-tiba.

"Hm, ikut ke mana?"

"Ikut gue kencan."

Gue langsung melotot selebar-lebarnya dan berbalik buat liat dia yang lagi ngeliatin stiker bentuk bintang, planet, dan benda-benda langit lain di atap kamar. "Lo gila, ya?!"

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang