Obliged - 14 -

3.1K 396 25
                                    


•´•´•´•´•

-Seulgi-

Malam itu Jimin tak pulang, dengan alasan dia harus menyelesaikan syutingnya dan berlatih untuk konser solonya setelah ia menyelesaikan klip terbarunya.

Aku sempat berpikir bahwa pekerjaannya sebagai Idol adalah suatu pekerjaan yang buruk. Mereka bekerja tanpa mengenal lelah. Memforsir tubuh mereka untuk bergerak terus menerus. Menjadikan mereka seperti boneka yang sedang dimainkan dengan sengaja. Para fans tidak tahu seberapa remuknya tubuh pria itu, yang mereka tahu hanyalah menjerit, tertawa, tersenyum, dan bersedih bila merasa kasihan.

Aku sungguh heran, atas dasar apa pria itu bersikeras menjadi seorang Idol. Apakah itu impiannya? Ataukah karena memang wajahnya yang tampan lalu dikombinasikan dengan suaranya yang bagus membuat Agensi tertarik padanya? Jika aku menjadi Jimin, aku lebih baik memilih pekerjaan kantoran saja. Aku tak perlu pulang pagi, atau bahkan memiliki waktu padat seperti yang mereka lakukan. Tak perlu juga membuang waktu tanpa keluarga. Sangat disayangkan jika Jimin menjadi jauh dari keluarganya. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak berhak ikut campur dalam hal ini.
Aku cukup diam dan berdoa agar dia sehat selalu.


Klek

Wajahnya terlihat kusut saat ia pertama kali muncul dari balik pintu.
Mataku menangkap segala pergerakannya, mulai dari saat ia membuka paksa sepatunya dan membiarkannya berhambur begitu saja dilantai. Sampai dia berjalan ke arah sofa dan langsung merebahkan tubuhnya disana. Matanya juga ikut terpejam bersamaan dengan nafasnya yang tak beraturan seakan habis berlari marathon.

Kulihat waktu ternyata sudah menunjukkan pukul sembilan, pasti lelah sekali bekerja dari kemarin dan baru pulang sekarang.

"Jim, apa kau ingin kubuatkan teh?" tanyaku dari arah dapur.

Kulihat wajah letihnya menatapku sambil tersenyum seolah mengagumi setiap sisi wajahku. Dia mengangguk pelan tanpa menyahut dan kembali memejamkan matanya.

Entah kenapa Jimin terlihat berbeda hari ini. Apa yang sebenarnya pria itu kerjakan? Hingga membuatnya begitu lelah dalam pikirannya. Ataukah ada masalah lain yang menimpanya?

Aroma dari daun teh yang baru saja ku seduh langsung menguar begitu saja. Membuat indera penciumannya tahu jika teh yang kubuat telah berada di meja sebelahnya.

Pria itu menatapku saat diriku mengambil alih sofa di sebelahnya yang menganggur.

"Minumlah, agar kau kembali segar" kataku balas menatapnya.

Pria itu bangun dari posisi tidurnya dan menegakkan punggungnya pada sandaran sofa lalu mengambil cangkir teh itu dan meminumnya sedikit.

"Jangan terlalu jauh, duduk sini.." lirihnya yang terdengar begitu lelah setelah ia meletakkan kembali cangkir teh panas itu ke tempat semula, sebelah tangannya menepuk-nepuk tempat kosong disampingnya. Memberi kode agar aku duduk disampingnya.
Aku menurut saja dan mengambil tempat disampingnya.

Pria itu masih menatapku, seakan menyalurkan keresahan hatinya yang memang bisa kurasakan. Tatapanku melebar saat dia tiba-tiba menggenggam tanganku, menautkan jari-jarinya pada sela jariku.

"Apa terjadi sesuatu?" tanyaku yang sudah sejak tadi penasaran.

Pugh

Tanpa menjawab dia mendaratkan kepalanya begitu saja di bahuku. Aku terdiam dan membiarkannya memakai bahuku sebagai sandaran.

OBLIGED ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang