" Ayah..... Ayah....."
Pak Wito yang sedang membersihkan halaman, terheran-heran saat melihat Talita yang berteriak memanggil Ayahnya.
Ga biasanya non talita teriak-teriak begini.
"Pak wito, Ayah dimana?" tanya Talita.
"A..ada di atas non."
Talita berlari menaiki tangga dan menemukan ayahnya yang berada di balkon, Talita memeluk ayahnya dari belakang.
"Maafin Talita ayah... maafin sikap kurangajar talita." seru Talita mengeratkan pelukannya.
Diergan yang mendapat perlakuan seperti itu, tersenyum dan membalikkan badannya memeluk putrinya tak kalah erat.
"Sayang.... Ayah mengerti apa yang Talita rasakan. Tidak ada orang yang baik-baik saja ketika ditinggalkan oleh orang yang berarti bagi kita, tapi kamu harus tau! Di dunia ini tidak ada yang abadi, semua yang kamu miliki pasti akan pergi. Tidak akan ada kesedihan jika kamu rela untuk melepaskan."
"Makasih ayah, Talita sayang Ayah."
"Upss..... ada yang baikan nih."
Talita yang melihat Sesil langsung melotot.
"Ngapain?"
"Yah..... kok cuek lagi sih."
"Ngapain Sesil..?" Talita bertanya kembali dengan sedikit melembutkan ucapannya.
"Sesil bosen ah di rumah terus, keluar yuk."
"Udah sana keluar sama Sesil, kasian tuh lagi bosen katanya." seru Diergan sedikit mengurai pelukan.
"Ih... Ayah! kan Talita masih mau sama ayah." rengek Talita memeluk ayahnya kembali.
"Oh... jadi gini om, Talita yang dulu."
"Iya Sil, manja." Diergan tersenyum lalu menoel hidung Talita.
"Emangnya mau kemana sih?"
"Udah deh, ayok.." Sesil menarik tangan Talita.
Jadi kamu sil yang udah buat anak om seperti dulu lagi.
"Jangan pulang malem-malem ya."
"Siap laksanakan" hormat Sesil ke arah Diergan.
"Iya sudah sana hati-hati."
"Da.... Ayah...." Talita melambaikan tangannya.
"Iya sayang."
.....
"Talita fotoin sesil dong mumpung lagi cantik nih"