13.

2.7K 289 19
                                    

"Aku akan datang satu jam sebelum latihan, aku harus kembali, Eomma menungguku.."

"Lihat, Y/n juga mulai mengantuk.."

Semua atensi beralih pada gadis yang sekarang menyandarkan kepalanya di tembok, disamping Felix.

Pemuda itu mengangguk, semua pemuda disana beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan cafe tempat mereka berkumpul, hanya menyisakan Felix dan Y/n yang tampak masih menutup matanya.

Felix tersenyum, tangan putihnya bergerak mengusap puncak kepala sang adik untuk membangunkannya, dengan cara ini Felix harap Y/n tidak akan terkejut.

"Y/n, kita pulang sekarang.."

Y/n menggeliat, membuat Felix mencubit pipinya karena gemas. Dan hal itu membuat Y/n langsung memegang pipi kanannya yang dicubit Felix, gadis itu mengerucutkan bibirnya.

"Jangan begitu, kamu menggemaskan.."

Y/n tetap memasang wajah kesalnya sementara Felix tertawa, ia menggandeng tangan sang adik dan mengajaknya meninggalkan cafe untuk kembali ke hotel.

.
.
.
.
.

Felix dan Y/n sampai di hotel tepat ketika dua mobil hitam terparkir disamping mobil milik Felix.

Felix turun dari mobil, lalu berlari memutari mobil untuk membukakan pintu agar sang adik bisa turun.

"Mommy di kamar, kan? Nanti kakak akan keluar, aku tidak mau di kamar sendiri.."

"Kakak akan pergi besok, nanti kakak masih ingin bersama denganmu.."

Dua remaja itu saling menggandeng dan berjalan meninggalkan area parkiran, Y/n sudah tidak aneh lagi dengan penampilan sang kakak yang terkesan menutup identitasnya, karena sang kakak adalah salah satu Idol terkenal yang tidak boleh asal berkeliaran di tempat umum.

Hal ini membuat Y/n teringat pada enam laki-laki yang ia lihat di pemakaman tadi pagi, mereka menggunakan style yang sama dengan Felix. Apa mungkin mereka juga Idol?

Ahh.. Tidak. Kata Felix tidak semua yang memakai penyamaran adalah Idol, mungkin mereka menggunakan itu semua untuk mengurangi rasa dingin karena udara di Amerika memang sangat dingin musim ini.

"Kakak.."

Felix menghentikan langkahnya spontan karena pekikkan sang adik, mereka barusaja akan masuk kedalam lift.

"Ada apa?"

"Slimbag ku.. Di mobil.."

Felix menghela napas, sementara Y/n terkekeh. Sudah seringkali Felix memperingatkan agar Y/n memeriksa semua barang yang ia bawa sebelum meninggalkan suatu tempat, karena Y/n itu pelupa.

"Aku ambil dulu ya.. Kakak ke kamar saja.."

Felix menggeleng. "Biar kakak yang ambil, kamu tunggu disini.."

Y/n tersenyum, ingin menolakpun tidak akan bisa karena Felix sudah melangkah meninggalkannya.

Y/n menoleh, liftnya sudah tertutup kembali, jadi dia memilih untuk duduk di kursi panjang tak jauh darisana, ia akan naik bersama Felix nanti.

.
.
.

"Aku tidak tau kenapa aku bisa tidak kebagian kamar disana.."

"..."

"Aku sudah memesan, tapi mereka bilang belum.. Hotel macam apa itu.."

"..."

"Aku di hotel tidak jauh dari hotel itu, baru sampai.."

"..."

"Kami bertiga, temui kami di tempat latihan saja.."

"..."

"Nde.. Pergilah dulu, kami akan menyusul.."

"Hyung, kita kamar yang mana?"

Pria bermata sipit itu memutus sambungan telpon dan menoleh pada sang adik yang bertanya, bahkan ia juga tidak tahu kamar mereka dimana.

"Hotel macam apa itu, sudah jelas kita punya bukti pemesanan, kan. Mereka berlaku curang untuk mendapat uang lebih.."

"Sudahlah, hyung. Kita cari saja kamar kita.."


"Y/n, kamu masih disini? Kakak kira sudah ke kamar, ayo.."

"Mana mungkin Y/n pergi tanpa kakak, Y/n takut tersesat."

"Hotel ini tidak seluas kota London, kamu tidak akan tersesat.."

"Hmm.."



Tiga pria bermasker itu menoleh ke sumber suara, dua kakak beradik yang sekarang bergandeng tangan memasuki lift.

Mereka memerhatikan dua remaja itu hingga lift tertutup dan mereka tak lagi terlihat, setelahnya tiga laki-laki itu saling melempar pandang.

"Hyung."

Yang termuda disana tak mampu melanjutkan kalimatnya, ia diam. Sementara pemuda paling tinggi disana mengerjap pelan.

"Apa aku salah dengar, hyung?"

Pemuda sipit berkulit putih itu menggeleng, pandangannya kosong. Ia juga mendengarkannya, dan pendengarannya masih berfungsi dengan baik walau usianya sudah tidak muda lagi.

"Apa tadi aku mendengar nama Y/n?"

Dua laki-laki itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan sang adik, mereka juga mendengarnya.

"Hyung aku tau kemampuan bahasa Inggrisku tidak sebaik dirimu, tapi aku mengerti apa yang mereka katakan.."

Lagi-lagi yang termuda yang angkat bicara, pandangannya juga kosong seakan menerawang kejadian di masa lalu.

"Aku masih ingat dengan baik, percakapan seperti itu juga pernah terjadi antara aku dan Y/n.."

"Jungkook-ah.."

"Saat Y/n memintaku mengantarnya ke dorm Seventeen, Y/n tak mau kutinggal saat Jin-hyung menghubungiku. Dan aku mengatakan kalau dorm itu tak seluas kota Seoul, dia tidak akan tersesat.."

"Jungkook-ahh.." pria paling tinggi dengan lesung pipi itu mendekat kearah sang adik yang terlihat mulai berkaca-kaca.

"Hyung, aku merindukan Y/n.."

Kim Yoongi, pria bermata sipit dengan kulit putihnya itu berdecak. Ia berjalan menuju lift, meninggalkan dua adiknya.

"Jungkook-ah, hyung tau kau merindukannya. Tapi tolong jangan seperti ini.."

"Ada apa dengan Yoongi-hyung, hyung?"

"Dia selalu merasa bersalah ketika mengingatnya.."

"Lalu apa kita akan melupakan Y/n? Aku tidak mau, hyung. Kalau Namjoon-hyung dan yang lain melakukannya, aku tidak akan. Dia adikku, hyung.."

Jungkook tidak bisa lagi menahan air matanya. Dia memang sudah dewasa dan bahkan memiliki penerus. Tapi mengingat ini selalu dapat memunculkan sisi lemahnya.

"Kau merindukannya? Bagaimana jika kita dan yang lain menemuinya? Besok?"

Jungkook mengangguk. "Nde, hyung.."

.
.
.
Tbc~

MunLovea
Sabtu, 23 Maret 2019

Save Me (TTU Season 2) [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang