Talita mengira jika hidupnya sudah ada di titik terendah. Ternyata tidak sepenuhnya benar, karna rumah yang saat ini Talita dan ayahnya tempati bisa di bilang besar dan luas. Talita mengedarkan matanya keseluruh bangunan tersebut. Diergan yang melihatnya langsung mengacak rambut anaknya.
"Pasti kamu berfikir kalo kita akan tinggal di rumah yang kecil dan sempit kan?" Talita langsung mengangguk sebagai jawaban. Hal itu membuat Diergan tersenyum lembut. "Enggak sayang, Rumah ini adalah peninggalan nenek satu-satunya yang diwariskan ke Ayah. Ayah bersyukur masih punya tempat tinggal yang layak sekali untuk kita tempati, dengan begitu Talita bisa nyaman tinggal disini. Kita sama-sama belajar beradaptasi ya sayang. Rumahnya bagus kan nak?"
"Lumayan." jawab Talita cuek.
"Punya rumah besar bukan berarti kita harus santai-santai seperti dulu nak. Kita cuma punya rumah ini dan bulan depan ayah merantau ke kalimantan untuk bekerja supaya kebutuhan hidup kita terpenuhi." tangan Talita yang hendak membuka pagar mendadak terhenti, kakinya lemas. Seketika barang-barang yang ada di tanggannya berjatuhan.
"Pembohong!" Talita menatap nanar sang Ayah dan menangis pilu.
"Sayang, ayah gak pergi selamanya nak. Ayah hanya bekerja merantau di Kalimantan dan satu bulan sekali ayah pulang ke Bandung jenguk kamu Talita. Kalau ayah diam disini terus, kita makan apa nak? tolong mengerti hidup kita yang sekarang ya sayang."
"Jual rumah ini!"
"Sayang, kalau rumah ini di jual nanti nenek kamu kecewa... karna ini peninggalan beliau satu-satunya dan tugas ayah menjaga dan merawat apa yang sudah nenek kasih ke Ayah. Kalau rumah ini di jual kita mau tinggal dimana?" Diergan mencoba untuk bersabar menghadapi putrinya yang keras kepala.
"Kos!" Talita bersikukuh.
"Untuk saat ini ayah gak bisa turutin Talita. Kalau pun kita ngekos ayah akan tetap merantau nak, ga mungkin kita hanya bergantung dari hasil jual rumah ini, lagian Talita gak sendiri di rumah ini kalau ayah pergi, di dalem ada bu Zizah anaknya almarhum mbok Lasmi pembantu disini. Dia tinggal dirumah ini bersama suami dan anaknya, mereka rela tidak dibayar asalkan mereka tetap di ijinkan untuk tetap tinggal disini. Karna mereka tidak punya rumah, Dan juga ada pak Yatno satpam rumah ini. Jadi Talita gak akan kesepian sayang! Ayah mohon sama Talita untuk kali ini aja, Talita nurut sama ayah ya nak." Diergan mengamit kedua tangan Talita sambil menitihkan air mata. Talita yang melihatnya menjadi tidak tega ia pun akhirnya menganggukkan kepala.
Diergan yang melihatnya langsung membawa Talita ke dalam pelukan.
"Kamu anak kebanggaan ayah." mengecup kening Talita
"Ehh, pak Diergan sama non Talita sudah datang. Mari saya bawakan barang-barangnya." sapa pak Yatno satpam rumah.
"Iya pak terimakasih."
"Non Talita sudah besar ya, dulu waktu kesini masih kecil." sapa bu Zizah."Iya buk! Dulu non Talita sering minta bapak buat jadi kuda-kudaan, sampai punggung bapak ini kalo malem harus di pijitin." goda pak Wito suami bu Zizah. Sedangkan yang di goda tetap memasang wajah dinginnya. Pak Wito yang melihat itu langsung berhenti tertawa. Diergan yang mulai mengerti keadaan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Talita pasti capek ya, bu Zizah tolong antarkan Talita ke kamarnya ya.."
"Ohh baik pak... Mari non."
"Kamarnya kemarin sudah saya bersihkan semua non, kalau non Talita nggak suka sama nuansa kamarnya, non bilang ya sama saya, biar nanti saya ganti." merasa tidak ada respon dari Talita, bu Zizah menutup mulutnya diam."Suka." Talita bergumam.
"Apa non? tadi non talita bilang apa, maaf ya kuping saya ga kedengeran. " bu Zizah mendengar Talita bergumam, namun bu Zizah hanya memastikan kalau yang dia dengar tidak salah.
"Saya suka!" ucap Talita mengulangi perkataannya. Bu zizah yang mendengar itu langsung tersenyum lega.
"Iya sudah, non Talita istirahat saja atau mau ibu buatkan teh dulu?" Talita menggeleng.
"Baiklah ibu turun kebawah ya non, kalau butuh apa-apa tinggal panggil ibu saja." pamit bu Zizah sambil menutup pintu kamar gadis cantik itu.
Setelah kepergian bu Zizah, Talita bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket dan bau keringat.
Lima belas menit kemudian, Talita keluar dari kamar mandi lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tidak terasa sudah pukul 4 sore. Karna memang dirinya merasa capek, akhirnya Talita memutuskan untuk tidur.
Jangan lupa vote dan komen ya...