Obliged - 31 -

3K 360 51
                                    

•´•´•´•´•

Cinta pertama memang menakjubkan, namun cinta terakhir merupakan sebuah kesempurnaan.

•´•´•´•´•

Hamparan rerumputan hijau diterpa angin musim dingin, merupakan bagian dari taman yang menjadi salah satu fasilitas yang disediakan di  Massacushetts General Hospital .
Putaran kursi roda yang didorong oleh tangan kekar ber-coat hitam itu mengiringi rasa amarah yang sejak tadi memuncak di kepalanya.

Penyakit jantung yang dideritanya sudah terobati, semua tergantikan dengan yang baru. Nyawanya tertolong berkat pemuda yang sejak tadi mengiringinya menuju pepohonan yang rimbun. Tangan yang sudah berkerut dan kering itu menggenggam erat kedua sisi bagian kursi roda yang dirancang manual. Pria itu sudah tua, namun masih jelas terlihat wibawanya. Tegas dan terlihat dingin.

Hembusan nafas yang menerpa udara membuat kepulan asap samar keluar dari celah mulutnya, menandakan betapa dinginnya cuaca diluar.

Pria muda yang di capnya sebagai pembawa kesialan bagi putrinya itu, dengan berani melilitkan syal berbahan wool yang tadi dia kenakan kemudian memberikannya pada pria paruh baya yang masih rentan untuk keluar.

Keduanya masih terdiam, Pria paruh baya bermarga Kang itu menatap datar kesekitar pepohonan, enggan melirik ke arah pria yang sejak tadi berdiam diri disamping. Pria itu ragu untuk berucap, lidahnya rasanya kelu bahkan jantungnya berdetak tak karuan. Ini lebih menakutkan dibandingkan dengan omelan Ayahnya. Yang dilakukannya sekarang hanyalah melirik pria paruh baya disampingnya sambil sesekali menoleh kearah mana beliau melihat.

Berulang kali dia menghembuskan nafas yang membuang waktunya percuma. Niat untuk mengutarakan isi hatinya malah tertahan oleh ketakutannya. Bagaimana bisa dirinya memohon setelah semua yang terjadi pada Seulgi. Dia yakin sekarang Seulgi tengah mengawasi mereka dari jendela lantai 2 ruang inap Ayahnya. Menunggu disana dengan cemas bersama Daniel.

Ayah Seulgi dengan segala perintahnya melarang putri satu-satunya itu untuk ikut campur dalam urusan lelaki. Ini masalah antar sesama pria. Dan Jimin mau tidak mau menghadapinya sendiri. Dia harus berani mengambil resikonya, dia harus bertanggung jawab.

Tentu saja, itulah tujuannya kemari.

Meminta ijin untuk membawa Seulgi hidup bersamanya. Dan inilah saat yang sudah sangat lama ia tunggu. Menunggu disaat pria paruh baya itu tersadar, meminta ijin padanya untuk mengikat anaknya dengann cara yang tepat. Rasanya bagaikan mimpi bisa melihat sosok Ayah Seulgi yang belum pernah ia rasakan kesadarannya, mengingat selama ini Jimin hanya melihat Ayah Seulgi yang terbaring lemah menunggu kapan beliau akan sadar.

Sekarang pria itu tengah menunggunya berucap sesuatu, dan Jimin menyadari itu. Dia berusaha menetralkan degup jantungnya yang saat ini kian menggebu. Takut jika Ayah Seulgi akan marah padanya. Oh, mungkin itu jelas. Pria seperti dirinya patut disalahkan.

"Aku mengajakmu kemari bukan untuk berdiam diri melihat rumput yang bergoyang, kau ingin membuatku membeku diluar sini?" suara Ayah Seulgi memecah kesunyian, membuat Jimin menoleh kesamping mengamati pria yang menyerukan sindirannya.

Oh, mungkin ini saatnya Jimin menjelaskan semua. Semua yang menimpa dirinya dan Seulgi.

"Aku tidak akan memintamu bertanggung jawab atas apa yang sudah kau lakukan pada putriku, mengurungnya selama dua tahun.. tak membiarkanya bebas.. bahkan aku tak habis pikir dengan orang sepertimu, bagaimana bisa kau membatasi waktunya untuk bertemu denganku.."

OBLIGED ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang