Obliged - 16 -

3.4K 340 12
                                    

⬇⬇⬇
ALL 🔞

Yang gak suka part 🔞ini bisa di skip!⏩

•´•´•´•´•
Flashback
•´•´•´•´•


-Seulgi-

Aku tahu rasanya pasti sulit jika kau menghadapi kenyataan bahwa orang tuamu tak lagi bersama. Hatimu hancur seakan kau marah pada dunia. Dan apa artinya kau dilahirkan jika mereka memutuskan untuk berpisah. Kau ada karena dari dua sel mereka yang berbeda namun menjadi satu.

Marah dan kecewa itulah yang dirasakan Jimin.

Pria itu tak pernah menangis karena ia selalu menahannya, dia memendam semuanya sendiri. Seolah dia telah mengikhlaskan semuanya.

Aku hanya bisa memandangi dirinya yang sejak tadi berdiri di balkon. Cuaca malam ini sedang mendung, langit bergemuruh seolah tahu tentang isi hati Jimin. Pria itu kesal dan marah.

Set

Kulampirkan selimut tebal yang sedikit menghangatkan punggungnya, dan membuatnya sedikit agak terkejut karena aku telah berada disampingnya. Pria itu balas menatapku sendu.

"Apa kau butuh sandaran?" tanyaku ikut menatapnya.

"Ya, sangat.. " lirihnya sambil menelusupkan wajahnya pada bahuku. Bisa kurasakan hembusan nafas pelannya menerpa kulit leherku.
Dan kubalas mengelus pundaknya, mencoba memberikannya kenyamanan.

"Apa keputusan mereka sudah final?" tanyaku yang sebenarnya tak ingin membahas hal ini. Namun aku tahu Jimin pasti butuh seseorang yang mau mendengarkan keluh kesahnya.

Kurasakan kepala Jimin menggeleng pelan.

"Aku marah pada mereka.. aku bilang aku tak mau menemui mereka lagi, jika sampai hal itu terjadi.." ucap Jimin setengah berbisik.

"Aku.. aku tak ingin kehilangan mereka berdua.. mereka sangat penting untukku.." lanjut Jimin yang kini menarik pinggangku. Membuatku merasakan pelukannya lebih erat dari sebelum-sebelumnya.

"Jika hal itu terjadi, lalu bagaimana denganku?" tambah pria itu. Aku balas memeluknya erat sampai diriku berjinjit karena harus mengalungkan kedua lenganku pada lehernya.

"Jangan khawatir.. ada aku.."Bisikku didekat telinganya.

"Aku akan selalu ada untukmu.."

"Percayalah.. mungkin mereka sekarang tengah mempertimbangkannya.."

Bisikku yang pada akhirnya membuatnya semakin menenggelamkan kepalanya pada leherku.

"Menangislah.." ucapku pelan.

Tapi Jimin menolaknya.

"tidak, aku tak bisa menangis dihadapanmu.."lirihnya.

Aku mencoba melepaskan pelukannya, namun ia semakin erat memelukku.

"Biarkan tetap seperti ini.." bisiknya, membuatku mengangguk.

Entah berapa lama kami masih dalam posisi yang sama, hingga suara petir mengagetkan kami berdua.
Tubuhku tersentak dan berteriak kecil.
Jimin melepas pelukannya dan menatapku sambil tertawa.

OBLIGED ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang