01.

5.1K 414 17
                                        

Sejak tadi pagi, senyum dibibir wanita bersurai coklat itu tak pernah luntur. Senyum itu menghiasi kegiatannya memasak, menyiapkan sarapan untuk gadis yang kemarin akhirnya mengeluarkan suaranya setelah empat tahun berlalu.

Telaten, kedua tangannya meracik hidangan dengan penuh kasih sayang. Rencananya hari ini akan ada pesta kecil-kecilan untuk merayakan kejadian kemarin malam.

"Good morning, bibi.."

Wanita itu mendongak, tersenyum pada gadis cantik yang sekarang berjalan menuruni tangga. Ia melambaikan tangan untuk balas menyapa, gadis itu tersenyum. Sangat manis, sungguh, itulah yang membuat wanita bernama Jennie ini tertarik pada gadis itu.

"Apa yang bibi lakukan. Memasak? Tanpa memberitahuku. Bibi, aku bisa membantumu.." gadis itu mengerucutkan bibirnya, sementara Jennie terkekeh.

"Bibi hanya tidak ingin kamu lelah.. Bibi akan membuat makanan kesukaanmu pagi ini.."

"Bibi tau makanan kesukaanku?"

Wanita itu terdiam. Benar, gadis manis itu tidak pernah memberitahu apapun mengenai apa yang ia suka dan apa yang tidak ia suka. Bagaimana akan memberitahu? Bahkan sejak pertemuan pertama dengan Jennie hingga empat tahun berlalu, Jennie baru mendengar suaranya kemarin malam. Dan itu kejutan tersendiri untuknya.

"Bibi hanya.. Menebak.."

Gadis itu kembali tersenyum. Terkadang Jennie merasa kasihan pada gadis 17 tahun itu, ia tersenyum, tapi tak jarang Jennie mendengar isak tangis. Pilu. Jennie tak pernah melihat gadis manis itu menangis, bahkan ia mendengarkan tanpa sepengetahuan gadis itu.

Gadis manis itu tak pernah memerlihatkan kesedihannya, ia hanya akan mengadu pada hujan. Dan ia hanya akan menangis pada hujan, Jennie hanya tidak sengaja mendengarnya. Tangis pilu yang mengiris hatinya.

Jennie pernah berada pada posisi gadis itu, ia tahu betapa sakitnya. Ia pernah kehilangan dua permata hidupnya, dan saat itu ia sangat hancur. Pernah berniat mengakhiri hidupnya, namun ia teringat masih memiliki dua permata yang harus ia jaga.

Hingga ia bertemu dengan sosok gadis manis yang sekarang membantunya memasak dengan senyuman itu, Jennie merasa hidupnya kembali. Dan ia akan menjaga satu lagi permata pemberian Tuhan ini, itu janjinya.

"Bibi—"

"Bisakah kamu memanggilku Mommy saja?"

Gadis itu terdiam, ia menghentikan kegiatannya memotong wortel. Perlahan ia menoleh, dan mendapati wajah wanita yang telah merawatnya selama ini, wanita yang telah dengan sabar menunggunya, wanita itu tersenyum.

Ibu? Ia harus memanggil wanita itu ibu? Apa dia bisa? Itu sulit. Setelah empat tahun ia tidak pernah membuka suaranya, dan sekarang ia harus kembali menyebutkan kata itu. Sulit sekali baginya untuk melakukannya.

Jennie yang mengerti dari raut wajah itu tersenyum dan mengangguk, ia berjalan mendekat, lalu mengusap punggung gadis yang sudah ia anggap sebagai putri sendiri.

"Kamu tidak perlu memaksa jika belum bisa, Mommy akan menunggu.."

Gadis itu menutup matanya, mengangguk. Melihat senyum tulus Jennie membuat hatinya nyeri. Ia merasa jahat. Kenapa ia tidak bisa mengabulkan satu permintaan dari wanita yang selama ini telah berbaik hati menampungnya?

Tapi, walau ia sudah mencoba. Ia tetap tidak bisa melakukannya. Mungkin, butuh waktu sedikit lebih lama untuk bisa menerima semuanya. Ia akan tetap berusaha.

"Oh, iya. Setelah ini bersiaplah, kita akan pergi ke bandara.."

Gadis itu mengerutkan dahi, ke bandara? Mereka akan pergi?

Sementara Jennie yang lagi-lagi mengerti tatapan itu langsung menggeleng. Ia paham apa yang ada di pikiran putrinya.

"Kita tidak akan pergi, kita akan menjemput seseorang.." jelas Jennie.

Gadis itu mengangguk, ia segera menyelesaikan pekerjaannya dan kembali ke kamar untuk bersiap.

.
.
.
.
.

Gadis manis yang sekarang mengenakan jaket coklat itu memerhatikan setiap sisi bandara yang ia lihat. Seperti mengagumi semua ini, ternyata banyak perubahan dan kemajuan teknologi setelah bertahun-tahun berlalu. Dan ia merasa tertinggal.

Ia meringis pelan kala melihat segerombol gadis yang ia yakini seumurannya sedang berkumpul di salah satu sisi bandara, dan mereka berteriak histeris entah karena apa. Ia tak mau tahu, mungkin ini yang dilakukan remaja sekarang, dan ia tak tahu akan hal itu.

"Y/n, kemari... Kakakmu akan keluar dari sana.."

Y/n, gadis itu menoleh kala mendengar suara Jennie. Ia tersenyum dan mengangguk, lalu berjalan menghampiri Jennie yang berjalan lebih dulu.

"Dimana, ya?" Jennie tampak celingukan mencari sesuatu, atau seseorang?

"Mommy!!"

Atensi dua manusia itu teralih pada pemuda bermasker yang sekarang sedikit berlari kearah mereka. Jennie tersenyum dan melambaikan tangan, sementara Y/n menundukkan kepalanya dalam.

"Mommy, aku merindukanmu.."

Entah kenapa Y/n merasa takut kala pemuda itu sudah sampai di dekatnya dan memeluk Jennie yang tampak bahagia.

"Mommy juga, kau rindu adikmu tidak? Lihat.. Dia sudah besar.."

"Adik?"

.
.
.
Tbc~

MunLovea
Sabtu, 09 Februari 2019

Save Me (TTU Season 2) [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang