Play in mulmed.....
Air mataku mengingatkan keberadaan akan dirimu.
Kucoba menghapusnya, namun tak bisa menghapusmu.
Kau sudah menjadi segalanya bagiku.
Aku tak bisa melihatmu, aku tak bisa mendengarmu, tapi tak apa.
Perpisahan memang menyakitkan, dan hatiku sakit merasakan.
Namun jika kau bahagia dan bisa tersenyum, maka aku rela untuk melupakanmu.
Mungkin suatu hari nanti, aku akan begitu merindukanmu hingga menangis lebih banyak dari hari ini.
Aku mengharapkan kau bahagia, selamat tinggal cintaku.
Hatiku sudah memahami perasaan kesepian ini yang seolah akan meledak.
Kucoba memendamnya, namun aku tak sanggup.
Aku tak bisa memiliki, tak bisa menyentuhmu.
Kepedihan tiada akhir ini membuatku menangis lagi.
Akankah sekali saja kau memikirkanku?
Setidaknya itu semua yang ku harapkan.
Sampai hari dimana kita bertemu lagi.
Akan ku tunggu hari dimana perpisahan ini hanyalah sesaat."Kenapa lo tinggalin gue disaat lagi butuh sandaran?" Talita berusaha mengatur napasnya sehabis berlari. Menerima kabar dari Zefran bahwa temannya berniat pindah ke luar negeri meninggalkan kota bandung dengan sejuta kenangan, membuat dirinya tak harus berpikir dua kali untuk segera menemui Devran di bandara.
Setelah pengumuman kelulusan, Devran memutuskan untuk meneruskan study nya di london, inggris. Mengembangkan bakatnya di dunia modeling. Awalnya sang nenek yang sudah mengasuh dirinya dari kecil, menolak keras atas permintaan sang cucu. Tapi setelah berulang kali Devran memastikan bahwa dirinya sangat menginginkan berkuliah disana, neneknya yang tidak tega melihat air mata sang cucu ketika memohon padanya akhirnya mengijinkan Devran untuk pergi ke negeri dengan sejuta keromantisan tersebut.
Meski bukan itu alasan utama Devran untuk pergi meninggalkan kota kelahirannya, namun dengan tekad yang sudah mencapai ubun-ubun, biarlah Devran yang mengalah. Mengalah melupakan semua apa yang ada di dalam jiwanya dan pergi dari hidupnya yang sepi.
Devran tersenyum tipis melihat Talita yang berusaha menahan air matanya. Cowok itu meneliti satu persatu manusia yang tengah mengantar keberangkatannya di bandara. Dari kedua orangtuanya yang tersenyum kearahnya, nenek yang sudah berurai airmata, hingga Zefran, Nicko, dan Aji yang ikut serta memberi salam perpisahan padanya.
Ada satu orang yang tidak hadir tentunya, Arion. Sahabat satunya itu masih belum sadarkan diri dari komanya. Semoga setelah kepergiannya, Arion di berikan kesadaran dan kesembuhan sehingga bisa kembali menciptakan lekuk senyum di bibir Talita.
"Lo ngga mau nunggu Prom Night, bro?" tanya Zefran berharap teman seangkatannya itu mau mengundur keberangkatannya. Devran tersenyum.
"Hidup ini seperti perlombaan, kalau kalian tidak cepat maka kalian akan kalah! Gue ngga mau terus-terusan kalah, Zef." seru Devran mempunyai arti lain dari kalimatnya barusan. Seakan mengerti dengan apa yang Devran katakan, Zefran melirik Talita yang menundukkan kepalanya. Cewek itu faham betul apa yang di maksud Devran. Pikirnya.
"Disana udah buka pendaftaran, gue gamau telat. Takut keduluan sama yang lain." lanjut Devran terkikik.
"Sukses! Bro." Nicko mengajak Devran ber high five. Aji pun melakukan hal yang sama.
"Jangan lupakan kita, Dev."
Devran menepuk punggung aji, Nicko, dan Zefran bergantian. Saat ingin melakukan hal yang sama pada Talita, cewek itu menolak dengan memundurkan langkahnya. Talita menatap tajam Devran di hadapannya. Talita menggelengkan kepalanya pelan kemudian berbalik badan membelakangi Devran.
"Call." teriak Devran memanggilnya.
Talita berhenti melangkah, tubuhnya bergetar, mengerjap sebanyak mungkin untuk menghalau air matanya. Talita mengepalkan tangan lalu berbalik sembari berlari, menubruk tubuh Devran dan memeluknya erat. Devran terkejut, tetapi tak urung membalas pelukannya. Mereka berpelukan lama membiarkan emosi mereka berdua meluap dengan kebersamaan yang semakin menipis tersebut.