"Penasaran itu kata lain dari kata suka. Heran, deh, sembunyi terus di balik kata penasaran."
🐇🐇🐇
Vega Shaula baru saja hendak bangkit dari meja belajarnya kala pintu kamar dibuka secara tiba-tiba.
"Hallo, Kakakku yang cantik kayak pantat panci!"
Suara menyebalkan itu tentunya berasal dari mulut seorang gadis yang tengah menenteng tasnya masuk ke dalam kamar Vega. Siapa lagi yang mempunyai suara semenyebalkan itu selain Titania Shaula?
"Ngapain lo di sini?" tanya Vega ketus. Tania--begitu biasanya ia dipanggil--tersenyum manis, lalu melempar tasnya ke sudut ruangan.
"Mau nginep dong," jawabnya dengan nada suara yang tetap saja terdengar menyebalkan di telinga Vega.
"Terus lo ninggalin Mama sendirian di rumah?"
"Tenang dong, Bosku. Mama juga tadi sore baru berangkat ke Bandung." Jawab Tania yang kini sudah telentang di atas kasur Vega.
Vega mendengus, "awas aja kalau lo sampai bilang ke Papa kalau Mama pergi ke Bandung!"
"Kenapa?" tanya Tania tak mengerti. Pipinya mengembung, sedangkan kernyitan halus terlihat begitu nyata di keningnya.
"Papa pasti bakal ngira Mama nemuin selingkuhannya, dan itu bisa buat Papa nggak pernah mau rujuk sama Mama!"
Tania ber-oh panjang. "Tapi Papa udah tahu," katanya santai.
Sudah hampir satu tahun semenjak mama dan papanya berpisah. Sudah hampir satu tahun juga Tania tidak satu rumah lagi dengan Vega. Mereka harus berpisah dan memilih antara mama atau papa. Kalau tidak begitu, itu artinya mereka tidak berbuat adil.
Tania memandangi plafon kamar kakaknya yang begitu polos, berbanding terbalik dengan plafon kamarnya di rumah mama yang penuh dengan pernak-pernik bintang dan bulan.
"Lo tidur di sofa," ujar Vega dingin. Tania memutar matanya malas, lalu mengubah posisinya menjadi berguling ke kanan, dipeluknya guling dengan erat.
"Males!" jawabnya seraya memejamkan mata. Sedetik setelahnya, Tania merasakan sebuah buku mendarat tepat di kepalanya. Saat ia membuka mata, bukannya takut, Tania malah tertawa melihat wajah datar Vega yang habis melempar buku ke arahnya.
"Bagi-bagi kasur sama gue apa salahnya sih?" tanya Tania memelas. Gadis itu kini menarik selimut, membuat Vega tambah memelotot. Ya iyalah, sudah diusir, bukannya pergi, malah menarik selimut.
"Nggak salah, cuma gue nggak mau!"
"Vega!"
Teriakan dari luar kamar membuat Vega bangkit dari meja belajarnya, berjalan ke arah pintu dan menutupnya kencang sambil memelototi Tania.
Tania terkekeh. Ide gilanya timbul, mumpung Vega sedang dipanggil oleh Papa, Tania ingin mengacak-acak kamar kakaknya itu. Cari mati, sih, memang. Tapi Tania begitu penasaran dengan kamar kakaknya. Tak apa, toh, kalau ketahuan juga Vega tidak akan mungkin membunuhnya. Paling-paling, Tania akan dilempar dari balkon.
"Idih, lemarinya sepi banget. Nggak punya baju ya nih orang?" tanya Tania saat membuka lemari Vega dan hanya melihat seragam sekolah di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius Altair
Teen FictionEs itu sudah mulai mencair, tak lagi dingin dan keras. Perlahan, Titania Shaula mampu mengubah seorang Sirius Altair menjadi seperti yang dikenal oleh orang-orang terdekatnya dulu. Dengan segala sikap kekanakan dan keras kepalanya, Tania membawa Alt...