11. Di loteng..

37 27 2
                                    

Perhatian
Di chapter ini terdapat beberapa konten yang tidak nyaman bagi pembaca.

*****

Gadis itu..

Gadis itu tergeletak di lantai, dia sudah tak bernyawa. Badannya penuh dengan luka sayatan dan darah.

Menyeramkan!

Sadis sekali laki-laki itu melakukannya pada gadis kecil.

Dan aku kepikiran akan nasib wanita dress merah itu, aku bergegas turun ke bawah. Mendekati ruangan itu dengan pelan. Saat ku lihat, laki-laki itu sedang mengambil pisau dan menggerakkannya ke atas lalu..

"TIDAKKKK!!!" ucap ku

Laki-laki itu menusuk wanita itu, bukan hanya satu kali. Namun.. Berulang ulang. Aku tak tahan melihatnya. Menjijikan! Mengerikan! Sadisss!

"TIDAKKK JANGAN!!!" teriak ku lagi sambil mendekati laki-laki laki itu.

"Ana... Ana.."

Lalu aku mendengar suara yang memanggil nama ku.. Semuanya menjadi gelap, kejadian yang tadi menghilang. Badanku terasa berat.

"AHHH!! TIDAKKK!" teriakku dan langsung membuka mataku, saat sadar aku berada di kamar Adit.

"Ana.. Are you alright?" tanya ayah

"ayahh.. Aku... Taa-tadi.."

"sudah sudah. Maafkan ayah terlambat menjemputmu." ucap ayah sambil memelukku erat.

Di dalam pelukkan hangatnya itu, aku menangis menjadi-jadi, ku keluarkan semua ketakutan, kegelisahanku, dan rasa bersalahku.

Ayah mengantarku pulang, aku pulang kerumah.

Ayah menyarankan agar menjalani terapi psykologi bersama Nyo. Mellany, dia psykolog terkenal dan sangat mahir dalam bidang ini, terutama mengatasi seseorang yang seperti aku. Sebenarnya, ini bukanlah hal yang sangat berbahaya, ayah cuman takut hal ini akan mengganggu jiwa ku.

Aku menjalani terapi ini selama 2 bulan. Aku ngambil cuti kuliah dan cuti kerja selama 2 bulan. Dan masalah perkuliahan, aku dapat dispensasi sih dari pihak sekolah, ayah sudah membuat izin dan masa kuliahku ga akan tertinggal karna dosen kuliah akan datang kerumah memberi materi, hanya beberapa. Tidak selengkap yang diterangkan di kuliah. Em.. gpp sih, asalkan aku ga banyak ketinggalan materinya. Beberapa dosen akan mengajari materi yang diajarkan dan waktunya tidak lama, hanya 1 jam.

Untung saja aku di kasih dispensasi soal kuliah ini, yaa.. Kalau tidak aku tetap bersikeras untuk masuk kuliah, itu Karna aku takut ketinggalan pelajaran dan aku harus mengulang 1 semester ini. Karna di kasih dispensasi, aku bersedia menjalani terapi selama 2 bulan ini.

Dua bulan ku habiskan di rumah dengan terapi dan belajar. Cukup bosan menjalaninya, tapi ini demi kebaikkan aku. Dua bulan ini pun berlalu seiring berjalannya waktu, entah berhasil atau tidak terapi itu, tapi ayah menyarankan satu hal "Jangan peduli pada 'Mereka', hiraukan apa yang kamu dengar, hiraukan orang yang tidak kamu kenali."

Ya.. Bagi seseorang yang bisa melihat 'Mereka' susah untuk membedakan mana yang benar benar manusia dan mana yang bukan.

Dalam terapi itu, aku dilatih untuk tetap tenang dan tidak mudah panik.

"Halo" aku berbicara melalui telepon yang baru saja berdering.

"lo udah msuk kerja dan kuliah kan hari ni?" ucap suara seseorang dari telpon aku, Ely.

"ya donk, bosan tau di rumah terus. Ga bisa cuci mata."

"ya elah, masih sempat-sempatnya lo mikirin cowok"

Blue Eyes [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang