Play in mulmed...
Bandung 09:00
Talita mengedarkan pandang mencari Devran saat tiba di caffe Green. Menurut Sesil caffe milik Nicko itu tempat berkumpulnya Arion cs, pasti Devran ada di sana. Dia melihat Devran sedang duduk di pojok bersama Nicko, Aji, dan Zefran. Talita mendekati mereka dengan langkah tergesa. Devran sepertinya menyadari kehadiran Talita. Cowok itu memangdang Talita lurus-lurus hingga Talita ada di hadapannya.
"Tumben kesini, Call?" kata Devran, membuat teman-temannya menoleh menatap Talita yang tampak berantakan. "Lo nyari gue?"
"Eh, ada Talita." sapa Aji tersenyum. " Duduk sini, gabung sama kita."
Tanpa mengindahkan ajakan Aji, Talita maju selangkah dan menampar keras wajah mulus Devran. Semua pengunjung caffe yang tidak terlalu ramai terkejut melihat pemandangan itu, termasuk Aji, Nicko, dan Zefran yang saat ini sudah berdiri. Devran memegangi pipi kanannya yang di tampar Talita, lalu menatap dalam mata Talita yang sudah menangis.
"Kenapa?" gumam Talita. "Kenapa lo sembuyiin tentang Daffa sama gue?" lanjutnya dengan semakin terisak.
"Call..." ucapan Devran terhenti, saat Talita menyelanya.
"Dan kenapa dulu lo tinggalin gue?" bentak Talita yang terdengar seisi caffe.
Devran mulai mengerti arah pembicaraan Talita, seperti kata pepatah sepandai-pandainya menyimpan bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga. Serapih apapun bangkai di tutupi, tetap saja bau busuknya akan menyebar kemana-mana. Begitupun dengan kebohongan Devran yang selalu dia tutupi, suatu saat akan terbongkar juga.
Devran masih diam memandang Talita, begitupun sebaliknya. Talita masih menangis sesenggukan menunggu jawaban apa yang akan Devran berikan padanya. Dia tidak peduli sekarang menjadi bahan tontonan pengunjung cafe, perasaan marah yang menggebu-gebu membuatnya hilang kendali. Cukup lama Talita melihat Devran diam, dia semakin berang Devran tidak menunjukkan tanda-tanda akan membuka mulutnya.
"Kenapa bego? Jawab gue!" bentak Talita menyadarkan lamunan Devran.
"Karna gue ngga mau liat lo sedih, Call!" Jawab Devran pilu.
"Terus dengan maksud lo gitu, lo bisa buat gue tenang, ha?" Talita membentak Devran dengan suara yang serak akibat terlalu banyak menangis semalaman. "Gue hancur Dev, hati gue ANCUR! Di saat sisa waktunya, gue ngga ada di samping dia! Gue ngga bisa kasih suport buat dia, dan bahkan gue ngga bisa liat wajah dia untuk terakhir kalinya. Lo pikir gue baik-baik aja?" Talita terus berteriak mengutarakan perasaan sakitnya. "Enggak Dev! Enggak! Gue kacau Dev, asal lo tau itu." lanjutnya dengan berjongkok memeluk kakinya dan menyembunyikan wajanya.
Devran berjongkok menyamakan posisinya di depan Talita kemudian membawa cewek itu ke dalam pelukannya. "Sorry Call! Sorry... Gue emang salah. Lo berhak benci gue, tapi gue ngelakuin ini semua juga karna permintaan dari Daffa. Dia ngga mau liat lo sedih. Lo tau kan Daffa benci banget liat lo sedih ataupun nangis."
"Dengan gini gue makin hancur Dev.... Gue ga bisa liat wajah dia untuk terakhir kalinya.... Gue tersiksa setiap hari nungguin kabar dari dia, bahkan gue berfikir Daffa udah ga cinta lagi sama gue. Gue emang bego! Bisa-bisanya gue gak tahu apa-apa tentang pacar gue. Gue bego!" seru Talita meronta dari pelukan Devran.
"Daffa cinta sama lo Call, sampai kapanpun itu."
"Gue tahu."
Arion yang sedari tadi berada di depan pintu caffe melihat dengan jelas drama yang ada di depannya, hatinya sakit mengetahui kekasihnya begitu terluka atas kepergian orang di masa lalu nya, apakah Talita akan seperti itu jika Arion yang meninggalkannya? Pikirnya.